18 | ini bukan kesalahan, i killed him

347 46 0
                                    

Suasana di pekarangan rumah yang tidak berubah, dedaunan yang terjatuh akibat angin yang menerpanya. Sayan tersenyum, akhirnya bisa kembali pulang guna melepaskan segala kerinduannya.

Kemudian di sambut hangat oleh Adri dan juga Abin. Rasanya benar-benar menenangkan sekali, Sayan tidak menyangka bisa kembali dengan keadaan yang berbeda. Dia kini mendapatkan kebahagiaannya meskipun tidak di sangkut pautkan oleh sang bunda. Tidak apa-apa, setidaknya bisa merasakan kehangatannya di rumah tersebut Sayan sudah senang.

Mereka pun berada di dalam rumah, menikmati beberapa hidangan yang di sediakan. Dan Irana memang tidak ada di sana, kata Abin istirnya itu sedang pergi ke luar untuk membeli beberapa sayur-sayuran.

Awalnya semua keadaan masih terlihat baik-baik saja, Sayan yang mengukir senyumannya kepada Adri dan menceritakan beberapa hal yang menyenangkan dalam hidupnya. Serta mengatakan jika akan segera fokus pada kesembuhannya, siapa juga yang tidak senang. Sudah semestinya mereka senang mendengar kabarnya secara langsung dari Sayan.

Karena sedari dulu mereka memintanya agar Sayan harus sembuh. Tapi, karena tidak memiliki sebuah alasan untuk kehidupannya. Sayan selalu saja menolak. Dan sebenarnya itu wajar untuk dirinya yang tidak punya apa-apa di dunia ini.

Namun, keadaan juga sudah berbeda. Sayan memiliki seseorang yang memberikan cinta serta berbagai kebahagiaan. Sebasta sangat ahli dalam hal kepedulian. Sayan bisa mendapatkan segala-galanya dari pria baya itu.

Saat sedang fokus dalam menikmati hidangan, tiba-tiba saja suara seseorang mengambil alih keadaan.

"Itu mobilnya siapa, mas?" tanya Inara bersamaan dengan jatuhnya beberapa belanjaannya.

Bagaimana tidak, dia tentunya terkejut melihat Sebasta berada di depannya sekarang. Seseorang yang sudah diperingatkan untuk tidak pernah datang, dia pun tidak pernah terpikirkan tentang kemana perginya Sayan. Irana benar-benar tidak peduli. Tapi dia nyaris tak terpikirkan bahwasanya Sayan pasti pergi ke tempat dimana dia  seharusnya menetap.

Sebasta tidak enak perasaan karena Irana menatapnya dengan tajam sekali. Kemudian mencoba mendekat untuk mengatakan beberapa hal tentang Sayan. Ya tetap saja kan Sayan putranya. Jadi di harus meminta izin untuk mengambil alih hak asuh pada Sayan.

"Sebelumnya, kau pasti sangat terkejut ngeliat aku lagi. Tapi maaf karena aku datang tiba-tiba enggak ngasih tau ke kau Inara. Tepat sekali, aku datang untuk mengatakan akan membawa Sayan. Kau pasti tau alasannya," ujar Sebasta dalam penyampaiannya saja dia masih gelagapan. Karena pertemuannya kembali dengan Inara ini bukan perihal yang sebelumnya direncakan.

Tidak ada jawaban dari Inara, mata wanita baya itu memerah. Dia terlihat kesal sekali mendapati seseorang yang di bencinya datang dengan seenak hatinya saja.

"Kau tau sudah menghancurkan kehidupanku. Aku yang harus melahirkan seorang anak di usiaku yang masih remaja waktu itu. Dan juga membesarkannya sendirian! Kenapa kau datang. Kenapa kau enggak memperbaiki kesalahanmu terlebih dulu!" Sentak Inara mendorong tubuh Sebasta untuk menjauh dari hadapannya.

Kemungkinan memang tidak mudah untuk Inara terima. Keadaan ini barangkali sangat menyakitkan, dia terabaikan dan dia yang tak dibiarkan hidup bahagia setelah melahirkan putranya.

"Maafkan aku, tapi aku akan berusaha memperbaiki kesalahanku. Dengan membawa Sayan bersamaku, terimakasih sudah melahirkannya dan terimakasih juga sudah memberikan namanya Sayan."

Segala sesuatu yang semestinya dikatakannya sudah tersuarakan. Hanya inilah yang pada dasarnya yang ingin sekali Sebasta katakan jika dia kembali bertemu dengan Inara. Sebasta paham betul betapa kesulitannya Inara saat mengurus Sayan sendirian, tapi dia pun butuh waktu untuk benar-benar menemukan waktu yang tepat untuk melakukan apa yang ingin sekali dilakukannya.

Tolong Berikan Cinta[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang