“Kau masih belum memberitahuku mengenai benda tersebut. Sejak kapan benda itu berada di sini?”
Ya, begitu keduanya melewati aktivitas pagi yang begitu menggairahkan, barulah pikiran Heiran yang semula tidak rasional akan setiap sentuhan yang memabukkan dan membuai dirinya, kini pikirannya yang begitu jernih kembali normal.
Walaupun, satu hal yang tidak bisa Heiran sangkal pagi itu. Sekujur tubuhnya yang terasa remuk. Namun, sedikit menyegarkan. Heiran mengakui, aktivitas intimnya bersama Suhaa pagi ini sedikit mengurangi beban pikirannya. Meski segalanya pagi ini tampak terlihat berantakan. Termasuk kondisi dirinya yang hanya membalut tubuhnya dengan selimut tebal tanpa sehelai benang pun di dalamnya.
Sembari melirik jam kecil di atas nakas guna melihat waktu, Suhaa yang kini sedang dalam posisi duduk dan bersandar pada sandaran ranjang menjadikan dirinya sebagai sandaran ternyaman bagi wanitanya. Di mana kini, sang wanita tampak menyandarkan kepalanya di atas perut sang pria. Lebih tepatnya menjadikan perut seksinya sebagai bantalan. Mendengarkan suara Suhaa yang begitu berat sekaligus begitu khas.
Suhaa dengan sayang membelai surai Heiran. Menyelipkan jemarinya di antara surai kecokelatan wanitanya. “Milik Vivian.”
Satu nama yang baru saja meluncur pagi itu dari mulut Suhaa seketika menghentikan pergerakan Suhaa. Bagaimana tidak, begitu mendengar nama yang begitu familier dalam rungu Heiran, sontak wanita itu mengubah posisi tidurnya. Menjadikan tangan kirinya sebagai tumpuan dengan tangan yang lain masih meraih selimut. Berusaha menutupi bagian atas tubuhnya dengan menghadiahi Suhaa dengan tatapan yang penuh arti.
Apa ini? Bukankah seharusnya Heiran tidak perlu bereaksi seperti ini? Melihat ekspresi Heiran yang tampak penuh tanya, Suhaa masih memberikan tatapan teduhnya. Masih sama dengan tatapannya yang begitu memuja Heiran dan mengendalikannya di bawah kuasanya. Suhaa kala itu memilih menunggu, apa kekasihnya akan mencecar pertanyaan yang ia inginkan.
Tidak ada yang tidak tahu mengenai Vivian. Seorang wanita berdarah Perancis sekaligus Rusia. Bahkan bagaimana hubungan Suhaa saat itu bersama wanita ini, tentu Heiran juga mengetahuinya. Walaupun, di tengah perkuliahan mereka, Suhaa tidak terlalu banyak membahas kisah cintanya dengan wanita tersebut. Namun, hanya dari bagaimana Heiran memperhatikan, ia tahu benar bahwa Suhaa begitu memperhatikan wanita tersebut. Menjadikannya prioritas sekaligus dari bagaimana cara pria yang sekarang menjadi kekasihnya ini memperlakukan Vivian. Sungguh, untuk sejenak, ada sesuatu yang baru saja memukul dadanya.
Membuat Heiran barang sejenak, sempat bergeming. Entah, apa yang sedang dipikirkan oleh Heiran saat ini, Suhaa bahkan yang kelewat peka kali ini tak mampu menjangkau sisi tersebut, akan tetapi selang beberapa detik terdiam, Suhaa menyimpulkan. Melihat bagaimana Heiran masih terdiam dengan netranya yang bergetar, Suhaa menemukan sesuatu yang ia cari selama ini. Rasa cemburu atas dasar hak milik. Tanpa ingin menyuarakan, Suhaa masih memilih diam, menunggu, kalimat apa yang akan dikatakan oleh wanitanya.
“Vivian? Dia akan terlibat dalam orkestra?” sebelah alis Heiran terangkat. Tentu ada makna lain di balik ucapannya. Sejujurnya, ia juga belum mendengar dari Suhaa bahwa yang terlibat dalam pertunjukan tersebut terdapat mantan kekasih Suhaa di dalamnya.
Suhaa melipat kedua tangannya di depan dada, masih menelisik. Mengamati perubahan ekspresi wajah Heiran yang tampak pias, bersamaan dengan deru napas yang dipenuhi amarah walaupun samar akan tetapi Suhaa menyadari perubahan emosi tersebut. Tidak sama dengan bagaimana keduanya masih berusaha mengatur kewarasan pada saat bercinta. Sungguh, emosi Suhaa pagi ini begitu, ya, Suhaa merasakan euforia yang luar biasa. Di tambah, respons wanitanya yang begitu ia harapkan.
Lalu memberikan jawaban yang ingin didengar oleh wanitanya. “Hm. Dia akan ikut dalam orkestra. Mengingat, grup musik ini memang terdiri dari beberapa pecahan musisi terbaik di Eropa. Dan juga ... aku, karena aku bahkan juga kau, kita juga masih merupakan penduduk sini. Jadi beberapa malam ini, kami melewati waktu bersama untuk latihan.”
Entah apa yang terjadi pada dirinya, Heiran yang kala itu masih berusaha menekankan dalam dirinya bahwa hal ini hanya sebatas pekerjaan, tidak mampu menahan gemuruh yang bergejolak menyesaki dadanya.
Hingga hanya sebuah anggukan kecewa bersamaan dengan suara lirihnya. “Eoh ... begitu.”
Heiran pun menarik napas panjang, lalu memilih untuk beranjak dari ranjang seraya mendekap selimutnya agar tetap membalut dirinya. Namun, belum sempat Heiran meninggalkan ranjang berukuran king size tersebut, Suhaa telah menahan lengan Heiran. Di mana kini Heiran membelakangi Suhaa.
Suhaa pun bergeser dari posisinya semula. Kembali mendekatkan dirinya guna mengikis jarak yang sempat di ciptakan Heiran. Sumpah demi apa pun, embusan napas Suhaa di balik tengkuknya berhasil membuat Heiran meremang. Terlebih, dari bagaimana Suhaa kini kembali menyentuh dirinya dengan tipis.
Mengandalkan tangan kirinya guna menyusuri setiap jengkal permukaan jaringan epidermis milik Heiran yang masih terekspos polos. Berawal dari bahu, hingga ke lengan. Lalu menyusupkan jari-jemarinya di antara sela jari milik Heiran.
Tidak hanya itu, Suhaa kembali mengecupi bagian belakang punggung sang wanita. Hingga meski samar, Heiran bisa merasakan bagian belakang punggungnya yang menyentuh dada bidang kekasihnya. Skin to skin. Menghadirkan gelenyar hangat yang kembali merasuk.
Di sela sentuhannya, Suhaa memilih menyandarkan kepalanya di sisi kiri bahu wanitanya. Berbisik lirih dengan suara bidangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Retrouvaille
FanfictionJika makna dari kesempurnaan itu bisa bergeser sedikit saja, mungkin segalanya tidak akan menjadi sulit. "Kumohon jangan mati!" "Hobie!" Warning 18+ Mohon bijak dalam membaca ya.