Dengan wajah yang begitu tegang, pria itu hanya memijat pelipisnya beberapa kali. Begitu menandaskan satu gelas wiskinya, ia kembali menjatuhkan atensinya pada beberapa lembar kertas yang dibendel menjadi satu. Menyandarkan kepalanya di atas satu tangannya yang bertumpu di depan meja bar tender. Masih dalam kesadaran penuhnya untuk menanggapi hal ini.
"Senang bisa bertukar informasi denganmu. Eoh, beberapa waktu ini, orang yang aku tugaskan untuk ke Korea Selatan telah memberiku beberapa informasi penting."
Pria dengan perawakan semampai yang tingginya mencapai 181 sentimeter itu masih memilih berdiri di tempatnya. Sembari sesekali netranya mengekori beberapa wanita cantik yang berjalan berlenggak-lenggok di depannya dengan pakaiannya yang minim bahan. Tak lupa, senyum sensualnya yang bermaksud untuk mengundang.
Dari pada bertugas, ia lebih suka aktivitas yang panas dari pada terlibat pada kasus yang membuatnya bergulat dengan butiran timah panas. Meski sekalipun ia tidak pernah terluka. Namun, melihat setiap wanita yang memilih menyerah di bawahnya dan merintih, mendesahkan namanya jauh lebih menarik dari pada mendengar rintihan seorang kriminal yang tertangkap dengan timah panas yang bersarang di salah satu bagian tubuhnya.
Pria bersurai blonde dengan perawakan yang ramping itu kembali menegakkan duduknya. Tidak memedulikan sikap rekannya yang begitu menjijikkan. Walaupun tidak ada yang salah akan sikapnya yang begitu alami. Terlebih di saat melihat para penari striptis tengah beraksi di tiang poledance-nya, tentu rekannya pasti akan berpikir ke hal lain meski keduanya sedang berdiskusi.
Pria tersebut pun meraih dokumen tersebut dan membacanya sekilas. Meski hanya mengandalkan pencahayaan yang minim. Namun, dari penjelasan rekannya, cukup membuatnya mampu meraba apa hasilnya dan ke mana rekannya menggiring pikirannya.
"Kupikir kau yang menyelidikinya sendiri. Ternyata," pria itu menggantungkan ucapannya dan kembali sedikit menyesap wiskinya. Menyunggingkan senyum remeh. Sia-sia bahwa dirinya sempat mengapresiasinya.
Pria bertubuh tinggi itu hanya menggelengkan kepalanya. Teringat akan sesuatu yang menahannya dan menjadikannya sebagai alasan mengapa pria tersebut tetap memilih tinggal serta tetap melaporkan informasi sesuai dengan permintaan dengan cara yang ia miliki. Mengandalkan jaringan kerja sama yang telah terbangun antar orang dalam satu profesi.
"Sepertinya seseorang beberapa waktu lalu telah menyuruhku untuk mencari seseorang, bila kau lupa! Mana bisa mendapatkan informasi sekaligus berada di lain tempat secara bersamaan jika kau menahanku di sini?!" rutuknya sebal setelah mengingatkan. Sepertinya lawan bicaranya sudah mulai menunjukkan ketidaktahudiriannya.
Meninggikan suaranya yang bermaksud untuk memaki, akan tetapi terdengar biasa mengingat keduanya yang masih terjebak dalam kebisingan suara musik dalam bar yang sanggup mendebarkan jantung agar berpacu dua kali lebih cepat.
"Joon-ah, ada kalanya terkadang ucapanmu terdengar benar," sindirnya dengan tawa meremehkan.
"Haish, jika tidak benar, kau tidak akan mendapatkan informasi akurat." Bantah Namjoon dengan begitu bangganya. Lalu beralih menyandarkan punggungnya pada meja bar tender. Mencari mangsa yang bila beruntung dapat ia kencani untuk semalam. Sepertinya sia-sia saja melakukan pekerjaan untuk seseorang yang tidak tahu diri bahkan tidak mengapresiasi keberhasilannya.
Saat itu, pria dengan surai blonde-nya memilih beranjak berdiri. Menggerakkan satu tangannya untuk menginstruksikan Namjoon agar mengikuti dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Retrouvaille
FanfictionJika makna dari kesempurnaan itu bisa bergeser sedikit saja, mungkin segalanya tidak akan menjadi sulit. "Kumohon jangan mati!" "Hobie!" Warning 18+ Mohon bijak dalam membaca ya.