Bab 43 • Alasan Pindah

1.7K 152 41
                                    

Helloo..

Nih aku update, pasti kalian seneng kan😍

Sebelum baca komen hadir dulu yukk☝🏻

Spam komen nya janlup oke?!😉

Enjoy..

Typo? Tandain.

Pintu berwarna putih di ketuk sangat keras

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pintu berwarna putih di ketuk sangat keras. Ah, namun bukan di ketuk melainkan seseorang menggedor pintu itu menggunakan kedua tangannya. Sebelum pemilik rumah membuka, orang itu tidak akan berhenti melakukannya.

Rinda, membuka pintu rumah.

"MANA! MANA PEREMPUAN GAK BENER ITU?!" hardik Dona emosi.

Rinda hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat seorang nenek-nenek ini dengan tidak malunya datang ke rumahnya hanya untuk berteriak-teriak.

"Maaf, yang ibu maksud perempuan gak bener itu siapa ya? Di sini gak ada tuh perempuan yang kaya ibu omongin," imbuh Rinda dengan nada santai.

"Kamu ibu perempuan itu kan? Asal kamu tau aja, anak kamu itu membawa pengaruh buruk ke cucu saya!"

Percaya? Terkejut? Oh tentu tidak. Rinda sangat tau bagaimana anak semata wayangnya. Selama membesarkan Nala, ia tidak pernah mendengar ucapan-ucapan yang buruk mengenai Nala. Lantas alasannya apa, Dona dengan berani dan sangat lancang menyebut anaknya sebagai perempuan yang tidak baik.

Pintu perlahan akan Rinda tutup. Bukannya tidak sopan tapi tidak ada waktu untuk beradu mulut dengan Dona, hanya membuang-buang waktu saja.

Brak!

Dona dengan sekuat tenaga mendorong pintu itu. Membuat Rinda pun ikut terdorong dan terjatuh ke lantai. Meski usia terbilang sudah cukup tua, namun aneh tenaganya masih kuat.

Dona berkacak pinggang seraya berkata, "Saya belum selesai bicara ya!"

Kegaduhan yang di buat Dona tentu saja membuat tetangga ramai berdatangan dan siap menyaksikan bak layaknya sebuah film. Dan kehadiran seseorang yang nenek itu tunggu membuat tersenyum remeh, "Akhirnya perempuan gak bener ini datang juga."

"Bunda gapapa?" tanya Nala sangat khawatir.

Nala lebih dulu membantu bundanya untuk bangun. Matanya sudah mulai berair namun ia berusaha untuk menahan supaya harga dirinya tidak jatuh di hadapan Dona.

HAI NALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang