Jika di bandingkan dengan hal buruk dan bahagianya di muka bumi ini. Maka Sayan akan mengatakan bahwasanya hal buruk lebih sering singgah. Dia juga berpikiran kapan hal terbaiknya bisa terasakan.
Meskipun sudah diberikan banyak sekali cinta oleh ayah kandungnya. Tetap saja Sayan masih mengharapkan cinta dari sosoknya seorang bunda. Wanita yang yang paling terkasih dalam kehidupannya itu. Mungkin Sayan memang bodoh, dia mengharapkan sesuatu yang tak semestinya di harapkan. Karena yang ada tetaplah sebuah rasa sakit setelahnya.
Kini Sayan sudah tinggal bersama ayahnya, Abin juga tidak mengatakan apapun mengenai keberadaan Sayan pada Irana. Lagian istrinya itu juga tidak menanyakan apapun tentang Sayan, itu tandanya Sayan memang tidak pernah berharga. Dia benar-benar terlupakan, dan nyaris tak di anggap ada.
Sebasta yang peka akan keadaan, dan sering melihat Sayan melamun sambil menatap benda pipih di tangannya yang menampilkan foto seseorang. Siapa lagi jika bukan bundanya—Irana.
Melihat semua itu entah kenapa Sayan sangat menyayangi bundanya lebih dari apapun. Padahal dia mendapatkan perlakuan buruknya setiap saat. Sebasta sudah mengetahui semuanya, sebab Abin sengaja menceritakan segala apa yang Irana lakukan pada putra kandungnya sendiri. Mungkin ini kesalahan, tapikan Sebasta juga berhak tahu agar dia tidak memberikan luka serupa pada Sayan.
"Sayan, mau jalan-jalan enggak," tutur Sebasta yang duduk di dekat putranya.
Cepat-cepat pula Sayan mematikan daya ponselnya. Dia selalu menyembunyikan sesuatu pada Sebasta apalagi jika dia sedang menatap wajah cantik bundanya itu. Sayan hanya tidak menyadari saja jika Sebasta tahu apa yang dilihatnya tadi.
"Bukannya enggak mau, Yah. Tapi Sayan kepengin di sini. Menikmati suasana tenang di rumah Ayah."
Mendengar apa yang dikatakan oleh putranya, Sebasta sangat memahaminya. Sayan memang tidak mendapatkan ketenangan. Ini juga sebab dan akibt oleh perbuatannya sendiri di masa lalu, yang kemudian berdampak buruk pada putranya itu. Pasti Sayan tidak sanggup menjalaninya, akan tetapi terpaksa dia jalani hingga akhirnya nanti.
"Sayan, kau merindukan bundamu bukan? Ayah sering ngeliat Sayan ngelihatin foto bunda di hp Sayan."
Atas perkataan itu pun Sayan tidak bisa mengelak lagi. Dan menganggukkan kepalanya untuk membenarkan apa yang telah terucapkan oleh Sebasta. Sebanyak apapun Irana menyakitinya, Sayan tidak punya alasan untuk membencinya pula.
"Ku harap ada waktu dan kesempatan untuk di cintai bunda," lirih Sayan matanya juga berkaca-kaca ketika dia mengatakan kalimat sedemikian.
Sebastablangsung memeluk Sayan pada dekapannya, mengelus-elus pelan punggungnya dan berusaha menenangkannya. Di sini Sebasta punya peran untuk anaknya, dia diharuskan membuat Sayan berbahagia bukan membuatnya terluka.
Kebenaran dari menjaga sesuatu yang sangat berharga, adalah akan kehilangan juga nantinya. Tapi, Sebasta masih punya kesempatan untuk menjaganya dengan memberikan banyak kebahagiaan serta menenangkan kehidupannya yang telah ramai oleh kalimat menyakitkan.
Jangan menyalahkan sesuatu yang ada dari perpisahan. Karena sejatinya manusia pantas untuk ditinggalkan. Dan mengerti jika manusia punya batasannya tersendiri.
Namun, Sayan rasa dia memang tidak sebegitu berharga di mata bundanya. Bahkan tidak pernah sama sekali berharga. Ya bagaimana lagi, kemungkinan memang seharusnya pergi tanpa memutuskan bertahan lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tolong Berikan Cinta[✓]
Fanfic𝐵𝑒𝑏𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑠𝑒𝑘𝑖𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔, 𝑝𝑎𝑠𝑡𝑖 𝑚𝑒𝑟𝑎𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑑𝑖ℎ𝑎𝑛. 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑒𝑟𝑖𝑡𝑎𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑛 𝑗𝑢𝑔𝑎 𝑝𝑒𝑠𝑎𝑘𝑖𝑡𝑎𝑛. 𝐻𝑎𝑛𝑦𝑎 𝑠𝑎𝑗𝑎 𝑚𝑢𝑙𝑢𝑡𝑛𝑦𝑎 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑙𝑢 𝑑𝑖𝑎𝑚 𝑡𝑎𝑛𝑝𝑎...