Setelah pulang sekolah Zora dan Shaka tidak langsung pulang ke rumah masing - masing. Keduanya memutuskan untuk mengerjakan tugas dengan kelompok teman satu meja. Awalnya Zora tidak mau dan memilih mengatakan untuk dikerjakan akhir minggu saja, tapi Shaka menolak karena hari terakhir pengumpulan tugas mereka adalah Senin. Shaka tidak mau mengerjakan tugas mepet dengan deadline.
Zora dan Shaka serius mengerjakan tugas, meskipun Zora tidak sepintar Shaka tapi setidaknya Zora mengerti dan tahu apa yang harus ia kerjakan. Sesekali Zora bertanya pada Shaka materi yang kurang ia pahami dan Shaka dengan sabar menhajari Zora. Teman kelompok yang sempurna, tidak seperti orang yang di belakang meja mereka yang sedari tadi adu mulut dan adu urat.
"Lo ngerti gak sih?" tanya Resi menatap Paris dengan emosi.
"Ngerti" jawab Paris sembari memakan ice cream yang ia pesan.
"Kalau lo ngerti kenapa ini malah jadi gini? Kan gue udah bilang cari dulu alasan kenapa Belanda masuk ke Indonesia dan melakukan penjajahan" ujar Resi dengan raut wajah frustasi.
"Kan gue udah jelasin disitu, mungkin aja orang Belandanya gabut terus iseng jalan - jalan buat healing. Mungkin hidup dia di Belanda banyak tekanan dan mental health tuh orang lagi gak stabil jadinya dia butuh pelarian dan pelariannya datang ke wilayah Indonesia" jawab Paris sembari melahap ice creamnya.
"MUNGKIN? BISA BISANYA LO BILANG MUNGKIN. CARI YANG BENAR BODOH" ucap Resi penuh emosi, mereka berdua menjadi bahan tontonan di kafe tempat mereka mengerjakan tugas sejarah itu.
"Ini tuh udah benar Resi kusayang. Lagian gak semua hal harus kita tahu dan gak semua hal harus kita cari tahu. Semua ada batasnya" ujar Paris yang semakin membuat Resi naik pitan.
"GOBLOK. PULANG LO SANA" Resi memukul Paris hingga ice cream Paris terjatuh. Resi sudah tidak peduli yang ia mau sahabatnya yang bodoh ini segera enyah dari hadapannya.
"Gini nih kalau kebanyakan makan lele" Ujar Resi menatap Paris yang merapihkan barang - barangnya dan beranjak dari kursinya.
"Mau kemana?" tanya Resi menatap Paris bingung.
"Balik lah, kan lo yang bilang tadi. Gue duluan ya, kalau ada apa-apa ntar chat gue aja" jawab Paris santai dan pergi meninggalkan Resi.
"Otak dia kayanya di dengkul" gumam Resi lalu mengelus dadanya menahan emosi.
"Ges gue duluan ya" seperdetik kemudian Resi mengambil barang -barangnya dan pamit duluan ke Zora dan Shaka. Ia tidak akan membiarkan Paris hidup tenang.
Zora dan Shaka hanya mengedikkan bahu melihat adegan tadi, itu bukanlah pemandangan pertama kali yang mereka lihat. Apalagi bagi Zora, ia sudah hapal betul kelakukan kedua sahabatnya itu.
" A normal day in Zora life" ujar Zora dan melanjutkan pekerjaanya tadi.
"At least itu bikin lo semangat kan?" tanya Shaka menatap Zora.
"Yup, seenggaknya itu bikin gue hidup dan ada di depan lo sekarang" ujar Zora tersenyum.
"Udah kelar nih tinggal bikin pptnya, nanti gue aja yang bikin tinggal copas aja ntar" ujar Zora yang diangguki Shaka.
"Yaudah nanti kasih tau aja kalau butuh apa - apa" ujar Shaka sembari merapikan buku - buku yang mereka pakai sedari tadi.
"Mau langsung balik?" tanya Shaka.
"Nggak sih kalau gue, duluan aja kalau mau balik" ujar Zora yang masih ingin ada di kafe. Ia terlalu malas untuk pulang karena ia sendirian di rumah.
"Di sini rame, kalau di rumah sepi gue sendiri doang" jawab Zora.
Zora sudah terbiasa dengan hal itu dan hidupnya memang sangat menyedihkan. Ia tinggal sendiri dan tidak punya siapa - siapa di dunia ini. Jika ia mati esok haripun baginya tidak masalah, toh juga tidak ada yang ia perjuangkan ataupun yang ia pertahankan di dunia ini. Ia hanya menjalani hidup sembari menunggu giliran untuk pergi selamanya dari dunia ini. Kadang ia merasa semuanya tidak adil, tapi di dunia ini bukan hanya Zora yang hidup menyedihkan. Ada banyak orang di dunia ini yang hidup menyedihkan. Mungkin dulu ia masih punya semangat dan ambisi untuk hidup, setidaknya sampai ia tahu siapa orang tua kandungnya. Tapi makin hari ia merasa mengetahui siapa orang tua kandungnya adalah bukanlah suatu hal yang penting.
"Soal buku dan semuanya" ujar Zora yang mengundang atensi Shaka.
"Menurut lo itu penting?" tanya Zora.
"Kalau dipikir - pikir itu gak penting - penting amat, toh juga hidup gak melulu soal buku dan masa lalu gak sih?" lanjut Zora
"Kalau lo udah bisa lihat kapan gue mati, kasih tau ya. Kayanya gue udah nyerah" ujar Zora tersenyum berbeda dengan Shaka yang tidak menunjukkan reaksi apapun.
"Balik yuk, udah malam ternyata" ujar Zora melihat jam di ponsel miliknya.
"Kenapa lo bilang gitu?" tanya Shaka tiba - tiba.
"Karena gue udah bosan aja sih" ujar Zora santai.
"Lagi juga engga ada hal berharga di dunia ini yang harus gue jaga. Setelah gue pikir - pikir semuanya udah gak penting. Gue gak punya orang tua ataupun keluarga. Teman - teman gue? Pada akhirnya akan pergi dan punya kehidupan masing - masing" ujar Zora santai, tidak ada kesedihan yang terlihat.
"Terus lo berhak mengatakan itu? Hanya karena bosan?" ujar Shaka tidak terima dengan ucapan Zora. Dirinya sangat marah dengan ucapan Zora.
"Iya, ada yang salah?" tanya Zora menatap Shaka bingung.
"Emang lo siapa Zora berhak untuk bilang kaya gitu, hanya karena bosan dan pengen pergi gitu aja. Emang lo siapa bilang kalau semuanya gak penting? Emang lo siapa bilang kalau semuanya gak melulu soal masa lalu?" jawab Shaka marah. Shaka sangat marah dan kesal, ia marah karena Zora yang seolah menganggap semuanya sepele, ia marah karena Zora yang sudah tidak peduli lagi.
"Kok lo marah sih? Ya hak gue dong bilang gitu. Gue yang ngerasain bukan lo, dan lo juga siapa bentak gue kaya gitu hah?" ujar Zora dengan suara yang bergetar, ia kaget dengan Shaka yang membentaknya dan mengatai hidupnya yang bahkan Shaka tidak tahu apapun.
"Lo gak tau apapun tentang hidup gue, Shaka" ujar Zora menatap Shaka
"Lo gak tau apapun" ujar Zora mengulangi kalimatnya.
"Gue gak tau? Gue ada di sini sampai sekarang karena gue tau Zora" jawab Shaka menatap Zora tajam.
"Bohong" ujar Zora lalu pergi dari sana meninggalkan Shaka. Shaka tidak tahu apapun tentang dirinya, orang yang tahu semuanya hanyalah dirinya sendiri. Shaka menatap kepergian Zora, ia membiarkan Zora pergi.
Shaka menatap kosong buku - buku yang masih ada di atas meja. Ia memikirkan perkataan Zora yang mengatakan kalau ia tidak tahu apapun. Nyatanya Shaka tahu semuanya, alasan ia marah pada Zora karena Zora mengatakan masa lalu bukanlah hal yang penting - penting amat. Bagi Shaka itu sangat penting, karena di masa lalu Zora adalah orang yang sangat bahagia.
![](https://img.wattpad.com/cover/286748328-288-k957996.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ACCIDENTALLY IN LOVE
Roman pour AdolescentsSEQUEL TRANSMIGRASI GADIS PEMALAS!! Bisa dibaca terpisah, tapi bisa dibaca terlebih dahulu Transmigrasi Gadis Pemalas untuk alur cerita yang lebih jelas. Zora Anara, dia datang karena kesalahan waktu dimasa lalu tapi kesalahan itu membawanya menemu...