Bel pulang sekolah berdering nyaring membelah kesunyian sekolah. Semua murid berhamburan keluar gerbang, bagai lautan manusia yang seolah lepas dari penjara. Berbeda dengan Natasha yang masih bertahan di kelas. Melipat tangannya di atas meja dengan kepala yang ia tenggelamkan. Nafas teratur keluar dari kedua lubang hidungnya. Dengkuran halus lolos dari bibir mungilnya yang sedikit terbuka.
Satu jam berlalu lagi, Natasha masih nyaman di alam bawah sadarnya. Dia tadi ketiduran waktu pelajaran dan sialnya tidak ada yang berniat membangunkan dirinya. Padahal harusnya hari ini dia pulang lebih awal karena ada acara keluarga yang harus ia hadiri.
Sampai guncangan di tubuhnya membuat sang empu sedikit menggeliat, mengubah posisi kepalanya lantas kembali tidur dengan tenang.
"Neng." Sembari mengguncangkan lagi tubuh Natasha pelan ia memanggil lirih.
Percuma saja Natasha seperti patung yang tengah tertidur.
"Neng, bangun iki wes sore," tuturnya menaikan intonasi suaranya. Sembari terus menggoyangkan tubuh itu lebih cepat. Berharap kali ini ia berhasil membangunkan gadis cantik ini.
"Hm," Natasha menjawab dengan deheman tanpa sadar. Bahkan ia tidak menggerakan sedikitpun tubuhnya.
Orang yang sedari tadi berusaha membangunkan menghela nafas kecil menggelengkan kepalanya heran. Mengapa orang cantik selalu susah untuk dibangunkan? pikirnya.
Baiklah, dia akan mencobanya sekali lagi mungkin ini akan sedikit lebih kasar. Orang itu mengambil botol air minum yang terlihat di atas meja yang sudah kosong. Ini tadi ditinggalkan pemiliknya karena sudah habis, tapi di botol itu masih menyisakan sedikit genangan air. Dia mencengkungkan telapak tangannya, lalu menumpahkan air itu di sana. Tercipta genangan air yang perlahan merembes melalui sela jarinya yang tidak bisa tertutup rapat. Sekali lagi ia menatap wajah cantik Natasha.
"Bismillah," ucapnya lantas mencipratkan air itu tepat ke wajah Natasha.
"Neng, tangi! Tangi!" (Neng, bangun! Bangun!) Hal itu sukses membuat sang empu mengeryit, menegakan kepalanya dengan mata yang masih terpejam.
"Engh, apa sih ganggu aja!" Natasha mengusap kasar wajah basahnya. Perlahan netra itu terbuka, menampilkan bagian putih yang memerah juga lensa coklat madu yang terlihat sayu.
Satu tangannya bergerak mengucek mata masih mencoba mengumpulkan nyawanya yang hilang entah kemana. Perlahan Natasha sadar sepenuhnya. Ia membelalakan mata lebar saat menyadari kondisi kelas sudah sangat sepi. Ia menoleh ke arah jendela, kali ini dia lebih terkejut lagi kala melihat semburat jingga yang langit ciptakan. Juga remang suasana di sekitarnya.
"Anjing, udah petang?!" seru Natasha kasar belum sadar akan kehadiran seseorang.
Bapak setengah abat itu tersenyum kecil, lalu mengangguk menjawab pertanyaan Natasha. "Sudah neng, dari tadi saya bangunkan, tapi neng gak bangun-bangun"
Natasha menoleh, kali ini baru menyadari kehadiran orang lain. Reflek ia menyentuh mulutnya, lalu mengumpat dalam hati. Dia baru saja berkata kasar di depan orang tua. Ya Tuhan, apa dosa Natasha sampai kau menunjukkan sifat buruk Natasha di depan orang lain.
"Ma-maaf, Pak tadi gak sengaja ngomong kasar." Natasha menunjuk deretan giginya, tersenyum kaku.
Bapak kepala lima itu hanya mengangguk maklum. "Tidak apa, Neng. Ya sudah silahkan pulang, nanti keburu malam. Saya pergi dulu, ya. Masih ada kelas lain yang harus saya kunci."
Natasha hanya menjawab dengan anggukan, ekor matanya menatap punggung bapak itu yang perlahan menjauh dan menghilang di balik pintu. Ia menyadarkan tubuhnya pada kursi kayu, lantas menghela nafas kasar. Mengusap wajahnya sekali lagi, sudah di pastikan dia akan mendapat amukan lagi dari papanya. Ini sudah pukul setengah enam. Dia ada acara yang harus dihadiri sekitar pukul 7 malam. Sedangkan tempat acaranya memerlukan waktu tempuh kurang lebih satu jam dan Natasha hanya memiliki waktu setengah jam untuk berias. Belum waktu dia untuk kembali ke rumah. Ah, sudah dipastikan dia akan telambat.
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEET SEVENTEEN; Devano Danendra
Teen FictionNanti kalo Nono sama Sasa udah 17 tahun kita ketemu lagi ya. • • • Natasha Gabriella Namoru, dulu adalah seorang anak kecil yang menyukai sahabatnya sendiri. Hingga kini ia menginjak dewasa, perasaannya masih ia ingat jelas. Natasha harus berpisah d...