14 | Lo Suka Sama Dia?

57 1 0
                                    

Gedung HSIW sangat ramai dipenuh seluruh siswa-siswi. Dibawah panggung ramai dengan suara gemuruh, menyoraki peserta diatas panggung. Natasha yang berada di belakang panggung tidak berhenti menenangkan Icha ditempatnya. Setelah ini giliran Icha yang tampil, tapi temannya tidak kunjung berhasil mengendalikan emosionalnya.

"Tenang Chaa, tarik nafas dalam-dalam hembuskan. Lo pasti bisa. Gapapa kalo nanti lo ngelakuin kesalahan didepan, yang penting lo punya pengalamannnya. Percaya sama diri lo sendiri!" ucap Natasha menyemangati.

Icha menhembuskan nafasnya untuk yang kesekian, mengangguk.

"Bener Cha, lo pasti bisa. Percaya sama gue."

"Makasih kak."

Kali ini Icha bisa tersenyum saat Iqbal menyemangatinya. Entah sejak kapan dua manusia itu tiba-tiba menjadi sedekat ini. Natasha mencibir pelan.

"Peserta selanjutnya perwakilan dari 10 IPA 3, Ananda Revanicha Al-fachira."

Nama Icha sudah dipanggil. Natasha memberikan semangat terakhirnya dengan kepalan tangan. Iqbal melepar senyum menyakinkan. Icha menyanyikan lagu bagiannya dengan sempurna. Petikan gitarnya tidak ada yang meleset. Iqbal benar-benar mengajari Icha dengan sabar. Tepuk tangan meriah menutup penampilan Icha.

"Ah, leganya." Icha menghembus nafasnya dengan tersenyum.

"Gak nyangka ternyata temen gue bisa gini," Natasha tertawa, memeluk Icha memberi selamat telah sukses tampil.

"Sekarang giliran lo, semangat Nat. Kaya biasanya lo selalu berhasil."

Natasha mengangguk, ia menarik nafas panjang. Berjalan menaiki panggung saat namanya tadi sudah disebutkan. Panggung dalam posisi gelap, namun Natasha masih bisa melihat dimana ia harus memposisikan dirinya. Ia duduk, di depan sebuah piano. Sekali lagi menghembuskan nafas. Memberi kode bahwa ia siap.

Lampu dinyalahkan, tepat menyorot ke arahnya. Ia tersenyum tipis, tanpa ada pembukaan tangannya dengan lihai mulai memainkan not hitam putih. Menciptakan nada yang mengalun merdu.

Pada bagian reff Natasha memejamkan matanya. Bernyanyi didalam hati, seolah lagu itu benar-benar terjadi dalam kisah hidupnya. Sengaja Natasha tidak bernyanyi, dia takut ada yang mengenali suaranya saat dia bernyanyi dan membuka identitas keluarganya.

Wishing on dandelions all of the time
Praying to God that one day you'll be mine
Wishing on dandelions all of the time, all of the time
I'm in a field of dandelions
Wishing on every one that you'll be mine, mine

Namun, ternyata dia harus menunggu terlalu lama. Natasha membuka matanya. Ia merasa semua tatapan menuju ke arahnya. Tapi Natasha yang sudah biasa tampak merasa tenang. Hingga alunan nada itu berakhir, dan suara tepuk tangan juga menutup penampilan Natasha. Ia menunduk badannya sebagai kata terimakasih.

Kembali kebelakang panggung, berlari ke arah Icha memeluknya erat. Entah kenapa air matanya tiba-tiba menetes. Tapi, ia tersenyum berhasil membawakan lagunya dengan sukses.

"Lo berhasil Sha," ucap Icha mengelus punggung Natasha, "dia pasti bahagia kalo tau lo sekuat ini."

Natasha mengerti siapa 'dia' yang dimaksud Icha.

"Gue harap juga gitu." Pelukan keduanya terlepas. Natasha menghapus air matanya dengan senyuman lebar. Menguatkan hatinya sekali lagi.

Penampilan demi penampilan telah selesai ditampilkan. Jam menunjukkan pukul 14.48 WIB, hampir pukul tiga. Natasha dan Icha memutuskan untuk pulang ke rumah Natasha dan kemudian nanti malem mereka berangkat bersama-sama lagi untuk ke sekolah.

SWEET SEVENTEEN; Devano DanendraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang