BAB 11

446 68 4
                                        

Zora memasuki kelasnya dengan malas, ingin rasanya ia membolos sekolah saja. Tapi sebagai anak yang baik hati tentu saja ia tahu kalau membolos adalah perbuatan yang tidak baik. Karena itu meskipun malas, ia harus tetap sekolah, siapa tahu ia bertemu jodohnya di sekolah.

"Halo Zora, aku mau nagih uang kas yaa. Kamu udah nunggak enam bulan nih" ujar Rere, sekretaris kelasnya.

"Busetttt, baru juga gue nyampe" ujar Zora kesal.

"Berapa sih emang?" tanya Zora, dengan sigap Rere membuka buku sakti miliknya yang berisi catatan keuangan kelas.

"Uang kas 60 ribu, uang kebersihan 30 ribu, dana sosial 20 ribu, uang print 5 ribu, uang hari guru 30 ribu, uang bakar - bakar 10 ribu, jadi totalnya 155 ribu" ujar Rere dengan cepat dan tersenyum di akhir kalimatnya, tidak lupa tangannya yang meminta kepada Zora.

"Anjir banyak banget, itu lo gak salah hitung? Gak ada diskonnya?" tanya Zora yang mendapat pukulan dari Rere.

"Lo kira ini Pasar Senen, gak ada diskon diskonan! Cepet bayar sekarang" ujar Rere galak.

"Iya" jawab Zora. Zora menoleh kesamping dan melihat Shaka yang sedari tadi sudah duduk di bangku miliknya dan mendengar semua percakapan Zora dan Rere. Zora mengumpat dalam hati, Shaka akan semakin ada celah untuk kembali merundung dirinya.

"Jangan iya - iya aja, mana duitnya?" tanya Rere dengan muka galaknya. Persis seperti guru matematika mereka.

"Iya nanti, gue gak ada duit receh" jawab Zora

"Berapa emang duit lu?" Tanya Rere yang mengambil dompet khusus keuangan kelasnya dan memperlihatkan semua pecahan duit yang ada di dalam dompet tersebut. Zora menganga melihat isi dompet Rere.

"Ada kembaliannya kok" lanjut Rere sambil memperlihatkan isi dompetnya.

"Duit gue yang pecahan sejuta, nanti aja ya. Udah sana duduk ke bangku lo. Udah bel tuh" ujar Zora mendorong Rere ke bangkunya.

"Oke deh" ujar Rere sambil berjalan kebangkunya,

"Eh, emang ada duit pecahan sejuta?" gumam Rere kebingungan sendiri.

Zora bernafas lega setelah berhasil mengusir Rere dari bangkunya. Zora melirik ke sampingnya lebih tepatnya melirik Shaka. Zora dibuat kaget dengan Shaka yang ternyata menatap dirinya sedari tadi.

"Kenapa lo lihat - lihat?" tanya Zora dengan nada yang tidak enak didengar, terkesan mengajak berantem.

"Gak papa" jawab Shaka singkat kemudian mengalihkan tatapannya dari Zora.

"Gak jelas" cibir Zora.

"Teman - teman hari ini kita belajar mandiri, hari ini ada rapat komite sekolah" ujar Raden selaku ketua kelas.

"Materinya udah gue kirim ke grup kelas, gue harap jangan ada yang main - main ya. Kita udah kelas 12 dan gak ada waktu buat main - main lagi" ujar Raden yang di angguki teman sekelasnya.

Zora dan teman sekelasnya dengan cepat membentuk kelompok belajar masing - masing, ada juga beberapa yang memilih belajar sendiri tapi hampir semuanya membentuk kelompok belajar.

"Belajar apa kita hari ini anak - anak?" tanya Paris yang berakting sebagai guru.

"Belajar bikin anak, pak guru" jawab Alvaro dan Zora dengan semangat.

"Baiklah anak - anak, apa sebelumnya kalian sudah ada pengalaman?" tanya Paris lagi

"Belum, pak guru" jawab Alvaro dan Zora dengan kompak dan semangat.

"Baiklah kalau begitu-" Paris tidak melanjutkan kalimatnya yang membuat teman - temannya bingung.

"Kenapa Ris? Kok diem?" tanya Alvaro bingung.

"Gue mau berak, udah gak tahan lagi. Nanti kita lanjut lagi ya anak - anak. Pak guru berak dulu" ujar Paris dan berlari keluar kelas untuk ke kamar mandi.

"Agak lain emang" ujar Resi menggeleng - gelengkan kepalanya. Sudah tidak heran lagi melihat tingkah teman - temannya.

Untuk kelompok belajar mandiri sudah pasti Zora akan satu kelompok dengan Resi, Alvaro, Resi, dan Raden. Tapi kali ini sepertinya mereka tambah anggota baru.

"Boleh gabung?" tanya Shaka yang berdiri di belakang Zora. Resi, Zora, Alvaro, dan Raden serentak menoleh kebelakang.

Resi dan Alvaro menutup mulutnya kaget, entah mimpi apa mereka tadi malam hingga seorang Shaka mau bergabung dengan kelompok mereka. Berbeda dengan Zora yang tidak suka dengan Shaka yang tiba - tiba mau bergabung dengan kelompoknya, gadis itu yakin ini merupakan salah satu cara untuk Shaka kembali merundungnya. Hanya Raden yang tampak senang dengan kehadiran Shaka.

"Boleh kok, boleh banget malah" ujar Raden tersenyum senang. Dengan adanya Shaka mereka bisa belajar banyak dari Shaka, apalagi Shaka adalah orang yang pintar dan tentu saja kepintarannya tidak diragukan lagi.

"Kok lo bilang boleh sih?" Zora berbisik ke Raden, tidak suka dengan jawaban Raden yang memperbolehkan Shaka masuk ke dalam kelompok belajar mereka.

"Lumayan bisa ngajarin kita, lo gak lihat di kelompok kita gak ada yang pintar" ujar Raden dan langsung mempersilahkan Shaka duduk.

"Halo Shaka, selamat bergabung yaa" ujar Resi tersenyum manis yang membuat Alvaro dan Zora ingin muntah.

Hening, semuanya fokus pada buku masing - masing, sebuah keajaiban untuk kelompok Zora. Biasanya kelompoknya yang selalu membuat rusuh tapi kali ini kelompoknya yang terlihat sangat serius. Zora menatap satu per satu teman - temannya, entah apa yang terjadi pada otak teman - temannya sehingga terlihat sangat serius. Apa karena ada Shaka? Tapi apa hubungannya? Atau karena memang dirinya saja yang malas tidak mau belajar?

"Tapi dari tadi gue belajar serius sih" gumam gadis itu. Bertanya sendiri menjawab pertanyaannya sendiri.

"Raden udahan yuk belajarnya" bisik Zora ke Raden namun dijawab gelengan oleh Raden

"Gak mau Zo, ini tuh kesempatan emas. Shaka mau ngasih kita bukunya. Ini kalau dibeli mahal, harganya jutaan dan harus nunggu lama juga" ucap Raden menunjukkan buku yang Shaka berikan kepada mereka untuk dibahas bersama. Pantas saja teman - temannya tiba - tiba rajin belajar, ternyata karena buku mahal dari Shaka.

"Yaudah deh" ujar Zora, ia juga tidak ada kehendak untuk melarang temannya tidak belajar.

"Shaka, udahan yuk belajarnya" bisik Zora ke Shaka. Zora bahkan lupa kalau beberapa menit lalu dia menganggap Shaka sebagai bahaya.

"Yuk" jawab Shaka menutup bukunya. Zora tersenyum kikuk, tidak menyangka Shaka akan semudah itu.

"Mau keluar?" tanya Shaka yang membuat Zora kelabakan.

"Eh?" Zora bingung, kenapa juga Shaka tiba - tiba baik dan ramah.

"Engga, ha ha ha. Maksudnya tuh udahan belajarnya aja. Ha ha gue balik ke bangku gue aja ya. Ha ha ha" ujar Zora tertawa tidak jelas, takut juga dengan Shaka yang tiba - tiba seperti orang baik.

Zora kembali kebangkunya semula dan berpura - pura membaca bukunya, ia sekarang mulai ketakutan dengan Shaka yang sedari tadi menatapnya.

"Itu anak kenapa lagi sih anjir, gue kan gak ada salah" gumam Zora yang masih ditatap oleh Shaka.

Zora membuka handphone nya yang mengeluarkan bunyi notifikasi. Ia membaca pesan yang masuk yang ternyata dari Shaka, lelaki itu mengatakan kalau ketiaknya kuning. Dengan cepat Zora mengangkat tangannya dan melihat ketiaknya dan ketiaknya tidak menguning sama sekali. Zora kembali membaca pesan yang Shaka kirimkan.

"Bodoh" pesan yang Shaka kirimkan

"SHAKA ANJING LU" teriak Zora emosi. 





 Haloooo gaesss, jangan lupa untuk vote dan komen yaaaa!!!

See you di chapter berikutnyaaaa. 

ACCIDENTALLY IN LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang