02. GARIS AKHIR

85 5 0
                                    


Amira mendengar suara keributan dari anak-anak yang lain pun juga ikut penasaran.

"Nay, katanya ada yang tertabrak, liat yok, gue penasaran."

"Tapi, masih hujan Mir, nanti seragam kita basah," tolak Nayanika.

"Please Nay, gue penasaran, ayo." Tanpa aba-aba, Mira langsung menarik tangan Nayanika agar mengikuti langkahnya.

"Mir, pelan-pelan!" ujar Nayanika berteriak.

Ia terpaksa mengikuti langkah kaki teman barunya itu, karena ditarik paksa.

"Iya-iya."

Setelah sampai di luar gerbang sekolah, Mira dan Nayanika menerobos masuk kedalam kerumunan yang sudah dipenuhi banyak orang dan sebagian anak-anak dari SMA Harapan Bangsa.

Mata Nayanika membulat sempurna, gadis itu kaget dan perlahan memundurkan langkah kakinya.

"Woy, hati-hati dong!"

Gadis itu menoleh ketika tubuhnya menabrak seseorang di belakang.
Bukannya meminta maaf, Nayanika malah  pergi meninggalkan kerumunan itu.

Nayanika terus berlari menjauh meninggalkan kerumunan, dirinya tidak peduli dengan seragamnya yang saat ini telah basah kuyup akibat guyuran hujan.

Pikirannya saat ini masi terbayang dengan seseorang yang tertabrak tadi.

"Ibu," panggil Nayanika.

Gadis itu berhenti dan mengatur napasnya terengah-engah. Bayangan yang ia lihat tadi begitu jelas, memperlihatkan seorang wanita dengan pakaian yang basah kuyup, serta goresan luka di sekitar tangan dan kakinya. Bahkan di keningnya mengalir sedikit darah kental yang menyucur sampai kepelipis wajahnya.

Nayanika terus berpikir keras, apa yang sedang dilakukan ibu butanya itu di depan gerbang sekolahnya.

"Nayanika."

Panggilan itu sukses mengeluarkan Nayanika dari dalam Pikirannya.

Nayanika menoleh dan mendapati Mira sedang berjalan ke arahnya.

"Lo kenapa ninggalin gue, sih," kesal Mira.

"Lagian lo ngapain sih, ngajakin gue kesana?"
Nayanika juga sama tidak kala kesalnya, untung saja ibu buta menyebalkan itu tidak melihat ke arahnya.

"Gue penasaran aja, lagian kasian tahu ibu itu, niatnya mau jemput anaknya sekolah tapi, malah kena tabrak. Mana ibu nya nggak bisa ngeliat lagi," lirih Mira, ia merasa iba melihat ibu yang tertabrak tadi.

"Lebay lo Mir, lagian luka ibu itu juga ringan kok. Enggak ada yang parah tu kayaknya," celetuk Nayanika.

"Iya sih, tapi, kan gue masi kasian."

"Tapi, yah, gue jadi penasaran, kira-kira siapa ya, anak ibu itu? Soalnya tadi gue sempat dengar, kata ibu itu anaknya satu sekolahan sama kita. Anaknya sekolah di SMA Harapan Bangsa."

Nayanika seketika terkejut mendengar ucapan Mira barusan.

"A-apan si Mir, nggak penting banget tahu ngurusin siapa anaknya ibu itu," celetuk Nayanika gelagapan.

"Ya, gue cuma mau tau aja. Pokoknya gue harus cari tahu siapa anak dari ibu itu," tegas Mira.

Nayanika membelalak, seketika dirinya merasa cemas dan was-was. Ia takut jika Mira benar-benar akan mencari tahu tentang anak ibu itu. Kalau ketahuan bisa mampus Nayanika, ia tidak mau jika harus dibully lagi seperti waktu di SMP. Terlebih lagi ia baru saja memulai disekolah barunya.

Nayanika tampak kesal, ia memandang sinis teman barunya itu. 'Nih anak ngapain sih, mau cari tahu segala tentang anak ibu itu, anak ibu itu kan gue,' umpatnya dalam hati.

****

Nayanika duduk di kursi panjang di ruang tamunya, gadis itu terlihat bosan dan suntuk, sesekali ia mengambil posisi tiduran untuk membuat nyaman tubuhnya. Sudah hampir satu jam lebih dari kepulangannya, tetapi wanita buta yang ia tunggu itu belum kunjung pulang.

"Awas aja kalau pulang nanti. Bakalan aku marahin tu ibu!" gerutu Nayanika kesal.

Nayanika terus melangkah kakinya dengan maju lalu mundur, seperti kendaraan dijalan.

Ckkk! Kesalnya, ia berpikir kemana sipenabrak itu membawa ibu butanya itu pergi.

"Tapi, kalau wanita buta itu nggak pulang juga bagus kan?" tanyanya pada diri sendiri.

Nayanika sempat berpikir, kalau ibunya itu pergi ada bagusnya juga, ia tidak usah khawatir lagi untuk ketahuan oleh teman-teman sekolahnya. Lagi pula, ia juga akan terbebas dari ibu butanya itu, tidak ada lagi yang akan membuatnya marah-marah setiap hari. Bahkan ia juga tidak perlu lagi melihat wajah ibu menyebalkannya itu.

"Semoga aja deh dia nggak balik lagi kerumah ini," ucap Nayanika diiringi senyum bahagianya.

Sudah beberapa jam berlalu, bahkan langit siang pun kini sudah berganti malam. Nayanika terlihat tertidur pulas di kasur kamarnya.

Suara ketukan pintu terdengar jelas, membuat Nayanika samar-samar membuka matanya.

"Siapa sih, malam-malam ngetuk pintu ganggu orang tidur aja," gerutu gadis itu, lalu melanjutkan kembali tidurnya.

Tok tok

"Nayanika."

Tok tok

"Sayang tolong bukain pintu. ini ibu, Nak."

Ketukan pintu kembali terdengar jelas di telinga Nayanika, namun kali ini bersamaan dengan suara yang tidak asing terdengar di telinga gadis itu.

"Males banget ngebukain pintu. Biarin aja deh, sekali-kali ngerasain tidur di luar."

"Lagian siapa suruh pulang malem," tukas Nayanika.

Seolah tidak mendengar. Nayanika terus melanjutkan tidurnya, tanpa menghiraukan suara ibunya yang terus memanggil dari luar rumah.

Sementara di luar, terlihat Aruna senantiasa berdiri dan mengetuk pintu seraya memanggil nama putrinya itu. Wanita paruh bayah itu berharap jika putrinya mendengar dan segera membukakakan pintu.

Namun, sudah satu jam berlalu. Tidak ada sahutan sedikitpun dari dalam, Aruna tidak ada harapan lagi untuk dibukakan pintu. Wanita itu mulai meraba-raba dan mengarahkan tongkatnya untuk meraih kursi yang berada di teras rumahnya.

"Mungkin Nayanika sudah tidur," ujar Aruna, ia tersenyum ketika mengingat kembali bagaimana menggemaskannya Nayanika bayi sedang tertidur pulas.

Aruna saat ini duduk di kursi teras rumahnya, ia memeluk tongkat dan menggosok sekitaran tubuhnya yang terasa dingin, bahkan baju Aruna yang semula basah kuyup kini telah kering di badannya. Wanita itu merasa kedinginan, ditambah lagi cuaca angin malam yang saat ini semakin dingin karena hujan deras tadi.

"Auw," ringis Aruna.

Tanggannya menggapai kening yang sudah berbalut perban itu. Ia merasakan pusing serta perih di bagian keningnya.

****
Sinar bulan kini telah berganti dengan sinar mentari. Kehangatan serta cahaya mentari, menelusuk menyinari wajah seorang wanita yang saat ini tengah tertidur di kursi teras rumahnya.

Mata Aruna mulai mengerjap dan kemudian membuka matanya perlahan. Menyadari jika semalam dirinya tidur di luar, Aruna kembali mengetuk pintu rumahnya.

Tok tok

"Nayanika, ini ibu, nak."

"Tolong bukain pintu sayang, ibu mau masuk."

"Iya-iya, tunggu!"

Akhirnya suara sahutan itu terdengar dari dalam rumah, Aruna begitu bahagia ketika mendengarnya.

"Nayanika, akhirnya kamu bukain pintu juga sayang."

Aruna langsung memeluk putri kesayangannya, ketika mendengar suara pintu telah dibuka.

"Lepasin Bu!" Nayanika dengan kasar melepas pelukan dari Aruna.

"Enggak usah drama deh. Nggak capek apa?" ucap Nayanika begitu kesal, selain buta ibunya ini juga suka berdrama.

Nayanika menelisik ibu butanya ini, wanita itu terlihat lusuh dengan keadaan kening dan tangan yang sudah terbalut perban.






GARIS AKHIR ~SUDAH TERBIT~Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang