Sekarang Sherly sedang dalam perjalanan untuk pulang tentunya di antar oleh afan karena mobil Sherly tertinggal di parkiran sekolah.
"Kamu kenapa?" Tanya afan yang fokus memandang kedepan, ia sedang menyetir.
Tak ada jawaban dari Sherly.
"Hei kamu kenapa?" Kali ini afan menyentuh bahu Sherly.
"Is jangan nyentuh nyentuh" risih Sherly.
"Kenapa sih?" Tanya afan bingung.
"Lu kayak papa" singkat Sherly
Afan mengerem mendadak setelah mendengar perkataan Sherly.
"Kok kamu ngomongnya gitu" afan harap harap cemas.
"Papa juga suka marahin aku gajelas, sama kayak kamu tadi" ucap Sherly yang kini berkaca kaca.
Memori yang papanya lakukan kini kembali berputar pada kepala Sherly. Matanya memerah dan napasnya memburu, panik attack Sherly kambuh.
"Hei hei sayang gapapa" afan menenangkan Sherly dengan memeluknya erat.
"Ga Sri enggak, aku gasama kok kayak papa kamu. Aku janji gabakalan marah marah gajelas ke kamu" ucap afan sambil memeluk Sherly.
Taklama setelah afan mengatakan itu, Sherly mulai tenang dan pernapasannya mulai membaik.
"Maaf ya cantik" ucap afan sambil menghapus air mata Sherly.
"Ih mukanya kayak bayi" afan menggangu Sherly agar Sherly tertawa.
Sherly tidak tertawa tapi hanya mendorong muka afan dengan telapak tangannya.
"Ternyata berat ya Sri jadi kamu, kamu harus berurusan dengan papa kamu setiap hari. Tangan kamu ga pernah bersih dari luka, apa mental kamu aman sayang" ucap afan dalam hatinya.
"Turunin aku depan rumah yang warna hijau itu yah" pinta Sherly pada afan.
"Kenapa ga depan rumah" tanya afan.
"Lagi males ngeladenin papa" balas Sherly.
Seolah olah mengerti afan langsung saja berhenti tepat dimana Sherly inginkan.
"Kamu baik baik ya, kalau ada apa apa bilang ke aku. Aku akan selalu ada buat kamu" ucap afan sambil menatap Sherly.
Sherly membalas menatap tapi dia sambil memastikan tatapan afan itu tulus apa tidak.
"Okey" kata Sherly sambil turun dari mobil.
Papa Sherly menjadi tempramen saat mantannya bunda mengatakan bahwa Sherly adalah anaknya, tepat 2 tahun lalu. Sikap kasar mulai melanda kehidupan papa Sherly, setiap kali melihat Sherly ia akan kerasukan dan langsung saja menyerah tanpa ingat dan berfikir. Bunda telah mengatakan bahwa apa yang dikatakan mantannya itu tidak benar tapi apalah daya cemburu dan emosi telah menyerah batin serta mental, kini gadis cantik itu selalu saja bersalah dipandangan papanya. Sungguh naas bola nanti papanya tau dan sadar bahwa yang ia sakiti itu buah hatinya, putri satu satunya dan kesayangannya.
"Dari mana kamu" tanya pri bebadan tegap itu pada Sherly yang baru saja memasuki rumah.
"Rumah temen" jawab pelan Sherly, ia langsung menaiki tangga untuk ke kamarnya.
"Dasar anak kurang ajar, sama tuh sikap kamu kayak bapak kamu" teriak papa saat Sherly menghiraukannya.
"Apa apaan sih kamu, kapan kamu mau berubah. Devi itu anak kamu pa" ucap bunda yang kasihan pada Sherly.
"Bukannya anak mantan kamu yah" ucap kesal papa.
"Kamu bakalan menyesal pa, anak semata wayang kamu, kamu perlakuan kayak tahanan" jawab kesal bunda pada papa
"Oh" ucap enteng papa.
"Semoga kamu ga nyesel pa dikemudian hari" ucap bunda yang terasa sangat menyakinkan bila didengar.
Berbulan bulan telah berlalu, kini saatnya kelas XI untuk menghadapi ujian kenaikan kelas, tidak dipungkiri belajar dengan konsisten adalah kuncinya. Yang terbaik adalah saat ujian, semua terasa bersama, belajar bersama serta menghapal bermasa dengan teman teman.
"Kalau ujian ini nilai kamu jelek awas aja kamu" ancam papa pada Sherly yang baru saja menduduki pinggulnya dikursi makan.
Seolah moodnya hancur untuk menjalani ujian hari ini.
"Kamu bisa ga, gausah macem macem pagi pagi gini" ucap bunda yang merasa tidak enak mendengar ucapan papa.
"Devi pergi dulu" ucap Sherly berlalu begitu saja.
"Tuh liat, dia belum makan dari sore, sekarang dia mau makan kamu hilangin mood makan dia. Orang tua seperti apa sih kamu ini" ucap bunda sambil meninggalkan meja makan.
"Terserah" jawab papa yang melanjutkan makannya.
Afan dan Sherly tambah dekat kian hari, Sherly sudah tidak dingin seperti dulu. Kini ia hangat pada eby dan Nayla juga, tawa sering menghiasi wajah cantik Sherly. Tawa bahagia atau tawa menutupi kesedihan yang ditampilkannya, tidak ada yang tahu bahkan afan saja kurang lebih tidak tahu bagaimana a Sherly tertawa.