Sejak saat itu, Hobie menangkap sikap Heiran yang berubah drastis dan semakin pendiam. Tidak terlalu banyak bicara dan lebih menghindari tatapan suaminya. Bahkan hanya untuk sekadar mengalihkan perhatian dengan memainkan piano kesayangannya pun, Heiran tidak melakukannya. Lebih tepatnya, Heiran seakan lebih didominasi akan rasa takut dan juga keraguan.
Heiran lebih banyak bersikap seadanya sesuai situasi dan kondisi yang ada tanpa paksaan. Meski tidak mengucapkannya, akan tetapi Hobie sangat memperhatikan perubahan itu. Sadar benar sikapnya terakhir kali telah memberi dampak psikologi terhadap wanitanya. Hobie pung menghela napas berat. Seperti masih ada satu lagi yang harus ia perbaiki setelah melihat sikap Heiran.
Akan tetapi sebelum itu, kala itu, Hobie memenuhi undangan ibunya untuk berkunjung ke kediaman utama. Dalam hati Hobie merasa hatinya berdesir. Jelas kali ini akan ada hal yang lain lagi yang akan disampaikan ibunya dengan hati yang terus bergumam penuh tanya. Mengingat penekanan di akhir pesan yang dikirim oleh ibunya membutuhkan ruang privasi bahwa agar dirinya tidak membawa Heiran untuk turut serta.
Dengan enggan Hobie pun memenuhi undangan itu. Berpamitan pada Heiran dengan mengecup kening wanitanya lembut.
“Jangan lupa makan sarapanmu dan minum obatmu. Maaf telah membuatmu merasa buruk. Aku janji tidak akan melakukannya lagi. Hari ini aku akan pulang larut. Jangan menungguku, mengerti, hm?”
Heiran dalam diamnya dengan patuh hanya mengangguk dan berusaha menunjukkan senyum terbaiknya. Tidak tahu bahwa setelah hari itu segalanya semakin menjadi sulit.
Mengesampingkan wajah istrinya yang pucat, Hobie kali ini akhirnya memfokuskan perhatiannya pada sang ibu. Sesuai janjinya, selepas jam bekerja, Hobie mendatangi rumahnya yang tak jauh dari gedung perkantoran tempatnya bekerja. Tanpa ingin basa-basi dan mengulur waktu, Hobie pun melonggarkan dasinya yang telah mengikat lehernya seharian. Membuka pembicaraan dengan perangai yang tenang dan bersikap sopan seraya melihat kedua sorot mata orang tuanya yang telah menatapnya penuh arti. Di mana sebelum ini, begitu Hobie tiba untuk berkunjung, kedua orang tuanya saling bertukar pandangan.
“Ada apa lagi yang ingin Ibu dan Ayah bicarakan padaku?”
Tanpa memberi jeda, Alex segera menimpali. “Masa depanmu. Sepertinya kau harus mulai mempertimbangkan ucapan kami beberapa waktu lalu. Kau membutuhkan seorang penerus. Atau lebih tepatnya, keluarga Benetnasch membutuhkan segera calon pewaris.” Nada yang digunakan sang ayah pun terkesan mendesak. Semakin membuat Hobie merasa muak.
Hobie mendengus dengan menyunggingkan senyum miring. Mengalihkan pandangannya sejenak, sebelum menggelengkan kepalanya sebagai bentuk tak percaya akan pemikiran orang tuanya yang juga tidak bisa disalahkan.
“Ayah ingin aku menceraikan Heiran? Cih, mustahil!” Tandasnya yakin dengan sorot mata yang serius. Tidak ingin mengalah apa pun situasinya. “Hubungan kami baik-baik saja. Bila masalah anak ... kami bisa mengupayakannya dengan program inseminasi.”
“Keluarga Benetnasch menolak hal itu, Hobie!” peringat sang ibu akan solusi yang diucapkan oleh putranya yang kali ini penuh penekanan. Membuat Hobie akhirnya memijat pelipisnya yang berdenyut pening. Tidak mengerti akan jalan pemikiran kedua orang tuanya yang masih berpegang teguh akan kesempurnaan. Padahal, tidak ada kesempurnaan yang bersifat mutlak.
Setelah menghela napas samar dan berusaha mengendalikan amarahnya, Hobie pun menjawab. “Masalahnya sebenarnya ada di mana? Selama benihnya dariku dan istriku tetap sebagai calon ibu dari anak-anakku, segalanya tidak ada masalah,” jawab Hobie enteng. Solusi terbaik yang masih bisa dilakukan tanpa merugikan berbagai pihak. Bahkan melukai pihak mana pun.
Akan tetapi, pemikiran Hobie yang terlampau sederhana terlalu bertentangan dengan kedua orang tuanya sendiri. Hingga dengan tegas Alex pun menyatakan,
KAMU SEDANG MEMBACA
Retrouvaille
FanfictionJika makna dari kesempurnaan itu bisa bergeser sedikit saja, mungkin segalanya tidak akan menjadi sulit. "Kumohon jangan mati!" "Hobie!" Warning 18+ Mohon bijak dalam membaca ya.