19. Jumantara

9 2 0
                                    

Sore hari ini rumah Acleo kedatangan tamu yaitu Bibi. Bibi sudah lama sekali tidak datang berkunjung kemari setelah kejadian kue donat yang membuat bibi di rawat di rumah sakit dan Acleo yang masuk ke dalam sel penjara.

Acleo menghidangkan Bibi secangkir teh karena saat itu sedang tidak ada apa-apa di rumah dan Bunda sedang keluar.

"Maaf Bi. Acleo cuma bisa hidangi ini." Acleo meletakkan segelas teh hangat yang ia bawa di atas meja. Ia meminta maaf kepada Bibi karena merasa tidak enak hanya bisa menyediakan secangkir teh.

"Gapapa Leo, ini aja udah makasih banget. Bibi jadi ga enak takut ngerepotin kamu." Bibi mulai meminum teh hangat yang dihidangi oleh Acleo dengan sangat baik.

"Gimana sama sekolah kamu Leo." Bibi meminum teh hangat tersebut dengan perlahan kemudian meletakkannya lagi di atas meja, dan mengobrol kembali dengan Acleo.

"Alhamdulillah Bi. Ya namanya juga sekolah ya, ya cape si Bi. Tapi ya lebih baik cape sekarang dari pada menderita di masa depan." ucap Acleo sembari tersenyum kepada Bibi.

Acleo menjeda ucapannya, dan bertanya kembali kepada Bibi untuk tetap mempertahankan percakapan di antara mereka. Karena sepertinya Bibi sudah tidak lagi membenci Acleo. Sepertinya kebencian dengan Acleo yang ada di tubuh Acleo telah hilang. Acleo sangat senang karena Bibi sudah ingin berkunjung ke rumahnya. Dulu, berbincang dengan Acleo saja Bibi senggan, namun kini justru Bibi yang menanyakan langsung bagaimana dengan keadaan Acleo di sekolah.

"Bibi gimana, sama perusahaan Bibi?, sudah berkembang?," Acleo bertanya kembali kepada Bibi tentang pekerjaannya. Jika tadi Bibi bertanya tentang bagaimana sekolah Acleo, kali ini Acleo bertanya tentang pekerjaan Bibi.

Perbincangan antara Acleo dan Bibi berlangsung cukup lama, hingga akhirnya Bunda kembali ke rumah setelah keluar rumah dengan izin kepada Acleo bahwa Bunda mempunyai sebuah urusan penting.

Tatapan Bunda dan Bibi saling bertemu satu sama lain. Mereka saling menatap dan memperhatikan dari atas kepala hingga ujung kaki dengan sorot mata yang tajam.

Pertemuan tatapan mata di antara mereka tidak berlangsung lama. Bunda langsung duduk di kursi yang berada tepat di sebelah Acleo.

"Sudah mau Maghrib. Saya harus pulang." pamit Bibi langsung ketika Bunda baru saja duduk tepat di sebelah Acleo.

"Bi. Bunda baru aja pulang, ga mau ngobrol dulu sama Bunda?," Acleo menghentikan Bibi karena Bunda baru saja pulang. Pasti Bunda ingin mengobrol dengan kakak perempuan nya karena sudah lama tidak bertemu.

"Ga. Saya ga ada waktu." Bibi langsung berdiri dari kursi yang sedari tadi ia duduki, dan mengambil tas nya lalu menggantungnya di bahu sebelah kanannya.

"Gapapa Leo. Bibi ada urusan jadi dia harus pulang nak." Bunda menghentikan Acleo yang meminta Bibi untuk tidak pulang dulu, karena Bunda baru saja sampai di rumah.

Acleo memegang tangan Bibi untuk bersaliman dengannya.

Bibi langsung menepis tangan Acleo dengan kuat ketika Acleo ingin bersaliman dengannya.

Acleo langsung menatap ke arah Bunda dengan perlakuan Bibi yang menepis tangannya dengan kasar. Bunda hanya tersenyum dan menggangguk kecil memberi isyarat kepada Acleo bahwa tidak apa-apa.

                         *****

Keesokan harinya. Seperti biasa Acleo, Edgar, dan Jarren duduk di pantai menikmati suasana pagi hari di hari Minggu yang cerah.

"Gabut ga Le?," tanya Jarren kepada Acleo, sembari menyenggol pundak Acleo.

"Ya gabut ga gabut si. Nyari ketenangan aja." jawab Acleo, kemudian ia bertanya kembali kepada Edgar yang sedari tadi hanya diam saja tidak seperti biasanya. "Gar?, gabut ga?," tanya Acleo sembari menyenggol pundak Edgar. Seperti yang dilakukan oleh Jarren kepada dirinya tadi.

ACLEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang