-Perhatian-

1.1K 220 20
                                        

Jam sudah menunjukkan pukul 1 pagi dan Jennie terbangun dari tidurnya ketika merasakan tenggorokannya perih. Dia berusaha bangkit dari rebahan untuk berlalu kedapur.

Baru saja dia ingin memasuki dapur, pandangannya tertuju kearah ruang tamu. Terlihatlah sosok seseorang yang tidur disofa "Rosie" gumamnya pelan.

Perlahan lahan Jennie berjalan mendekati sosok itu dan dia mendudukkan dirinya di karpet.

Ditatapnya wajah polos sang adek dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Kak Jen, Kak Ji, kalian dimana?" Rosie yang kecil berjalan memasuki kamar Jisoo.

"Rosie? Kok belum tidur?" Tanya Jennie yang berada diatas kasur Jisoo. Jisoo pula kelihatan sibuk mengerjakan pr nya.

"Aku mau tidur bareng kalian" ujar Rosie.

"Ayo sini" panggil Jennie.

Dengan kaki mungilnya, Rosie berganjak menaiki kasur Jisoo. Dengan segera bocah itu membaringkan dirinya disamping Jennie "Kak Ji, ayo tidur"

"Rosie tidur saja duluan sama Kak Jen. Kak Ji masih punya pr" sahut Jisoo.

"Rosie tunggu Kak Ji siapin pr deh" ujar Rose berganjak memeluk perut Jennie.

Tangan Jennie sontak mengelus kepala sang adek "Kak" panggil Rosie.

"Kenapa?" Sahut Jennie

"Apa nanti Rosie akan menyusul Mama?"

Deg

Bukan hanya Jennie yang kaget, namun Jisoo juga ikutan kaget dengan pertanyaan dari sang adek.

"Kenapa Rosie ngomong seperti itu?" Tanya Jisoo yang sekarang sudah bergabung bersama kedua adeknya.

"Tidak tahu si. Tapi Rosie pikir kehidupan Mama disana pasti bahagia jadi Rosie mau ikut sama Mama" polos Rosie.

"Terus Rosie mau tinggalin Kak Jen sama Kak Ji hurm?" Tanya Jennie.

"Gimana kalau Kak Ji sama Kak Jen yang tinggalin Rosie? Rosie tidak mau ditinggal sama kalian. Rosie butuh kalian"

"Tidak Rosie. Kakak sama Kak Jen tidak akan tinggalin kamu. Kita akan sentiasa bersama" sahut Jisoo "Sekarang kita tidur ya"

"Baiklah Kak"

Setetes air mata Jennie mengalir keluar ketika mengingati memori masa lalunya. Ingin sekali dia kembali akrab sama sang adek namun sepertinya dia masih belum bisa mengalahkan egonya itu. Katakan saja kalau dia egois karena itu memang kenyataan.

"Kak Jen nangis!?"

Buru buru Jennie menghapus air matanya. Dia menatap sosok Rose yang bangkit dari rebahannya itu "Tidak!" Sahut Jennie datar.

"Apa Kak Jen nangis gara gara aku?" Tanya Rose menggigit bibir bawahnya "Maafin aku. Aku hanya ingin menjaga Kak Jen makanya aku tidur disini. Kalau Kak Jen tidak nyaman sama kehadiran aku, aku bisa pergi" Rose bergegas bangkit dan berganjak keluar dari apartment itu. Dia hanya takut kalau Jennie benaran merasa tidak nyaman sama kehadirannya.

Perasaan khawatir mula menghampiri Jennie. Sekarang sudah jam 1 pagi jadi apa adeknya itu akan pulang sendirian? Gimana kalau sesuatu yang buruk terjadi kepada adeknya?

Ingin sekali Jennie menghalang adeknya pergi namun egonya masih menguasai dirinya. Akhirnya dia memutuskan untuk kembali kekamar dan melanjutkan tidurnya. Rasa hausnya bahkan sudah menghilang.






















*

Pagi sudah tiba dan Jennie akhirnya sembuh. Sekarang, sosok ini sudah selesai bersiap siap untuk berangkat kekampus.

Tanpa sarapan, dia berganjak keluar dari apartmentnya "Astaga!" Dia melompat kaget ketika melihat sosok yang duduk di depan apartmentnya itu.

Matanya melotot ketika menyadari sosok itu. Astaga, itu adalah adeknya "Rosie, bangun!"

"Eung" Rose mengerjabkan matanya berkali kali. Dengan buru buru dia bangkit ketika menyadari ada sosok Jennie "Maafin aku Kak. Aku khawatir untuk tinggalin Kakak sendirian makanya aku tidur disini" ujarnya "Apa kondisi Kakak baik baik saja?"

Jennie berdecak "Lo itu bego atau gimana si! Kenapa juga lo tidur disini hah!? Lo bisa pulang saja bukan!?" Percayalah, Jennie marah bukan karena dia benci sama Rose yang masih berada disana namun dia sejujurnya khawatir adeknya itu akan kedinginan.

Rose mengusap tengkuk belakangnya yang kaku "Maaf Kak" lirihnya "Aku hanya ingin menjadi adek yang berguna untuk Kakak walaupun aku sadar kalau hidup aku memang tidak berguna"

"Mendingan lo pulang!" Usir Jennie

Rose tersenyum miris dan berganjak pergi dari sana.

Setetes air mata Jennie mengalir keluar. Dia menatap kepergian adeknya itu dengan perasaan sesak didadanya. Astaga, kenapa adeknya itu masih perhatian kepada dia yang sudah kejam itu? "Rosie, Kakak tidak pantas untuk mendapatkan perhatian dari kamu. Maafin Kakak" gumamnya mengusap air matanya dengan kasar.
















Rose memasuki mansion dengan buru buru. Dia harus segera mandi dan bersiap siap untuk kekampus.

Sejujurnya, dia tidak ingin kekampus karena kepalanya pusing namun dia yakin Jennie akan kekampus makanya dia harus memantau Kakaknya itu.

"Sepertinya Kak Jen sudah luluh sama kamu deh" ujar Lisa tiba tiba nonggol.

Rose yang lagi mengeringkan rambutnya itu hanya mampu tersenyum miris "Tidak mungkin Li. Sampai kapan pun Kak Jen sama Kak Jis akan tetap membenci aku"

"Kamu tidak bisa berpikir seperti itu Rose-ah. Aku yakin mereka akan menyayangi kamu"

"Mungkin mereka akan menyayangi aku setelah aku mengikuti apa yang mereka inginkan"

"Memangnya apa yang mereka inginkan?"

"Kematian aku"














  Tekan
    👇

Happiness ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang