19. Pembicaraan absurt dengan Diana.

8.8K 661 25
                                    

Assalamu alaikum.. Dear pembaca, Author datang lagi nih , semoga pada suka yah sama cerita Author.

Selamat menjalankan Ibadah puasa...

Happy Reading...

****

"Jadi loh ingin pindah gitu!", kata Diana, meyakinkan dirinya sendiri, entah yang kesekian kalinya, duduk dengan tenang di depan kursiku.

"Iya", jawabku cuek, serius pada berkas berkas yang aku baca, entah sekian kalinya juga.

"Ya ampun Raniah!, aku serius kau ingin berhenti dari pekerjaanmu, pekerjaan yang sekian tahun loh impi impikan!", pekik Diana berteriak penuh emosi, tidak lupa menggebrak meja kerjaku keras, membuatku kaget, mengalihkan pandanganku dari dokumen yang aku baca kearahnya.

"Gue sudah memutuskannya Diana, sekali gue bilang iya, jawabanya tetap iya, tidak akan berubah menjadi F", tegasku pelan, membuat Diana menghela nafasnya frustasi.

"Jadi gue udah enggak punya teman dong, jika loh benar benar pergi..", balasnya lesu, duduk kembali pada kursinya, setelah aksi marahnya tadi.

"Cih...!!, kayak loh enggak punya teman, di mana tuh teman teman gosip loh, di setiap persimpangan ada", kataku sengkertaris, yang di jawabnya dengan cengiran olehnya.

"Tapikan loh beda", kilahnya, pelan.

"Ia beda, karna hanya gue bos yang bisa loh perintah!", baru saja dia akan menyelanya, aku kembali menyambungnya, "kita masih bisa berkomonikasi lewat bbm, chat, email, dan telefon Diana...".

"Baik lah jika itu sudah keputusanmu..", katanya  mengalah, walaupu tidak ikhlas, membuatku bernafas legah, panjang urusannya jika sudah berhadapan dengan orang di hadepanku ini.

"Kalau Nikah undang undang yah..", serunya, kemudian.

Tuh kan, penyakitnya kambuh!.

"Insyaallah Diana....", jawabku sekenanya.

"Memang sudah ada calonnya?", balasnya, bertanya dengan
Wajah bloon, entah pura pura bertanya atau serius.

Membuatku menepuk jidatku pelan, sengkertaris, melebih lebihkan keadaan, bisa cepat tua aku jika berbicara dengannya.

"Jika memang ada laki laki yang baik agamanya, baik hatinya, menyayangiku dengan apa adanya aku, dan  berani memintaku kepada Bapak dan Ibu, insyaallah akan gue terima..", jawabku penuh keyakinan, setelah terdiam kami.

"Kenapa kau seyakin itu?", tanyanya penasaran.

"Insyaallah..., pilihan Ibu dan Bapak yang terbaik untukku, mana mungkin keduanya, menjerumuskan ku", jawabku mantap memandang Diana yakin.

"Seandaiya nih yah!, seandainya.., kalau laki laki itu, laki laki yang kau tidak cintai, miskin, dan jelek, hidup pula!!, bagaimana?", berondong Diana, menekan bagian akhirnya, sangat mendramastis.

Membuatku tersenyum manis kearahnya, membuatnya pura pura megidik geri kearahku.

Aku tahu maksud Diana dengan baik, tidak memojokkanku.

"Aku akan menerimanya dengan tangan terbuka yang penting dia bisa menuntunku, kejalannya, Asa wal jalalah.., harta, kami bisa mencarinya bersama, masalah cinta?, dia akan akan datang dengan sendirinya..", akhirku, menjawab semua pertanyaannya.

Aku melihat Diana, memandangku tabjuk, sekaligus menggeleng gelengkan kepalanya, mendramastis, "Loh memang manusia paling antik yang pernah gue kenal.., enggak neko neko, andai gue masih punya abang jomlo, pasti gue suruh dia ngelamar loh..", keluhnya, tidak lupa menyengir, kearahku.

Raniah Hanum Suparman 2 {Story 8}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang