7. The Weird Secret (2)

56 14 26
                                    

Setelah aktivitas semalam, Hobie pagi itu merasakan tubuhnya tidak baik-baik saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah aktivitas semalam, Hobie pagi itu merasakan tubuhnya tidak baik-baik saja. Di dalam keheningan yang begitu sunyi, pria itu terlihat sedang meminum sesuatu di dalam dapurnya yang tampak lengang.

Hanya ada aktivitas dirinya yang baru saja mengeluarkan kapsul pil dengan empat macam yang berbeda dari segi ukuran dan juga warna yang berfungsi untuk meredakan nyeri sekaligus flu yang hadir menghinggapi dirinya.

Hobie tampak menekan tengkuknya yang terasa kaku. Terlebih hidungnya yang sedikit tersumbat membuatnya merasa kurang nyaman sehingga ia harus mendongakkan kepalanya guna mencari ruang bernapas. Di dalam keheningan yang menyelimuti, hanya ada suara deru napas Hobie yang tampak berusaha mencari kelegaan bagi paru-parunya, meski harus bersusah payah.

Sungguh, Hobie begitu membenci kondisinya yang seperti ini. Dan anehnya, antara terbiasa dan juga enggan, hal ini sungguh menyiksanya. Pagi itu, pandangan gamangnya yang tampak ragu, kini menjadi pemandangan yang tampak dipenuhi oleh beban.


Hobie yang sedang berdiri di balik meja counter dapurnya, menjadikan pinggiran meja tersebut sebagai tumpuan kedua tangannya di sana. Menahan berat tubuhnya seraya berusaha mencerna dalam diamnya yang terlihat seperti sedang berpikir.


Pria itu mengembuskan napas lelahnya beberapa kali guna membiasakan diri akan rasa panas dingin yang tidak mengenakan tersebut. Ya, suatu gejala flu yang hadir secara tiba-tiba dan itu sungguh mengganggu aktivitasnya hari ini.

Padahal, pagi ini dirinya memiliki beberapa urusan di kantor yang harus segera ia selesaikan. Rapat dengan dewan direksi, menilik setiap pengajuan proposal yang akan diajukan untuk kerja sama perusahaannya dengan beberapa pemegang saham yang terkait, lalu belum lagi masalah internnya yang tidak bisa ia abaikan. Terlebih setelah acara makan malam semalam yang selalu berakhir sama.

Cih! Hobie mendengus sinis. Begitu muak akan kehidupannya yang berjalan memuakkan bagi dirinya. Sudah dua tahun berlalu, entah mengapa, perasaan ini selalu membebani dirinya. Menenggelamkannya pada rasa bersalah di mana, pada akhirnya, secara jujur Hobie juga mengakui dirinya begitu menderita.


Hingga detik ini, ia masih tidak mengira bahwa hidupnya akan sepelik ini. Pria itu pun kembali mendesah lelah, kembali menundukkan kepalanya dengan mata terpejam. Satu per satu apa yang telah dijejalkan dalam kepalanya semakin menekan dirinya. Hanya ada satu kata yang pagi itu membuatnya tersenyum miris. Menjebaknya dalam harapan yang sungguh mustahil, andai saja.

"Andai saja ...." ia mengulang kembali kata-kata yang ada dalam pikirannya. Hingga berakhir dengan dirinya yang menertawakan dirinya sendiri, hingga gelak tawa kecilnya yang miris memecah keheningan. Batinnya terlalu sakit mengakui hal ini.


Tidak sadar, sosoknya yang tampak begitu lelah dan tertekan serta mungkin menyedihkan tertangkap secara jelas oleh sepasang netra yang kini tampak sedang berdiri dalam balutan kemeja kebesaran milik Hobie. Membingkai tubuhnya yang semakin terlihat mungil dalam kemeja tersebut.


Selama beberapa detik setelah mengasihani dirinya sendiri, Hobie pun mengangkat kepalanya. Menjatuhkan pandangan lurusnya pada sosok tersebut yang kini tampak berjalan mendekati dirinya.

Hyeri sedikit pun tidak mengalihkan pandangnya dari Hobie. Membiarkan kedua netranya saling bertemu dengan iris mata suaminya yang berwarna gelap. Berusaha menelisik akan sikapnya yang tampak begitu menyesali sesuatu. Mungkin, menyesali akan perbuatannya semalam yang begitu menjijikkan bagi diri Hyeri.

Namun, selama satu menit kedua netra mereka bertemu, Hobie memilih mengalihkan pandangannya. Kembali menegakkan tubuhnya dan menghabiskan air putih yang masih tersisa di dalam gelasnya.

Pagi itu, Hobie hanya mengenakan kaus lengan panjangnya yang berwarna abu dengan celana panjang berwarna moka yang tampak longgar. Seolah tidak melihat eksistensi Hyeri dengan tatapannya yang menusuk. Hingga suara langkah kaki Hyer berhenti tepat di depan dirinya, di mana kini keduanya hanya terpisahkan oleh meja counter tersebut.

Hobie masih berpaling dari sosok Hyeri dan mengerlingkan pandangannya sejenak. Berkonsentrasi pada apa yang ia minum walaupun sesungguhnya aktivitasnya tidak menuntut perhatian khusus.

Hingga suara Hyeri akhirnya lebih mendominasi dari pada suara gelas yang Hobie letakkan di atas meja counter. Kedua tangan Hyeri masih terlipat sempurna di depan dadanya. Namun, kali ini bukan dengan tatapan lembut yang sarat akan cinta yang biasa ia tunjukkan pada Hobie. Melainkan tatapan sinis kepada suaminya.

Untuk sesaat, Hyeri bisa melihat beberapa bungkus yang masih berceceran di atas meja, lalu melihat aktivitas Hobie yang sedang menutup sebuah tempat pil yang berisi pil penambah imun. Sebelum pandangannya kembali pada Hobie.

"Kau sakit?" tanyanya datar. Namun, terkesan dingin.

RetrouvailleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang