15. Hamdam dan operprotektifnya.

9.4K 619 9
                                    

Ini semua karna Kak Aira, dan kak Reza, setelah mereka menikah dan sekarang mengurus anaknya si cantik  Aisyah Alzahra Lowis, aku di titipkan kepada Mas Hamdam, yang sudah aku anggap sebagai Kakakku juga kebetulan kami satu kampung, biasanya dia tidak terlalu operprotektif begini tapi setelah kak Aira,  Ibu, Bapak memberikan sepenuhnya penjagaanku padanya dia sangatlah cerewet. seperti sekarang ini aku berdiri di depan lobby kantor, melipat kedua tanganku di depan dada memandangnya dengan jengkel berani beraninya dia datang terlambat.

Aku melihat penampilannya yang biasanya ferfek sedikit kacau, bahkan sangat kacau, kenapa? ohh!, aku tahu ini pasti menyangkut Bilqis perempuan yang memporak porandakan pikiran seorang Hamdam, pikirku tepat sasaran.

Aku berencana membantunya, agar si Bilqis, Bilqis itu sadar siapa sebenarnya yang dia cintai, enak saja mempermainkan Mas_ku yang baik hati ini.

Mas Hamdam, keluar dari mobil sedan hitamnya, membukakanku pintu, tapi aku acuhkan masi merajuk, tahu aku sedang merajuk, dia segera berjalan kearahku, meraih ujung tangan kemejaku, mencoba menuntunku masuk kedalam mobil.

Ini yang membuatku kagum padanya, dia sangat menghargai perempuan, walau pun bukan mahramnya.

Tapi aku tetap bergeming pada posisiku, membuat pegangannya terlepas dari ujung tangan kemejaku.

Dia memandang ku, frustasi, membuang nafasnya gusar, berjalan menjauh dariku, kearah mobil, membuatku cemberut, aku di acuhkan.

Aku melihat Mas Hamdam, membuka pintu penumpang mobilnya, sedikit menunduk, dan mengeluarkan malaikat kecil dari sana, Aisyah Alzahra Lowis, dengan rambut Dora yang sedikit berantakan, dengan pipi tembemnya yang memerah, pertanda dia baru bangun dari tidurnya, membuatku memekik girang di tempatku, tapi mengingat tentang acara merajukku, aku membuang wajahku kesegalah arah, dan tampa sengaja pandanganku, pertemu dengan mata tajam Rangga.

"Bunda..., jangan merajuk lagi dong, Ayah, enggak sengaja tellatnya...", kata Mas Hamdam dengan suara suara yang di buatnya, meneol neol bahuku, dengan tangan Aisyah, membuat pandanganku dengan Rangga terputus.

Aku mengalihkan pandanganku kearah Aisya yang sedang tersenyum memamerkan gigi putihnya lucu, dan wajah Mas Hamdam yang sedang cemberut memohon, membuatku geli melihatnya, segera meraih Aisyah kedalam gendonganku, menciumnya, secara bertubi tubi, membuat tawanya pecah karna kegelian.

"Haha... Bundaaa... Aisyah.. minta ampun Bunda haha..", keluhya dalam gendonganku, menggeliat geliatkan tubuhnya geli.

"Cieee... ciee... keluarga bahagiah, gue di tinggal dengan pekerjaan sebejibun!!", pekik suara yang tidak asing lagi dengan pendengaranku Diana, yang di akhiri dengan nada merajuknya, menghentikan aksiku menggelitik Aisyah dengan ciumanku.

"Auntiyy... Dina..!!", pekik suara cedel Aisyah melihat Diana di depan kami.

"Hi sayang... sayang,  Auntiy... apa kabar??", tanya Diana, mencium pipi tembem Aisyah.

"Baik Auntiyy...", balas Aisyah riang.

"Kami harus segera pergi Diana", kata Mas Hamdam memutuskan percakapan Diana dan Aisyah, menunjuk deretan mobil mobil, di belakang mobil mas Hamdam yang segera di angguki oleh diana mengerti.

"Diana duluan, Assalamu alaikum..", kataku dan Mas Hamdam secara bersamaan.

"Waalaikum salam, hati hati..", jawab Diana.

"Dada.. Auntiyy..", teriak Aisyah dalam gendonganku.

"Apakah ini balasan untukku, karna telah mengacuhkannya dulu?", tanya, suara hati seorang dari ujung sana..

***

"Kenapa Mas?", tanyaku, saat Mobil meninggalkan perusahaan, membelah jalan ibu kota, Aisyah sedang asyik bermain boneka Berbinya di dalam pangkuanku.

Raniah Hanum Suparman 2 {Story 8}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang