39. Merindukan Dia [II]

42 0 0
                                    

Satu bulan kemudian...

"Brilliant! Makan dulu, dari kemarin Mama belum lihat kamu makan." teriak Dassie membangunkan Brilliant dari balik pintu kamar.

"Iya, Ma." jawab Brilliant lesu diam di tempat.

Tubuh Brilliant mengurus selama satu bulan jarang makan, apa lagi kalau bukan karena resah pikir Bristan.

Pagi ini menyenangkan tak Sekolah, ia mulai libur setelah selesai ulangan minggu kemarin. Tinggal tunggu hasil, setelah itu masa SMAnya berakhir.

Brilliant heran, bagaimana Sekolah Bristan? Ia tak lihat pria itu masuk Sekolah mengikuti ulangan. Diluar dugaan, ia kira Bristan akan datang kerjakan ulangan akhir.

Tetapi sekarang, lewati hari rasanya hampa jika tidak bersama Bristan.

Brilliant rebahan atas ranjang, masih kenakan telekung habis shalat subuh, belum ia lepas karena malas gerak.

Selama satu bulan sedih, Brilliant mulai sering laksanakan shalat lima waktu. Dulu, jangankan shalat subuh, bangun subuh saja ia enggan.

Bukan hanya shalat, setiap subuh Brilliant sering baca Al-Qur'an, penenang hati sekaligus mendapat pahala.

"Brilliant! Buka pintu, Mama mau lihat keadaan kamu!" teriak Dassie gedor kamar pintu.

"Brilliant baik, Mama sana aja." ucap Brilliant bersuara lembut, ia takut jika salah bicara kepada seorang Ibu.

Menurut buku ia baca, sebagai seorang anak tak patut berbicara semena-mena terhadap Ibu, do'a Ibu pasti Allah kabulkan. Bisa-bisa ia mati terkutuk jika melawan Dassie.

"Mama ikut sedih tahu lihat anak Mama seharian kurung kamar, kalaupun keluar wajah lesu gak semangat. Dara dan Alnata sering datang mau nanya kabar kamu." dibalik pintu mata Dassie berkaca-kaca, kenapa anaknya ini?

Ckelek

Brilliant buka pintu, jangan sampai Dassie nangis. Ia tak mau buat Mamanya sedih karena dirinya akhir-akhir ini berubah.

Dassie terisak tangis, bagaimana tidak. Ia sangat bangga lihat anaknya selesai shalat masih pakai telekung. Selain itu ia sering melihat Brilliant lakukan ibadah saat pintu kamar tak dikunci.

"Maaf, jangan nangis, Ma. Brilliant baik-baik aja." Brilliant peluk Dassie erat, selama satu bulan ia pendam sendiri apa yang dirasakan.

"Kenapa sayang? Cerita sama Mama." Dassie semakin khawatir melihat bibir anaknya,dulu merah segar, lah kini pucat.

"Gak papa, Ma."

"Bohong! Cerita, Mama maksa!" Dassie masuk dalam kamar, menduduki pantat atas sofa. Ia mau dengar apa alasan Brilliant murung.

Brilliant hela nafas berat, ikut duduk sebelah Dassie. "Gak, Ma."

"Kenapa enggak? Mama ini Mama kamu, seharusnya Mama juga tahu anak Mama kenapa sedih. Mama juga tersiksa lihat anak sendiri pucat kayak gini." ketus Dassie berperasaan.

"Bristan, ya?"

Mata Brilliant memerah dengar pertanyaan itu. "I-iya, Ma."

"Kenapa? Bristan apain kamu? Putus? Kok Mama jarang lihat Bristan?" tanya Dassie sudah tebak duluan penyebab anaknya sedih.

"Bristan... Brilliant kangen, Ma. Dia pergi sebulan ninggalin Brilliant entah ke mana, Brilliant cari gak ketemu." keluh Brilliant keluarkan isi hati.

"Brilliant, dengerin Mama. Kalau dia memang untuk kamu, pasti balik lagi, nak. Mungkin Bristan lagi ada sesuatu sulit sampai-sampai kamu dia tinggal." Dassie mengelus kepala dilapisi telekung itu.

KITA BERBEDA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang