19. GARIS AKHIR

35 3 0
                                    

Nayanika terduduk lesu, matanya berkaca-kaca mulutnya membisu, ia mengingat semua perlakuan yang selama ini ia lakukan kepada ibunya.

"Kakak saya rela memberikan semua kebahagiaannya untuk kamu, dia rela mengorbankan semuanya, Nayanika," ujar Arunika dengan isak tangisnya.

"Sekarang kakak saya sedang kritis, dia perlu donor darah dari kamu, saya mohon tolong selamatkan Kakak Saya,"

"Saya mohon," lirih Arunika, ia memohon di depan keponakannya itu.

Nayanika menghapus kasar air mata yang turun membasahi pipinya, gadis itu beridiri dan menghampiri Dokter tadi. "Dok, saya mau donorin darah saya untuk ibu saya Dok."

"Saya mohon selamatkan ibu saya, Dok," lirih gadis itu.

"Baiklah, ayok ikut saya." Dokter itu mengajak Nayanika masuk ke dalam ruangan.

Setelah mendonorkan darah pada ibunya, Nayanika di hampiri oleh Amara, gadis itu terlihat emosi, ia dengan angkuhnya menampar Nayanika.

"Benar-benar anak nggak tahu diri kamu Nay!" hardik Amara, sementara Nayanika meringis setelah mendapat tamparan dari Amara.

"Tante Aruna itu sayang banget sama kamu, Nay! Tapi, apa yang kamu lakuin sekarang! Aku beneran kecewa sama kamu Nay!"

"Kamu itu memang anak durhaka dan nggak tau diri, Nay! Seharusnya dari dulu aku sadar kalau kamu itu memang jahat dan nggak pantes untuk dibela!"

"Aku nyesel udah nutupin semua kebohongan dan kesalahan yang selama ini kamu lakuin Nay!"

Amara sudah cukup sabar selama ini, tapi kali ini ia tidak bisa lagi menahannya dan memaklumi semua tindakan gadis itu, perlakuan Nayanika benar-benar kelewatan.

"Gue minta maaf Ra, gue juga nyesel udah ngelakuin semua ini," jawab Nayanika.

"Tapi penyesalan kamu udah nggak ada gunanya, Nay,"

"Orang-orang udah pada tahu semuanya, mereka semua udah terlanjur kecewa sama kamu," lanjut Amara.

"Gue tau Ra, gue salah, bahkan kata maaf dari gue juga nggak cukup untuk membalas semua perbuatan gue, gue cuma mau memperbaiki semuanya, Ra," jelas Nayanika, ia berharap jika Amara bisa memaafkannya.

"Aku nggak bisa Nay, aku nggak bisa maafin semua kelakuan kamu yang udah buat tante Aruna seperti sekarang!" ucap Amara, sebelum ia pergi meninggalkan Nayanika.

Nayanika menatap kepergian Amara, air mata yang sedari tadi ingin keluar, kini menumpahkan airnya.

"Lo benar Ra, gue memang anak durhaka, gue jahat, gue udah nyelakain ibu kandung gue sendiri!"

****

"Amara, gue mohon maafin gue Ra," ujar Nayanika pada Amara, saat ini mereka tengah berada di dalam kelas.

"Udah berapa kali aku bilang, aku nggak mau maafin kamu Nay, aku udah kecewa sama kamu,"

"Aku tau aku salah, Nay. Tapi, aku mohon, tolong maafin aku,"

"Aku nggak bisa Nay, kamu udah nyelakain tante Aruna sampai dia koma seperti ini, perbuatan kamu itu udah kelewatann Nay!" teriak Amara dengan penuh kekesalan Amara, ia muak mendengar kata maaf dari mulut gadis itu.

Mira yang mendengar ucapan Amara langsung mendekat, ia tidak menyangka jika Amara bisa perbuat seperti itu.

"Lo benar-benar keterlaluan ya, Ra! Lo nyelakain ibu kandung lo sendiri sampai dia koma? Sebenarnya lo ini manusia atau iblis sih!" Mira menggeleng tak percaya.

"Itu ibu lo sendiri Nay! Ibu kandung yang udah ngebesarin lo selama ini, lo jahat banget ya!"

Askara, Shaka dan juga Sharukhan yang mendengar itu juga tidak menyangka jika Nayanika bisa berbuat senekat ini.

"Lo memang anak durhaka, Nay! Lo jahat sama ibu kandung lo sendiri!" Sharukkhan ikut menimpali.

"Gue bahkan nggak nyangka lo bisa ngelakuin semua ini Nay, lo buat kita semua kecewa," tambah Shaka.

"Lo benar-benar kelewatan Nay." Askara benar-benar kecewa, apa yang Nayanika lakukan membuat Askara sedih, ia tidak menyangka jika Nayanika bisa melakukan semua itu.

"Gue emang anak durhaka, gue emang jahat. Tapi, ada alasan kenapa gue ngelakuin semua itu," jawab Nayanika.

"Gue selalu iri sama kalian yang keluarganya lengkap, gue juga selalu iri sama kalian yang mempunyai orang tua sempurna, sementara gue?" Nayanika menyeka air matanya, sebelum ia melanjutkan ucapannya.

"Gue selalu dibully karena punya ibu yang buta, gue juga nggak tahu salah gue di mana? Apa karena ibu gue buta? Mangkanya gue selalu dibully? Apa karena itu gue nggak berhak untuk bahagia?" lanjut Nayanika.

"Terutama lo, Ra." Nayanika memandang wajah sepupunya. "Dari kecil gue selalu iri sama lo Ra, gue iri kenapa lo punya segalanya. lo punya Mamah yang sempurna, lo juga punya Papah yang bisa ngejagain dan ngelindungin lo, sementara gue, gue nggak punya semua itu, Ayah gue udah meninggal Ra, gue nggak punya tempat untuk berlindung lagi, bahkan untuk ngejagain dari orang-orang yang ngebully gue pun gue nggak ada, dan gue yakin, lo nggak bakal tahu gimana rasanya jadi gue!"

"Kalian nggak akan pernah tahu rasanya jadi gue! Kalian nggak akan tahu gimana rasanya dijahuin sama teman-teman! Kalian nggak akan tahu gimana rasanya sendirian dan nggak punya teman! Bahkan rasanya dibully satu sekolah pun kalian nggak akan pernah tau!"

"Kalian cuma bisa memandang orang dari tindakannya tanpa ingin mencari tau sebab dan penyebabnya! Bagaimana bisa kalian langsung menyimpulkan jika orang itu jahat? Kalian cuma bisa berkomentar layaknya orang paling baik dan benar!"

"Seharusnya sebagai teman dekat gue! Kalian bisa ngertiin posisi gue saat itu! Tapi, jangankan untuk ngertiin! Bahkan di saat gue ingin menjelaskan semuanya kalian nggak mau dengarin gue!"

"Gue kira kalian memang teman yang baik buat gue! Tapi, sikap kalian tadi udah menjawab semuanya! Ternyata gue salah menilai kalian semua!" Nayanika menggeleng tak percaya.

Nayanika menatap Mira, ia mendekati sahabatnya itu."Terutama lo, Mir! Lo bilang kalau kita itu sahabatan! Tapi, setelah lo tahu semua tentang keburukan gue lo langsung ngejauhin gue, apa itu yang lo bilang sebagai sahabat?"

Setelah mengatakan semuanya Nayanika langsung pergi, sementara semua teman-temannya dibuat bungkam, apa yang dikatakan Nayanika benar, bahkan mereka saat ini tengah menyesali perbuatan mereka karena sudah berbuat seperti itu kepada Nayanika, seharusnya mereka bisa mendengar terlebih dahulu penjelasan dari gadis itu.

****
Nayanika menangis di sepanjang koridor, banyak sekali yang ia pikirkan saat ini, ia mengkhawatirkan kondisi ibunya dan juga meratapi nasibnya sekarang.

"Nah ini, nih! Anak yang durhaka kemarin," ucap Septi, entah kenapa gadis itu selalu datang dalam waktu yang tidak tepat.

"Ya ampun, kamu kenapa? Kok nangis? Di jauhin teman-temannya ya?" ucap Septi seolah peduli, kemudian tertawa.

Nayanika menyeka air matanya, "Gue nggak ada waktu buat ngeladenin kalian!" Nayanika ingin beranjak, tetapi i dihentikan oleh Septi dan teman-temannya.

"Mau kemana lo? Gue masi belum selesai sama lo!"

"Gue mau pergi!"

"Gue nggak akan biarin lo pergi gitu aja." Septi mencengkram tangan Nayanika.

"Lepasin, gue mau pergi!" Nayanika membrontak,

"Lepasin dia!" Suara bariton itu mengalihkan atensi para gadis itu.

GARIS AKHIR ~SUDAH TERBIT~Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang