Kali pertama menjejakan kaki telinganya sudah berisik dengan dentuman musik keras yang menggelegar didalam rumahnya. Ia tolehkan kepalanya melihat pintu kamarnya sudah terbuka dan menjadi sumber arah suara. Helaian nafas pelan ia hembuskan. Sudah tidak terkejut jika kamarnya menjadi basecamp teman-temannya, meski tanpa seizinnya.
"Den, baru pulang?" Seorang wanita parubaya muncul dari arah dapur.
"Iya, Buk." jawab Devano. Wanita ini adalah pembantu di rumahnya. Beliau sudah mengabdi pada keluarganya semenjak ia baru lahir.
"Mandi, Den. Terus makan malam nanti teman-teman diajak makan juga," pintanya pada Sang Majikan.
Devano mengangguk, ia bergegas melangkahkan kakinya menaiki tangga, masuk ke dalam kamarnya yang sudah riuh berisik diisi cengkerama teman-temannya.
"Gercep juga lo dapetin adek kelas, Bal."
"Mana cakep lagi gila."
"Dipelet tuh sama Iqbal."
"Siapa sih yang bakal nolak ketampanan gue."
"Tapi, yang ini gue gak suka kalo lo cuma main-main doang."
"Yaelah Ar sejak kapan gue pernah mainin cewek?"
Botol coca-cola kosong melayang lantas mengenai Iqbal yang cengengesan.
"Kagak ngaca lo selama ini, anjing?" emosi Ari yang belum puas hanya dengan lemparan botol kosong.
Devano mendengar pembicaraan mereka sampai ia berhenti didepan kamar. Melihat kondisi kamarnya yang sudah persis seperti kapal pecah. Botol minuman kaleng bergeletakan. Bungkus makanan ringan yang isinya berhamburan dimana-mana. Dan yang paling mengganggu sekumpulan cowok-cowok yang masih mengenakan seragam sekolah tengah asik bermain video gamenya. Bahkan mereka sampai tidak sadar kehadirannya.
"Woy, Rey main yang bener anjing!" umpatan itu tak terelakan dari mulut Anrez.
Ia kesal tak kala bola yang ia lampungkan pada Rey sebagai teman satu timnya meleset jauh.
"Lo yang kagak becus nendangnya," sanggah Rey tak terima disalahkan. Matanya masih terus fokus menatap layar tv yang menampilkan pertandingan sepak bola dengan tangan yang lihai bermain diatas stik PS.
Devano masih diam didepan pintu memperhatikan mereka. Sampai seseorang keluar dari pintu kamar mandinya dengan rambutnya yang basah dan celana pendek yang ia kenakan. Matanya bersitemu dengan Devano yang sama-sama memperhatikannya.
"Dev, baru aja pulang?" Suara cewek itu membuat keempat cowok serempak menoleh ke abang pintu.
"Sejak kapan lo disitu? Dari mana lo? Lama banget gak ada kabar?" tanya Iqbal menatap curiga ke arah Devano yang mulai melangkah masuk.
"Ada urusan," cuek Devano.
Ia megeletakan tasnya di atas kasur. Berjalan ke kamar mandi, tapi seseorang itu masih berdiri disana membuat langkahnya tertahan diambang pintu.
"Mau aku siapin air anget, Dev?" tanyanya.
Devano menggeleng, "Gak usah, Lau. Kamu ke bawah aja, ajak yang lain makan. Nanti aku nyusul."
Laura mengangguk tersenyum kecil, memberi jalan untuk Devano lewat. Sebenarnya ia ingin mencecar Devano dengan pertanyaannya. Melihat tatapan teman-temannya Laura yakin mereka juga ingin bertanya hal yang sama.
Devano hampir tidak pernah pergi tanpa memberi kabar. Namun, hari ini ia pergi tanpa meninggalkan pesan. Bahkan call dan pesannya tidak ada yang Devano balas. Membuat Laura khawatir dan memutuskan ke rumah Devano bersama yang lain, bukan sekali Laura berkumpul bersama mereka jadi ini sudah jadi hal yang wajar.
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEET SEVENTEEN; Devano Danendra
Dla nastolatkówNanti kalo Nono sama Sasa udah 17 tahun kita ketemu lagi ya. • • • Natasha Gabriella Namoru, dulu adalah seorang anak kecil yang menyukai sahabatnya sendiri. Hingga kini ia menginjak dewasa, perasaannya masih ia ingat jelas. Natasha harus berpisah d...