34. Haruskah Berakhir?

48 3 0
                                    

Kalian tahu Zacson? Ituloh Papanya Bristan. Udah ada di part sebelumnya pas Brilliant cari tahu tentang Bristan, masih ingat? Yaudah kalau enggak -_-

Happy reading guys!

* °:✧ *

Malam minggu. Brilliant dijemput datang ke rumah sepi Bristan, pasalnya Flenchya kembali bekerja tinggalkan Bristan sendiri di rumah.

Brilliant berpakaian rapi dan tertutup sopan. Malam ini Bristan mau ajak Brilliant sang pacar ke rumah sakit menjenguk keadaan Zacson.

Bukannya telah siap berangkat rumah sakit, Bristan justru asik bermain game ponsel. Posisi duduk di lantai bawah sofa, tepat dekat kaki Brilliant duduk atas sofa.

Bukan cuman duduk main game, mulut Bristan mengunyah makanan suapan Brilliant yang ia masak sendiri. Nama makanan yaitu nasi goreng asin.

Brilliant telah tegur duduki sofa saja, tapi Bristan anggap angin lalu. Perkara masak Brilliant sudah niat seratus persen bantu, Bristan malah nolak dibantu.

Bristan hindari sendok mengarah ke mulut. "Asin sayang."

"No komen, itu si derita lo~" suara Brilliant bernada, niru nyanyian lagu hits saat ini.

Savage! Monster Kill! Good like! Legendary!

Brilliant taruh piring atas meja, tutup telinga rapat-rapat. Dari tadi ia menahan geram, Bristan lupa ke rumah sakit karena tak henti game.

"Ambilin minum sayang." ucap Bristan lembut tanpa lihat Brilliant, fokus natap layar handphone.

Bukannya marah, Brilliant nurut ambil minum atas meja. Jelas-jelas meja dekat sekali dengan Bristan.

Brilliant beri segelas air putih, duduk sebelahan di karpet. "Wah, semangat. Cepet kalah ya."

Victory

Brilliant mendengus kesal, padahal baru saja ia harap kalah.

Bristan meneguk air sampai habis, legah seusai siram tenggorokan asin. Bristan ketagihan main game mendapatkan mvp tanpa dibunuh lawan.

"Maaf." Bristan garut kepala tak gatal menghadap Brilliant. "Aku main sekali lagi baru kita ke rumah sakit ya?"

Jantung Brilliant berguncang kuat setelah dengar kata aku. Ia mengangguk-angguk dalam keadaan mematung.

"Yes, makasih sayang." tangan Bristan lingkari pinggang Brilliant sambil bermain ponsel, ia bersender nyaman di pundak Brilliant.

"Jauh dikit." tolong, jantung Brilliant dalam masalah.

"Risih ya sayang?"

Brilliant perhatikan raut wajah bingung itu. "Iya, risih."

Bristan tekan tombol kembali, matikan layar handphone tanpa peduli ia meninggalkan game berlangsung. "Sekarang masih risih?"

Dasar, maksudnya bukan risih lihat Brilliant main handphone, tapi jarak dekat. "Jauhan dikit."

Bristan tarik pelan Brilliant dalam pelukannya. "Aku gak bisa jauhan sayang."

"Bristan! Jantung gue gak aman kalau lo gini." Brilliant coba lepas pelukan, pria itu semakin peluk erat.

Bristan senang lihat wajah merah Brilliant. "Sekarang aku-kamu."

Brilliant lagi usaha netralkan jedak jeduk hati.. "Ooh, iy-iya eh. Skip, kapan ke rumah sakit?"

"Sebentar sepuluh menit lagi kita otw." kepala Bristan mulai lincah bergerak sekitar tengkuk, ia nenyukai aroma Brilliant.

KITA BERBEDA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang