14. pertamakali bertemu ayah

268 57 1
                                    

Seharusnya Sayan memang diperbolehkan pulang hari ini, tapi tiba-tiba kondisinya mendadak jadi tidak stabil. Dia sempat pingsan saat Adri meninggalkannya sendirian untuk pergi sebentar. Itu sebabnya Adri merasa sangat menyesal karena mendapati Sayan tak sadarkan diri, dengan selang infusnya yang terlepas dari punggung tangannya itu.

Sudah pasti Sayan kehilangan kesadarannya di saat di berniat meraih air mineral di atas meja, punggung tangannya yang terpasang oleh selang infus otomatis terlepas sendiri akibat tertarik secara paksa.

"Udah enggak usah terlalu dipikirin, Sayan juga udah enggak kenapa-kenapa lagi kok," kata Ragasa membantu untuk menenangkan Adri, dia juga datang ke sana dan mengetahui apa yang sudah terjadi karena Adri menangis saat itu.

Adri menoleh ke arahnya, kedua pipinya masih sembab. Matanya pun sendu, betapa besarnya Adri merasa bersalah karena kondisi Sayan sekarang. Tidak seharusnya dia meninggalkan Sayan tadi. Meskipun tidak terlalu lama, pastikan Sayan akan kesulitan jika sendirian.

"Seharusnya Sayan udah boleh pulang lho, Sa. Ini gara-gara aku beneran. Sayan berharap pulang hari ini."

Kemudian setelah mendengar perkataan dari Adri lagi, yang lagi-lagi menyalahkan dirinya atas apa yang sudah terjadi. Ragasa mengusap-usap punggungnya dengan lembut, mengatakan jika semuanya bukan kesalahan Adri. Sehingga dengan perlahan Adri pun merasa lebih tenang.

Sayan juga akhirnya sadar, dia menatap sekitar dan segera memanggil nama keduanya. Mereka lantas menatap ke arah Sayan bersamaan, dan juga mempertanyakan apakah dia baik-baik saja? Jawaban Sayan sudah semestinya tetap iya. Sesakit apapun itu Sayan hanya bisa mengatakan dia tidak kenapa-kenapa.

"Maafin aku, Yan. Gara-gara aku ninggalin kau sendirian. Pasti ayah bakalan marah," lirih Adri sudah siap jika nantinya Abin akan memarahinya untuk hal ini.

"Bukan salahmu lagian aku yang salah di sini. Aku terlalu memaksakan diri buat baik-baik aja, padahal aku lemah."

Mungkin saat ini kegagalan sedang menatap pada Sayan, menjamin bahwasanya dia akan kembali rapuh atas apa yang seringkali terjadi padanya. Tapi karena dia punya penguat, Sayan masih saja bisa bertahan. Meskipun begitu dia pun punya batasannya tersendiri untuk bener-bener kuat pada takdirnya.

Ragasa langsung menggenggam tangan Sayan, saat perkataan anak itu tidak semestinya di dengar olehnya. Sayan juga sadar atas apa yang dikatakannya, dia hanya di buat kelelahan. Sehingga mengatakan hal-hal yang tak seperlunya, karena penyakitnya itu Sayan jadi senantiasa mengeluh secara lebih terang-terangan lagi.

Setiap saat tangisan selalu tertahankan, dipaksa agar tidak kenapa-kenapa padahal sedang sangat terluka. Dan berakhir dalam penekanan, itu sebabnya kenapa Sayan tidak lagi memperindah kata pertahanannya.

"Sayan, apa kau menyerah? Apa kau benar-benar enggak mau sembuh," tanya Ragasa yang seketika membuat keadaan jadi sedikit menegang.

Yang diberikan pertanyaan hanya bisa diam sambil menunduk, sementara Adri menatap ke arah keduanya dengan kebingungan. Dia memang tidak tahu apa-apa di sini, tapi berusaha untuk terus ikut andil untuk membuat Sayan baik-baik saja.

Sayan lantas memberanikan diri menatap Ragasa, dia tersenyum sebelum memberikan jawaban. Apa boleh buat, dia memang sudah seharusnya mengatakan apa yang telah dirasakannya. "Bukannya aku menyerah, aku cuma enggak tau caranya bertahan," jawab Sayan dia memang sudah mengatakan hal yang sejujurnya untuk dikatakan.

Saat Ragasa hendak kembali mengatakan frasanya, pintu ruangan tersebut terbuka. Menampakkan dua pria baya yang masuk ke dalamnya, Adri mempersilahkan keduanya untuk masuk. Kemudian salah satu pria baya yang tidak mereka kenali langsung menatapi Sayan dengan berlinang air mata.

Tolong Berikan Cinta[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang