18 | Sang Pelaku

53 3 0
                                    

Natasha sudah berdiri didepan sebuah ruangan, Icha disampingnya menemani. Dengan lancang ia membuka pintu tanpa mengucap salam atau sekedar mengetuk. Persis yang ia duga, pemuda itu ada disini. Tertidur dengan tenang diatas sofa empuk seolah terbuat khusus untuknya.

"Kak!" Panggilnya dengan suara keras.

Pemuda itu membuka matanya, sedikit menyembunyikan rasa terkejut kala ada orang lain di ruangan ini. Dia beralih duduk dari posisi baringnya, menatap kedua cewek yang seharusnya tidak boleh ada di ruangan ini. Ruangan yang hanya khusus untuk anggota organisasi intra sekolah.

"Natasha, lo udah sembuh?" Cowok itu justru bertanya lain.

Natasha mengacuhkan, ia tidak peduli dengan pertanyaan cowok itu. Dia hanya fokus untuk menyelesaikan masalahnya.

"Siapa yang mengurus bagian mading sekolah?" tanya Natasha.

"Seksi dokumentasi. Emangnya kenapa? Lo tertarik gabung?"

Natasha berdecih pelan, "Gue gak tertarik gabung dengan anggota murahan lo."

"Maksud lo apa?" Devano jelas tersinggung.

"Lo gak tau berita macam apa yang anggota lo tulis di mading sekolah?"

Devano diam, dia bingung dengan pertanyaan Natasha. Karena dia hanya akan menyuruh anggotanya memajang informasi penting dari sekolah atau ada siswa yang mengajukan karyanya untuk di pajang. Jadi Devano tidak tau apa yang terjadi akhir-akhir ini.

"Lo bisa liat sendiri sekarang."

Natasha keluar dari ruangan. Langkahnya menuju ke arah mading sekolah. Devano mengikuti kedua cewek itu dari belakang dengan kebingungannya, tapi ia memilih bungkam. Natasha seperti bukan seseorang yang ia kenal, dia menjadi lebih cuek dan galak (mungkin?).

"Liat!"

Tanpa disuruh dua kali Devano dapat melihat dan membaca secara jelas. Wajah datarnya kini sedikit memerah, dengan mata yang mengkilat tajam ketika melihat berita yang terpajang. Bibirnya menipis seperti menahan emosi. Kenapa dirinya baru tau jika ada berita sampah seperti ini di sekolahnya.

"Sejak kapan?" tanyanya.

"Dua hari yang lalu," jawab Icha yang memang dia sudah tau. Tapi memilih diam karena posisi Natasha yang sedang sakit saat itu.

"Gue yakin, lo tau apa yang harus lo lakuin. Gue harap lo ga ngecewain gue," ucap Natasha "kembalikan nama baik gue yang udah dicemari sama anggota lo atau kalian tau akibatnya," lanjutnya dengan ancaman serius.

Tanpa ingin berbicara lebih jauh lagi. Natasha memilih pergi dari sana, disusul dengan Icha di belakangnya. Namun, baru beberapa langkah suara Devano menghentikannya.

"Natasha, ada yang mau gue jelasin tentang ucapan lo malam itu."

"Gue rasa gak ada yang perlu dijelasin," elak Natasha mencoba acuh dengan apa yang sudah terjadi. "Anggap aja gue gak pernah bilang apa-apa malam itu."

Devano terdiam.

"Kita cuma sebatas kakak tingkat dan adik kelas, Kak. Ingat saja itu," sambung Natasha lantas benar-benar pergi dari sana. Rasa kecewa dihatinya melebihi rasa suka yang ia pendam selama belasan tahun. Ia sungguh bertekat untuk melupakannya.

* * *

"Davina, cepat jelasin ke gue apa maksudnya ini?!"

Semua orang terdiam, apa lagi cewek yang disebut namanya. Dia hanya bisa bungkam dengan keringat dingin di sekujur tubuhnya. Tidak berani menatap sang ketua, dia dipenuhi rasa takut.

SWEET SEVENTEEN; Devano DanendraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang