24. Roti buaya

270 60 29
                                    

SELAMAT MEMBACA KISAH HARSA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SELAMAT MEMBACA KISAH HARSA

---
"Maksudnya gue lucu kayak bunda, bukan kayak buaya."
---

Harsa mengetuk pintu ruangan rumah sakit, membukanya perlahan sambil mengucap salam. Kemudian cowok itu langsung mendapati Mitha yang tengah memotong kuku tangan bapak yang sedang duduk di tepi ranjang. Rambut gadis itu terurai panjang yang masih setengah basah, tampaknya ia baru sudah keramas. Lalu ada ibu yang baru saja selesai solat asar.

Harsa langsung senyam-senyum sambil menenteng sebuah keresek putih berukuran besar di tangannya.

Di ruangan yang bernuansa putih ini, kemudian laki-laki itu mengangguk sopan seraya sun tangan kepada ibu dan bapak Mitha.

"Assalamualaikum buk, pak. Saya Harsa teman sekelas Mitha," ucapnya terdengar manis sekali. Beda 180° dengan sikap aslinya yang Mitha tahu. Kali ini cowok itu terlihat sangat manis dan kalem. Harsa memang cocok bermain sinetron, aktingnya bagus sekali. Habis ini tolong siapapun rekrut Harsa menjadi aktor!

"Waalaikumsalam. Oh iya, ini nak Harsa yang pernah Mitha ceritain," kata ibu membuat Harsa semakin cengar-cengir. Mitha jadi yakin, pasti cowok itu pikirannya sudah kemana-mana.

"Lo curhatin gue ke nyokab lo Mit?"

Nah kan!

Mitha langsung memutar bola matanya malas, ibu sebenarnya jadi bingung kemana arah pembicaraan mereka sekarang. "Mitha waktu itu cerita ke ibu kalau dia kerja kelompok di rumah nak Harsa," kata ibu menjelaskan.

"Oh, itu. Kirain cerita apaan bu," jawab Harsa yang diakhiri dengan cengirannya.

"Ngomong-ngomong, saya bawa ini bu," kata Harsa sambil mengeluarkan roti buaya dengan ukuran yang cukup besar dari kantong plastik yang ia tenteng sejak tadi. Mitha heran, ibu juga heran, bapak apalagi.

"Roti buaya buat siapa?" tanya Mitha.

"Kalau bapak boleh makan roti coklat, ya buat bapak. Kalau gak boleh, ya buat lo sama ibu aja Mit," jawabnya dengan santai. Kemudian ia menyodorkan roti buaya jumbo itu kepada ibu.

"Ya maksud gue kenapa harus roti buaya sih, Har?" Mitha tidak kuasa menahan tawanya.

"Ini maksudnya apa ya nak Harsa? kok bawa roti buaya segala?" ibu cengar-cengir juga. Habisnya baru kali ini ada yang datang jenguk malah dibawain roti buaya, walaupun ia juga berpikir kalau ada orang yang datang menjenguk lebih baik tidak usah repot-repot bawa buah tangan segala.

"Nak Harsa, kamu tau tidak kalau bawa roti buaya tandanya apa?" bapak ikut bertanya karena sejak tadi sudah gagal paham, ia juga sebenarnya menahan untuk tidak tertawa. Dengan napas yang tersengal-sengal, akhirnya bapak ikut bicara.

Harsa malah menggelengkan kepalanya dan kelihatan bingung, semakin membuat Mitha tertawa.

"Biasanya roti buaya itu sebuah simbol di hari pernikahan adat betawi, seserahan dari mempelai pria untuk mempelai wanita. Jadi kamu datang kemari mau melamar putri saya?" kata bapak yang membuat Harsa terkejut, sekaligus malu. Sudah pede ngeluarin roti buaya, malah disangka mau ngelamar.

"A-anu pak, buk, Harsa gak tau. Soalnya roti buaya ini juga disuruh bunda kok yang bawa," ucap Harsa mencari pembelaan. Memang betul sebelum cowok itu berangkat dan pamit kepada bunda yang katanya mau jenguk bapak Mitha yang lagi sakit, bunda malah nyuruh Harsa buat bawa roti buaya yang kebetulan habis ia beli. Harsa sih iya-iya aja langsung bungkus rotinya pake kresek gede.

"Bunda lucu ya?" kata Mitha, gadis itu kembali tertawa.

"Kayak gue," sahut Harsa.

Mitha langsung terdiam, kemudian gadis itu menoleh pada Harsa. "Buayanya?"

"Maksudnya gue lucu kayak bunda, bukan kayak buaya."

Ibu hanya geleng-geleng kepala, walaupun agak aneh tapi pemberian Harsa tetap iya terima. Bapak dari tadi nahan ketawa melihat gelagat Harsa yang salah tingkah, malu, pokoknya campur aduk. Tidak disangka pertemuan pertamanya dengan kedua orang tua Mitha begitu memalukan. Pengin rasanya ia tarik kembali roti buaya itu dan lebih memilih beli lagi yang lain. Tapi cowok itu ingat pesan bunda kalau mengambil kembali apa yang sudah kita beri itu namanya pabalik letah. Kalau kata orang tua dulu sih pamali, namun menurut pandangan kita saat ini ya tidak sopan saja.

Semenjak kehadiran Harsa di sini menjadikan suasana lebih cair. Ada saja lelucon-lelucon yang cowok itu lontarkan hingga membuat mereka tertawa. Sebenarnya Mitha khawatir bapak kembali sesak karena ia sudah banyak tertawa, tapi senang juga keluarga mereka yang sudah lama tidak seceria ini.

"Harsa ini berapa bersaudara?" tanya ibu.

"Lima bu, kebetulan saya anak sulung," jawab Harsa.

"Adik-adik kamu banyak ya..," ucap ibu sambil manggut-manggut.

"Iya soalnya kedua orang tua saya punya motto banyak anak banyak rejeki bu, tapi ya tetap aja ayah kewalahan katanya kalau semua anak-anaknya lagi banyak maunya," kata Harsa terkekeh.

Mitha hanya mendengarkan obrolan-obrolan ringan ibu bersama Harsa. Sedangkan bapak baru saja minum obat, ia diminta untuk istirahat. Sebelumnya bapak sempat bertanya sama Harsa, "kamu laki-laki jagoan bukan?" cowok itu bingung mau jawab apa, jagoan seperti apa maksdunya. Tapi Harsa dengan yakin menjawab, "jagoan pak." selanjutnya bapak cuman mengangguk mantap dan mengacungkan jempolnya.

Bapak sama Harsa kalau digabungkan kayaknya bakal sering ngobrol hal yang tidak penting.

Waktu sudah melewati magrib, Harsa memilih untuk solat di masjid. Selepas cowok itu solat, ia pamit pada Mitha dan kedua orang tuanya untuk pulang.

"Pak, bu, Harsa pamit pulang dulu ya. Jangan lupa dimakan roti buayanya hehe. Kalau untuk sekarang Harsa belum siap ngelamar anak ibu, bapak. Gak tau kalau nanti," ujar Harsa sambil cengengesan. Ibu menepuk pelan pundak Harsa saat cowok itu salim padanya, "kamu bisa aja," katanya sambil tersenyum.

Bapak lagi-lagi terkekeh dengan suaranya yang mulai serak disertai batuk ringan, ia juga menepuk-nepuk pelan pundak Harsa. "Hati-hati ya jagoan!"

Harsa tertawa mendengar bapak menyebutnya jagoan. Setelah itu Harsa benar-benar pergi diiringi Mitha yang mengantarnya hingga ke depan pintu ke luar.

"Mit, gue pulang dulu. Kalau kangen tenang aja kok besok kita ketemu di sekolah, tapi kalau udah gak tahan lo tinggal telpon atau vc aja," ujar Harsa percaya diri, Mitha cuman mendelik dan menatap cowok itu dengan kesal. Tapi seperti biasa, Harsa cuman cengar-cengir doang.

Selepas Harsa pergi, Mitha menyisakan senyumnya di bibir. Mengingat tingkah ajaib Harsa yang tak pernah sama sekali gadis itu duga. Kadang pikirannya juga tersita oleh pernyataan Juno beberapa hari yang lalu-- sebetulnya apa benar cowok itu menyukainya saat ini? Dan apakah Harsa sendiri tahu bahwa temannya itu suka padanya?

Akhir-akhir ini banyak sekali yang gadis itu pikirkan, terkadang juga ia merasa bahwa kedua cowok itu hanya mempermainkannya saja. Namun tak bisa ia pungkiri, bahwa sebagian besar otaknya itu kini dipenuhi oleh Harsa.

---





tim harsa mitha jangan lupa vote dan komen
tim juno mitha? ya tetap vote dan komen lah! 😡
JANGAN SIDERS HUH!

btw aku bru tau kalau ternyata bab 22 kemarin tuh gaada notifnya, mgkin krna prnh aku unpub trs ku publish lgi. jdi ada yg bilang ke aku klo dia lgsg baca bab 23 dan jd ngrasa ga nymbung huhu. pdhal bab 22 nya ada lohh

Harsa | Lee Haechan [completed] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang