"Sayan, aku tau kau tadi sempat mimisan kan? Kau sebenarnya kenapa juga nyembunyiin semuanya dari aku?!" ucap Adri yang sedikit kesal pada Sayan.
Seseorang yang sudah di anggapnya sebagai saudaranya sendiri, justru memilih untuk tidak mengatakan apapun mengenai luka nya. Entahlah apa yang sebenarnya sedang di rencanakan, tapi jika rasa sakit tidak dapat di bagi agar tak begitu menyakitkan. Apa salahnya Sayan mengatakannya, itu pun bisa membuatnya sedikit lebih baik.
Sayan menatap Adri tanpa berniat membalas perkataannya. Dia terlalu malas, dan tidak beranggapan itu penting. Lagian dari mana Adri mengetahui nya? Padahal dia sudah memberitahu Ragasa untuk tidak memberitahu siapapun. Termasuk—Adri karena yang Sayan hindari adalah kalimat kebohongan, bertentangan akan kepedulian.
"Kau enggak harus tau," sahut Ragasa menarik pergelangan tangan Sayan dan mengajaknya pergi.
Sontak dia di buat terkejut akan perkataan Ragasa padanya, bisa-bisanya dia mengatakan hal sedemikian. Sementara kemungkinan besar Ragasa hanya mengetahui sebuah fakta bahwasanya Sayan merupakan saudara kembarnya. Dan itu tidak menjadi sebuah pertanyaan, kenapa Adri harus mengetahuinya.
"Aku ini kembarannya, aku pun harus tahu!"
"Kau bukan kembaranku, Adri! Berhenti mengatakan kebohongan seperti itu. Aku muak melihatmu, aku membencinya," kata Sayan yang membuat Adri bungkam.
Alvin yang ada di sana, segera menepuk pundak Adri dengan sangat lembut. Si kembar itu seringkali bertikai dalam pertengkaran kecil, ini sebenarnya tidak perlu di jadikan masalah. Hanya saja barangkali Sayan sedang tidak baik-baik saja untuk membuat, perasaan hatinya damai.
Seseorang akan melampiaskan sebuah amarahnya, tanpa berpikir bagaimana perasaan orang-orang yang tidak bersalah mendapatkan pelampiasannya itu.
Saat langkah Sayan dan Ragasa mulai menjauh dari mereka. Adri menghela napasnya, mengalihkan tatapannya ke arah lain serta berjalan dengan sedikit tertatih. Dia benar-benar peduli, dia tidak bermain-main dalam kepeduliannya itu. Tapi, sebanyak apapun dia mengatakan kepeduliannya pada Sayan. Cowok tampan itu hanya bisa meragukannya.
"Adri?"
"Gak papa, nanti aku kasih tau bunda," lirih Adri tersenyum di balik kurvanya yang sedikit bergetar.
Luka yang di sebabkan oleh lisan memang amat menyakitkan. Si peluka biasanya tidak akan mengingatnya tapi yang terluka terus mengingatnya sepanjang masa.
Kalimat di atas tidak menyatakan Adri melakukan kesalahan pada Sayan. Itu mengenai keadaan yang seringkali di rasakan oleh Sayan dari bunda nya sendiri, wanita baya yang di harapkan selalu memberikan kalimat-kalimat baik penuh makna. Yang rupanya tidak memperdulikan bagaimana ucapannya melukai sang putra.
Rasa sakit yang datang menghampiri akan memberikan pelajaran yang tak dapat berarti sama sekali. Bagi Sayan, rasa sakit adalah hal yang paling di bencinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tolong Berikan Cinta[✓]
Fanfiction𝐵𝑒𝑏𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑠𝑒𝑘𝑖𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔, 𝑝𝑎𝑠𝑡𝑖 𝑚𝑒𝑟𝑎𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑑𝑖ℎ𝑎𝑛. 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑒𝑟𝑖𝑡𝑎𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑛 𝑗𝑢𝑔𝑎 𝑝𝑒𝑠𝑎𝑘𝑖𝑡𝑎𝑛. 𝐻𝑎𝑛𝑦𝑎 𝑠𝑎𝑗𝑎 𝑚𝑢𝑙𝑢𝑡𝑛𝑦𝑎 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑙𝑢 𝑑𝑖𝑎𝑚 𝑡𝑎𝑛𝑝𝑎...