10. Eyes tell (1)

39 11 16
                                    


“Aku tidak menyangka jika seorang Sargas memiliki seorang putra

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


“Aku tidak menyangka jika seorang Sargas memiliki seorang putra. Akhirnya, setelah sekian lama, hari yang kutunggu di tengah kondisi penuh hina pun tiba. Selama ini, ia berusaha menyembunyikannya dariku. Ternyata, ia memiliki sisi yang seperti itu.” Ia meletakkan secarik kertas yang baru saja ia baca di atas meja ruang tamunya. Kilat matanya terlihat begitu senang dengan senyum seringai yang penuh arti.

Di dalam sebuah hunian yang tidak terlalu mewah di suatu kawasan yang sangat sempit dan jauh dari pusat kota Paris, agar tidak terlalu menarik perhatian sekaligus tempat yang tidak mudah dibayangkan oleh pihak penyidik, dua orang pria dalam balutan kemeja dengan warna dan corak yang berbeda, tampak sedang saling duduk berhadapan dan terlibat dalam suatu pembicaraan serius. Tentu saja, dengan ditemani secangkir teh herbal yang menghangatkan guna sedikit mengusir penatnya pikiran.

Kala itu, pria paruh baya dengan beberapa uban di kepala sekaligus penampilan yang tampak berantakan itu tampak dengan santainya menyesap cairan yang berada dalam cangkir yang ia pegang. Berusaha merelakskan sarafnya yang selama beberapa tahun ini terus berpacu dan turut bergemuruh dalam gejolak amarahnya yang ingin membalas dendam.

Kerutan yang menajam dengan rasa jengkel yang semula memenuhi ruang di antara kedua alisnya karena frustrasi, kini terlihat lebih santai. Mungkin karena kabar yang akhirnya ia dapat dari salah seorang badan intelijen negara yang tergolong masih muda.

Hanya dengan melempar beberapa poundsterling, kesetiaannya pun berubah. Seperti seekor anak anjing yang begitu takut ditendang oleh tuannya dan hidup terlunta-lunta di jalan. Meski, sejujurnya ia tahu benar bahwa alasan pria muda ini melakukan hal ini dan bekerja sama dengan dirinya adalah demi kartu as yang pria itu pegang sebagai alat pengendali dari kaki tangannya agar tetap patuh. Terus berada di jalannya selama ia masih menggunakannya.

Saat itu sang pria pun menanggapi. “Ada sesuatu yang tidak kau mengerti. Bahkan aku pun juga tidak. Tapi, mungkin kau bisa menggunakan cara lain agar tidak ... kau tahu menangkapnya secara langsung. Terlebih, dia pianis yang sangat terkenal. Akan menarik perhatian bila dia dikabarkan hilang begitu saja.”

“Maksudmu, kau ingin aku menggunakan kelemahan dari dirinya agar ia datang secara langsung padaku?” tanyanya mempertegas kalimat pria muda itu yang seolah sedang menggiring pikirannya agar tetap berpikir rasional. Mengesampingkan hasrat membunuhnya akan balas dendam yang masih menyala bak api.
Selama ini, mungkin di awal karena fokusnya membalas dendam, ia jadi mengabaikan keselamatan dirinya. Namun, karena ia benar-benar ingin menuntaskan dan menutup lembar kehidupan musuhnya, ia pun bersedia mengikuti setiap taktik yang digunakan oleh pria yang notabene adalah mata-mata negara tersebut.

“Hm. Dia tidak tahu bahwa aku telah mengkhianatinya. Dengan melempar kebohongan ... nyatanya ia masih terus di bawah pengawasanku. Setahuku, dia juga berkencan dengan seorang wanita yang juga seprofesi dengannya. Mungkin, kau bisa menggunakannya agar ia berada dalam genggamanmu.” Pemuda itu tersenyum licik. Tidak menyangka akan berada di titik seperti ini. Mengkhianati kawannya sendiri hanya demi beberapa poundsterling.

Pria paruh baya itu mengangguk pelan. Mencoba memikirkan akan opsi tersebut. “Tapi, bukankah dengan begini, bukan hanya satu nyawa yang mungkin saja mati?”

“Sejak kapan Anda mulai memikirkan nyawa orang lain? Bukankah pelarian Anda dari penjara selama ini hanya demi membinasakan seluruh keluarga Sargas? Atau jangan-jangan, sejak kematian istrinya sebagai kematian pertama dari daftar orang yang kau incar telah membuatmu sedikit memiliki jiwa kemanusiaan?” Pemuda itu sontak terkekeh geli akan kemungkinan tersebut. “Omong kosong!” tandasnya lagi begitu mendengar jawaban seorang tahanan koruptor yang statusnya kini bertambah menjadi seorang pembunuh.

Pria paruh baya itu menegakkan posisi tubuhnya. Menyilangkan kedua kakinya dengan menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Pria itu tak sedikit pun mengalihkan pandangannya pada pemuda ini. Sosok yang sungguh memiliki kegilaan dalam pemikirannya. Bahkan, untuk sekelas pengkhianat sekalipun. Setara akan dirinya yang haus akan jerit korban yang berakhir dalam balutan darah.

Sungguh, pria ini sama sekali tidak bisa menyelami pemikiran sesungguhnya dari pemuda itu secara tepat. Meski hanya melalui matanya. Ia tidak melihat sedikit pun adanya rasa takut di sana. Bahkan ragu pun tidak. Wajahnya yang terlihat bersahabat. Namun, terbilang tegas itu pun, sayang masih tidak menggoyahkan kepercayaannya. Justru mendengar pemikiran pemuda itu, pria paruh baya ini seolah semakin yakin bahwa ia tidak akan kehilangan kendalinya pada pemuda ini.

Selama beberapa detik berpikir, barulah ia menandasnya, “Kematian istrinya sebagai yang pertama dalam daftar perburuan, aku anggap sebagai kepuasan pertamaku. Tapi, meski aku secara jujur juga masih meragukanmu. Namun, bagaimana caramu agar memperoleh kepercayaanku, aku mengapresiasinya. Sayang sekali, aku sudah tidak memiliki hati.”

“Bahkan dengan Nyonya Kiara Oswald?”
Sontak pria itu kembali mengernyitkan dahi. Harusnya ia tidak tersentak begitu mendengar nama tersebut kembali terdengar dalam rungunya. “Kau ... apa kau sudah menemukannya, Jiemin?”

Netra Jiemin tampak bergeming sejenak. Menelisik lebih dalam ke dalam netra seorang Mizar Dallen. Hening yang tampak menusuk tiba-tiba saja menguar dalam atmosfer. Jiemin pun menarik napas pelan. Menyandarkan kedua lengannya yang tampak bebas pada sandaran sofa yang ia duduki. Tidak memedulikan kesopanannya sedikit pun di hadapan Mizar. Padahal sedari tadi, Mizar memberikan tatapan penuh harap pada dirinya.

Namun, Jiemin dengan mudahnya mematahkan harapan tersebut. “Belum. Aku tidak tahu di mana Nyonya Oswald. Bahkan keberadaan Tuan Sargas pun, aku belum menemukannya. Putranya pun juga tidak menyinggung mengenai keberadaan sang ayah. Tapi ... bukankah dari pada mengkhawatirkannya yang entah di mana, harusnya Anda lebih memikirkan kondisi Nyonya Dallen? Sejak Anda dikabarkan melarikan diri dari penjara dan mengikuti setiap sepak terjang Tuan Sargas, keluarga Anda ini masih terus berada di bawah pengawasan pihak kepolisian. Kalau-kalau Anda kembali ke rumah. Terlebih, tujuan Anda ke Korea saat itu telah terdengar hingga ke telinga Nyonya Dallen. Berikut dengan kematian Nyonya Estelle Sargas.”

Mizar menarik napas panjang. Hanya dengan menyebut nama Kiara Oswald, Jiemin seolah berhasil membalik dunianya. Bahkan mungkin, pemuda ini juga mengetahui di mana titik kelemahannya.

Saat itu, untuk menutupi kegetiran jiwanya, Mizar pun menyeringai. Masih memperkukuh topeng yang ia kenakan agar terlihat sebagaimana mestinya. Terkekeh sinis dengan aura penuh intimidasi. “Bagaimana jika malaikat kematian menjemputmu malam ini, Jiemin Enderson? Apa kau tidak keberatan menyambutnya?”

Bukannya gentar, Jiemin dengan senyum liciknya semakin mencondongkan tubuhnya pada Mizar. “Kau ingin nyawaku?” beberapa detik Jiemin menjeda. Lalu kembali menantang. “Boleh saja. Tapi apa kau yakin bisa melintasi negara secara bebas tanpa bantuanku? Kau akan kesulitan,” tandasnya dengan seringai puas.

Hingga Mizar pun akhirnya menggelengkan kepalanya. Benar-benar pemuda yang gila. Bahkan ia berhasil dibuat bungkam oleh Jiemin.




















Maaf telat yag updatenya.
Soalnya dari kemarin kenapa aku up susah sekaleh..
Apa karena jaringannn... tapi ya udah lah ya
Sekarang aku update.

Btw aku gak liat kok. Ekekeke Jiemin... bagaimana ini...
Siapa yang kau pihak😀😀😀

RetrouvailleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang