Suasana kelas sangat ramai, seluruh siswa-siswi sedang membicarakan berita tentang seorang murid yang ingin di keluarkan dari sekolah. Berita tersebut sangat heboh di kalangan siswa-siswi , mulai dari kelas sepuluh hingga kelas duabelas.
Tampak seperti berita yang biasa saja dan sudah sering terdengar. Namun, berita kali ini tampak serius dan sangat tersebar luas dengan cepat hingga ramai siswa-siswi yang membahasnya.
"Kringgggg." suara bel sekolah telah di bunyikan sebanyak tiga kali, menandakan jam pelajaran di sekolah telah selesai dan saatnya kembali pulang ke rumah masing-masing.
Acleo dan Edgar berjalan bersama untuk pulang ke rumah mereka yang jaraknya tidak jauh hanya berbeda gang rumah saja.
"Yang di keluarin dari sekolah itu cewe ya?, " ucap seorang siswi yang berjalan tepat di depan Acleo dan Edgar yang sedang mengobrol dengan teman yang berjalan di sampingnya.
"Iya cewe."
"Anak kelas berapa?,"
"Kelas duabelas kek kita kek nya, anak IPA."
"Gila si cewe. Masalah apa dah."
"Kalo gue denger-denger si ya---."
"Napa-napa?,"
"Gara-gara masalah sama si Gavin, anaknya kepala sekolah, lu tau kan?,"
"Tau-tau. Masalah apa sampe-sampe mau di keluarin?,"
"Katanya sih gue denger-denger, gara-gara tuh cewe nolak Gavin. Gavin nya ga terima. Ngadu lah ke ayahnya."
"Gila sih masalah gitu doang."
"Biasalah."
Perbincangan itu terdengar dari dua siswi yang berjalan di depan mereka dan tidak sengaja terdengar oleh Acleo dan Edgar karena berjalan tepat di depannya.
Belum sempat mereka mendengarkan percakapan kedua gadis itu hingga akhir, tetapi kedua gadis tersebut telah menghilang dari hadapan mereka.
"Le. Lo penasaran ga sama cewe yang mau di keluarin yang cewe dua omongin tadi?," ucap Edgar menyenggol badan Acleo hingga tergeser.
"Ga seberapa penasaran si." jawab Acleo fokus berjalan menuju rumah mereka masing-masing.
"Tapi ga logis ga si Le. Masa cuma gara-gara nolak si Gavin. Tau si, Gavin itu anaknya kepala sekolah. Tapi aneh gitu." sambung Edgar.
"Ya. Namanya manusia Gar." ucap Acleo tersenyum.
"Iya si." Edgar tertawa kecil.
Tak terasa mereka sudah berada di jalan persimpangan gang rumah mereka. "Le. Nanti jam berapa?," tanya Edgar berhenti di depan gang rumahnya.
"Istirahat dulu aja. Makan, mandi dulu, baru." jawab Acleo. Mereka langsung berjalan ke rumah mereka masing-masing di gang yang berbeda.
Acleo mendorong gerbang rumahnya yang terbuat dari kayu. Tampak sudah sangat rapuh dan ingin patah gerbang tersebut, karena sudah lama sekali sejak gerbang itu di buat oleh ayah. Gerbang tersebut dibuat oleh ayah sejak Acleo masih kecil.
*****
"Bantuin gue!," Edgar memasang wajah memelas dan meminta tolong kepada Acleo yang sedang asik menulis dan Jarren yang sedang asik memainkan sebuah lego milik Keyla Kaila dan membentuk nya menjadi sebuah menara kecil.
"Bantuin apa?," Acleo meletakkan buku dan pulpennya dan menoleh ke arah Edgar.
"Ini." Edgar memperlihatkan ponselnya kepada Acleo. Acleo melihat ponsel Edgar yang di tunjukkan kepadanya.
"Adreena lagi?," tanya Acleo melihat layar ponsel Edgar yang berisi postingan Instagram Adreena yang memposting photo cowo yang sama seperti yang di story WhatsApp nya.
Edgar mengangguk dengan pertanyaan Acleo dan memanyunkan bibir nya. Edgar jika sudah membahas tentang Adreena maka sifatnya akan berubah total menjadi seperti anak kecil.
"Coba skrinsut Gar. Terus lo cari di google lens. Kalau itu idol nanti kan bakal keluar." saran Jarren. Edgar yang mendengar saran dari Jarren itu langsung menscreenshot layar handphonenya dan mencarinya di goggle lens. Benar saja ternyata orang yang selama ini membuat Edgar merasa cemburu dengan photo bahkan videonya yang di upload oleh Adreena di posting sosial medianya adalah seorang Idol Boyband asal Korea Selatan yaitu Jeong Jaehyun.
Suara tertawa bahagia terdengar dari Jarren yang menertawakan temannya yang selama ini cemburu karena seorang idol yang di idolakan oleh pacarannya. "Kok cakepan itu Gar."
Edgar yang hanya tersenyum dan terdiam menahan malu, seketika wajahnya menjadi datar karena perkataan Jarren.
Acleo hanya terdiam dan terukir senyuman di pipinya melihat tingkah kedua teman dekatnya.
"Apa gue oplas aja ya biar bisa mirip sama itu idol. Biar di post." Edgar meletakkan ponselnya di lantai dan menyenderkan tubuhnya di tembok.
"Tapi lo hebat kok Gar. Hebat, biasanya cewe kek gitu selaranya tinggi. Contohnya aja cowo idolnya. Lo hebat bisa dapetin cewe yang begitu. Karena, ga semua cowo bisa. Lo hebat." Acleo memberikan semangat untuk Edgar dengan memberi jari jempol dan senyuman yang terukir di wajahnya.
Hampir satu jam perbincangan di antara mereka berlangsung. Ketiganya memang tidak bisa hanya diam ketika sudah di satukan. Pasti ada saja hal-hal aneh yang selalu di bahas. Walau terkadang sangat tidak masuk akal.
"Balik lah gue woy. Mau hujan, nanti mama tersayang nyariin." pamit Edgar.
"Siap si paling mama tersayang." tangan Jarren memberikan hormat kepada Edgar.
"Dadah JAGARLE. " Edgar melambaikan tangan kepada Acleo dan Jarren.
"Jagarle?," ucap Acleo bingung.
"Jarren. Edgar. Acleo. Kalau di singkat jadi JAGARLE." Edgar mengedipkan sebelah matanya sembari memakai sandal slop warna hitam miliknya.
"Ya juga si. Bagus Gar." ucap Acleo sembari memberikan jari jempol khasnya.
"Busettttt. Dah nyiapin nama grup idol aja tuh lo Gar. Hati-hati baru debut udah kena sekandal." ledek Jarren.
Edgar membalikkan tubuhnya dan memasang wajah datar kepada Jarren sembari berjalan mundur perlahan dengan langkah kaki yang kecil keluar dari rumah Acleo.
"Makan dulu yok Ren." ajak Acleo.
"Makan apa?," Jarren memutar kepalanya sembilan puluh derajat ke arah kanan melihat ke arah Acleo.
"Batu sama kayu." jawab Acleo sembari berjalan menuju dapur.
Jarren berlari kecil mengejar Acleo yang sudah duluan menuju dapur.
Jarren dan Acleo menyantap dengan lahap nasi goreng buatan Bunda yang sudah tersedia di meja makan.
"Apa cita-cita lo?," Acleo telah selesai menyantap suapan terakhirnya, dan telah menyantap seluruh nasi goreng dengan lahap hingga habis tidak tersisa satu butir nasipun di piring.
"Gue?," Jarren menunjuk ke dirinya sendiri.
"Iya." Acleo menganggukan kepalanya kepada Jarren.
"Seorang kapiten." ucap Jarren.
"Wihhh keren." Acleo memberi Jarren tepuk tangan dan gaya jempol andalannya.
"Mempunyai pedang panjang." sambung Jarren.
"Ya pasti kapiten mah punya pedang panjang." ucap Acleo.
"Kalau berjalan prok prok prok." sambung Jarren kembali.
"Kek ken-----."
"Aku seorang kapiten." Jarren tersenyum dah memiringakan kepalanya ke kanan.
*untung gue baik.* gumam Acleo dalam hati. Ia hanya diam tak berkutik dan memasang wajah tersenyum walau pada lubuk hati terdalamnya ia sangat merasa tertekan dengan tingkah laku temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ACLEO
Teen FictionYa, dia adalah Acleo anak laki-laki yang duduk di bangku SMA kelas 11 itu, anak laki-laki yang di paksa untuk selalu kuat, menjadi pelindung untuk keluarga,dan di dewasakan oleh realita kehidupan. Anak laki-laki yang memiliki mimpi yang tinggi, namu...