“Aku masih tidak mengerti dengan jalan pemikiran kedua orang tuamu, Alice.”
Pernyataan Jecky yang terdengar heran sungguh tidak membuat Alice bingung sedikit pun. Kedudukannya, menyadarkan dirinya akan posisinya yang hanya seorang adik bagi Hobie. Tidak terlalu ingin mempermasalahkan yang sebenarnya tidak bisa juga dibilang sebagai hal kecil. Terlebih suaminya yang masih terus mengambil sikap atas perlakuan ibunya beberapa waktu lalu. Terlihat dari bagaimana ibunya memperlakukan putri kecilnya yang masih begitu polos dan rapuh.
“Tidak perlu mengerti bagaimana jalan pemikiran mereka bekerja. Hanya perlu memahaminya saja,” jawab Alice dengan tenang, lebih memilih untuk mengalah. Masih memberikan atensi penuhnya pada putri tercintanya. Menyuapi bubur kentang bercampur saus keju di atasnya gang terlihat gurih ke dalam mulut mungil putrinya. Hingga dari aktivitas kecil tersebut, Alice mengukir seulas senyum kala putri kecilnya begitu tenang dan patuh terhadap dirinya. Sesekali, ia pun menyelipkan surai pendeknya yang hanya sebahu ke belakang telinga.
Jecky menghela napas kesal. Mencoba turut memahami setiap ucapan istrinya. Akan tetapi, ini bukan kali pertamanya. Begitu sering. Bahkan semenjak kepergian kakak iparnya dari keluarga Benetnasch, sungguh pemandangan dan sikap yang berhasil membuat Jecky merasa muak.
“Bagaimana pun, kau juga putrinya,” belanya berdasarkan kenyataan. Melanjutkan di tengah rasa amarahnya yang tentu berusaha ia tahan. Bagaimana pun, perlakuan ibu mertuanya terlalu mendiskriminasi keberadaan Alice sebagai istrinya. “Pewaris seorang Benetnasch. Bukan hanya kakakmu saja.Terlebih jika benar-benar kakakmu memiliki anak. Dari bagaimana ibu begitu mengharapkan kehadiran Hobie junior di tengah keluarga ini dan dari bagaimana ibumu memperlakukan putri kita, aku yakin setelah ini mungkin ia tidak akan menyisakan apa pun untukmu. Bagaimana putri kandung diperlakukan layaknya orang lain?”
Dengan deru napas yang memburu, Jecky tampak menggebu-gebu meluapkan amarahnya. Mempertimbangkan setiap ucapannya yang berdasarkan fakta yang terlihat. Berusaha memilih setiap kata yang hendak ia ucapkan agar tidak menyinggung perasaan Alice. Saat itu Alice hanya mengerucutkan bibirnya ke samping seolah mencerna setiap keluh kesah suaminya yang merasa tidak adil. Lalu bangkit berdiri meraih lengan suaminya mencoba menenangkan. Membiarkan putri kecilnya tetap berada di atas kursi makannya.
“Lebih baik tidak perlu terlalu mempermasalahkannya. Bukankah, lebih bernilai jika kita bisa meraih apa pun impian keluarga kecil kita tanpa bantuan keluarga?” ucapnya dengan tatapan teduhnya. Mengusap lengan suaminya dengan sayang hingga Jecky pun menoleh.
Seulas senyum tipis pun berhasil menggantung di salah satu sudut bibir sang pria. Bagaimana pun, sikap Alice yang begitu peka dan lembut seperti ini selalu berhasil meluluhkan hatinya. Semakin jatuh cinta, lagi dan lagi. Menenangkan ombak besar yang sedari tadi berkecamuk di dalam dadanya hingga tetap menyentuh bibir pantai dengan lembutnya.
Jecky pun mengulurkan satu tangan besarnya guna mengusap pipi wanitanya. Perlahan dengan lembut dan penuh kasih sayang. Mengantarkan gelenyar hangat perasaan yang begitu tulus.“Bagaimana kau masih bisa bersikap layaknya malaikat, ketika ibumu memperlakukanku layaknya seorang pengganggu, hm?”
Alice tersenyum tipis. Mengecup sekilas bibir suaminya yang tampak indah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Retrouvaille
FanfictionJika makna dari kesempurnaan itu bisa bergeser sedikit saja, mungkin segalanya tidak akan menjadi sulit. "Kumohon jangan mati!" "Hobie!" Warning 18+ Mohon bijak dalam membaca ya.