Zora menatap Shaka yang yang terdiam dan menatap lurus kedepan. Entah apa yang sedang dipikirkan Shaka, Zora tidak bisa menebaknya. Raut wajah Shaka tidak menunjukkan apapun.
Shaka menghela nafas panjang dan beralih menatap Zora yang sedari menatapnya. Entahlah, ia tidak tahu harus mulai dari mana untuk menjelaskan semuanya pada Zora. Shaka tersenyum simpul yang membuat Zora kebingungan, apa ada sesuatu yang lucu, pikir Zora.
"Jadi cerita gak nih?" tanya Zora yang sudah tidak tahan dengan kesunyian yang sedari tadi melanda keduanya.
"Apa menurut lo terlalu cepat gue menceritakan semuanya?" tanya Shaka yang membuat Zora semakin kebingungan, ia tidak mengerti apa yang Shaka bicarakan.
"Please deh, semua yang lo katakan dari tadi di luar angkasa" jawab Zora kesal, pasalnya sedari awal Shaka mengajaknya keluar kelas Shaka selalu mengatakan hal - hal yang sama sekali tidak ia mengerti.
"Ada satu hal yang paling gue benci di dunia ini tapi hal itu juga hal yang paling gue inginkan didunia ini" lanjut Shaka.
"Apa tuh ganteng?" tanya Zora, sebenarnya ia tidak berniat mendengarkan curhatan Shaka hari ini. Tapi sebagai manusia yang baik dan mempunyai rasa empati yang sangat tinggi Zora memutuskan untuk menjadi seorang pendengar yang baik hari ini, untuk hari ini saja.
"Berurusan sama lo" jawab Shaka tanpa menunjukkan ekspresi apapun.
"Lo suka sama gue dong" jawab Zora seadanya, ia tidak punya punya kata bagus untuk menghibur Shaka yang sedang galau hari ini. Zora beranggapan kalau Shaka hanya sedang lelah dengan hidup dan butuh didengarkan. Karena Zora adalah generasi Z, generasi yang sangat peduli dengan mental health.
"Gak juga, lo gak secantik itu untuk gue sukai" jawab Shaka yang membuat Zora langsung cemberut.
"Gini gini gue laku ya" ujar Zora tidak terima
"Buktinya banyak yang match sama gue di Bumble" ujar Zora. Shaka memicingkan matanya mendengar kalimat terakhir dari Zora.
"Kenapa? Lo main juga kah?" tanya Zora yang tidak mendapat jawaban dari Shaka.
"Segitu gak lakunya lo sampai main gituan" ujar Shaka yang membuat Zora naik pitan.
'Heh! Jangan asal ngomong ya, gue tuh main bumble buat seru - seruan aja. Lagi juga emang ada yang salah main gituan? Lagi juga buat nyari temen. Gini nih kalau orang yang otaknya jadul" jawab Zora tidak terima dengan perkataan Shaka yang seolah - olah menghinanya karena bermain bumble.
"Yang bilang salah siapa?" tanya Shaka mengangkat sebelah alisnya
"Ya tapi kan lo bilang"
"Bilang apa?" tanya Shaka
"Ah udahlah, back to topic! Jadi masnya tadi mau cerita apa?" ujar Zora kesal dengan Shaka.
"La La La Lost You" ujar Shaka.
"Gue yang menulis buku itu" lanjut Shaka.
"Bohong" ujar Zora sama sekali tidak percaya.
"Emang gue bohong" jawab Shaka yang membuat Zora emosi tapi ia tahan, ia butuh mendengar kisah dari Shaka.
"Tapi gue tau tentang buku itu, gue tau semuanya" lanjut Shaka.
"Gue bisa melihat masa depan, Zora dan gue benci tentang itu" ujar
"Maksudnya?" tanya Zora yang kebingungan.
"Harusnya lo udah meninggal" lanjy Shaka yang membuat Zora kaget.
"Eh! Kalau ngomong jangan sembarangan yaa!" jawab Zora tidak suka dengan ucapan Shaka, kematian itu bukan sesuatu bercandaan.
"Dengerin gue baik - baik! Gue akan menceritakan semuanya" ujar Shaka serius, aura Shaka kali ini benar - benar menakutkan. Zora mengangguk ketakutan.
"Gue bisa melihat masa depan, sejak gue kecil dan gue menyadarinya saat umur gue enam tahun. Tapi gak akan ada seorang percaya saat anak umur enam tahun mengatakan kalau ia bisa melihat masa depan. Tapi sayangnya masa depan yang gue lihat adalah kematian orang - orang" ujar Shaka menghela nafas gusar. Entah sudah berapa kali Shaka menghela nafas.
"Tapi kenapa lo menceritakan semuanya ke gue sekarang?" tanya Zora bingung.
"Seperti yang lo bilang, hidup ini sangat lucu dan menyeramkan" jawab Shaka dan menjeda ucapannya. Shaka menatap Zora dan mengelus rambut hitam Zora.
"Kita bertemu untuk kedua kalinya dan lo gak berubah sama sekali. Tapi gue sedih banget, cuman gue yang bisa ingat semuanya" lanjut Shaka tersenyum tapi juga sedih, entahlah aura Shaka sangat menakutkan bagi Zora hari ini. Zora tidak tahu apa yang tidak ia ingat, ia merasa semuanya berjalan seperti biasa saja.
"Maksud lo apa sih? Bisa cerita yang jelas gak! Lo dari tadi ngomongin hal yang gak jelas dan lo lagi ngarang novel ya?" tuding Zora yang belum mengerti sedari tadi ucapan Shaka, sangat rumit. Zora yakin bahkan lulusan s3 pun tidak ada yang mengerti maksud dari ucapan Shaka sedari tadi."Singkatnya ini kehidupan kedua lo, Zora Anara" ujar Shaka yang masih mengelus rambut Zora. Shaka yang ada dihadapannya kini sangat berbeda.
Kehidupan kedua, tidak akan ada yang percaya dengan ucapan Shaka. Bagaimana ada kehidupan kedua kecuali di surga atau di neraka, mungkin? Tidak akan ada yang percaya saat Shaka mengatakan jika dirinya bisa melihat masa depan.
Shaka memang bisa melihat masa depan, tapi jika boleh memilih ia tidak akan pernah mau melihat masa depan. Masa depan yang ia lihat adalah kematian orang - orang, bagaimana seseorang bisa kuat ketika ia bisa melihat orang - orang akan mati dan ia tidak punya apapun untuk mengubah masa depan. Semuanya berjalan seperti yang sudah diciptakan.
"Dan dari yang gue amati, lo hanya ingat saat gue merundung lo waktu kita masih SD. Padahal itu udah lama banget dan yang bikin gue heran adalah kenapa lo bisa ingat itu padahal kejadian itu terjadi di kehidupan sebelumnya" ujar Shaka, Zora hanya terdiam mencoba menggabungkan semua yang Shaka katakan dari tadi.
"Lo pasti bingung banget ya?" tanya Shaka tanpa beban, tidak kah ia sadar betapa frustasinya Zora yang sedari tadi mencoba mengerti ucapan Shaka. Shaka sangat sulit dipahami.
"Huh!"
"Lo meninggal saat ulang tahun gue yang ke 17 di kehidupan sebelumnya dan gue yang bunuh lo" ujar Shaka kelewat santai. Zora menahan nafas mendengar ucapan Shaka.
"Sorry" ujar Shaka tapi wajahnya tidak menunjukkan raut bersalah.
"Lo gak bakal inget juga" lanjut Shaka santai.
"Lo bisa jelasin sejelas - jelasnya gak? Please, jangan bikin gue gila hanya karena ucapan lo yang gak masuk akal itu. Kalau lo berniat ngerjain gue lagi, gak gini caranya. Lo becandain tentang kematian gue, Shaka" ujar Zora tidak habis pikir dengan jalan pikiran Shaka. Mungkin jika Shaka menjelaskan nya dengan detail Zora akan mengerti, tapi Shaka seolah memberinya soal teka teki dan potongan puzzle yang harus ia susun sendiri. Zora terlalu malas untuk memikirkannya dan yang paling penting adalah ia tidak mengerti.
"Lo bilang gue udah mati dan ini adalah kehidupan kedua gue, lo bilang lo bisa melihat masa depan, lo bilang gue mati di tangan lo. Gue gak ngerti Shaka! Gue gak tau lo habis nonton film apa sehingga karangan lo bisa seliar ini" ujar Zora menyerah dan bisa menangkap apa yang Shaka bicarakan sedari tadi, persetan dengan rasa empati yang tinggi. Lama - lama ia bisa gila mendengar semua ucapan Shaka yang tidak berarah dan tidak ia mengerti. Zora beranjak dari bangku kantin dan hendak melangkah pergi, tapi tangannya ditahan oleh Shaka.
"Dengerin gue, Zora" ujar Shaka
"Dengerin omongan lo yang sedari tadi gak jelas itu?" ujar Zora sinis
"Duduk, Zora!" Shaka menarik tangan Zora dan menarik gadis itu duduk dipangkuannya. Shaka menatap intens Zora dan tersenyum miring. Lagi - lagi Zora ketakutan dengan Shaka.
"Lo mau gue jelasin semuanya sambil duduk di pangkuan gue?" tanya Shaka
"Bangke lo" Zora buru buru berpindah tempat, dan terpaksa kembali duduk.
"Gue gak tau entah disetiap kehidupan gue akan selalu ketemu lo Zora" ujar Shaka lagi - lagi menghela nafas.
KAMU SEDANG MEMBACA
ACCIDENTALLY IN LOVE
Teen FictionSEQUEL TRANSMIGRASI GADIS PEMALAS!! Bisa dibaca terpisah, tapi bisa dibaca terlebih dahulu Transmigrasi Gadis Pemalas untuk alur cerita yang lebih jelas. Zora Anara, dia datang karena kesalahan waktu dimasa lalu tapi kesalahan itu membawanya menemu...