11 | Awal Mula

67 0 0
                                    

Natasha meletakan dengan pelan garpu dan pisau di atas piringnya yang telah tandas. Lantas mengambil tisu yang tidak jauh didepannya dan tidak sengaja berbarengan dengan Anna. Kedua mata kakak beradik itu beradu sesaat. Anna menatap Natasha menyelidiki, sedangkan Anna mengacuhkannya.

"Bagaimana syutingmu, Anna?" Oma mengalihkan perhatian Anna dari Natasha.

Anna menjawab singkat. "Baik, Oma."

Oma tersenyum bangga, kemudian dia beralih menatap Natasha yang langsung membuatnya menjawab sebelum Oma melontarkan pertanyanya.

"Ya, Oma. Aku mengambil ekstra drama."

"Wah! Wah! Sejak kapan kamu memutuskan mengambilnya?" Tante Daisy menanggapi ucapan Natasha antusias.

Keluarga besar mereka tau bahwa sejak kecil Natasha benci dunia akting atau sekarang dikenal sebagai dunia intertaimen. Ia membencinya karena merasa tidak bebas saat harus di ikuti wartawan kemana-mana. Belum jadi artis saja ia sudah diincar wartawan seperti kemarin-kemarin. Bagiamana jika dia benar-benar terjun ke dunia internaimen sama sepeti kakaknya— Anna? Bisa gila rasanya Natasha.

Natasha hanya tersenyum kecil. "Mau bagaimana lagi? Tasha merasa kurang beruntung jika harus mengambil ekstrakurikuler lainnya."

"Kamu memang mirip seperti mamamu— Arra," Grandma menimpali, "ah, sudah lama sekali wanita itu tidak nampak," lanjutnya tanpa bisa menutup kesedihan karena merindukan putri satu-satunya.

Lagi-lagi Natasha hanya tersenyum tipis. Benar dia juga merindukan mamanya.

* * *

Mentari dengan berani memunculkan dirinya di balik awan-awan tebal. Cahayanya menantang mata siapa saja yang menatap ke arahnya. Natasha mengeryitkan dahi, menutup kepalanya dengan satu telapak tangan. Menghindar dari siluet matahari saat melewati lapangan. Ia lalu berlari kecil menyelusuri koridor sekolah yang sudah ramai terisi. Wajar saja jam masuk akan berbunyi lima menit lagi. Sedang kelas Natasha berada cukup jauh dari parkiran. Ia mesti melewati lorong-lorong panjang. Melewati kelas anak IPS lebih dulu, kemudian melewati ruang guru yang ada di lantai satu— ruang guru ada satu disetiap lantai. Kemudian belok kanan lurus terus baru memasuki kelas IPA dari IPA 5 sampai IPA 1 yaitu kelasnya yang berada di ruangan ujung, belum paling ujung karena jika lurus terus akan ada belokan dan masuk ke kelas bahasa. Semoga kalian mengerti.

"Huftt! Bisa kurus gue kalo kaya gini tiap pagi," dumel Natasha mendudukan dirinya kasar ke kursi.

Celsa terkekeh mendengarnya, lalu mengangguk menyetujui keluhan teman sebangkunya.

"Gue punya kabar baik buat lo," ucap Celsa.

Natasha menoleh ke arahnya, "Apa?"

"Pagi ini kita jamkos. Guru-guru pada rapat untuk acara party sekolah."

"Buset, baru masuk udah ada party."

"Birthday sekolah, Shaa. Kan lo tau tiap acara birthday pasti diadainnya besar-besaran," jelas Celsa.

Natasha mengangguk, dia tau. Saat baru diam memikirkan apa yang akan ia lakukan ketika jamkos nanti. Pikirannya baru teringat akan satu hal. Membuatnya ingin sekali mengumpat kembali, tapi coba ia tahan.

"Cel temenin gue!" ajak Natasha.

Celsa menatap Natasha heran, "Kemana?"

"Kelas IPA 3 nemuin Icha."

Celsa mengiyakan, kedua remaja itu melangkah keluar kelas dengan izin ketua kelas mau ke toilet sebagai alasannya. Kelas icha hanya berjarak satu kelas dengan kelasnya. Tidak jauh karena masih berada di satu lorong yang sama. Dia berhenti didepan kelasnya. Mencoba mengintip, lalu mengetuk pintu. Semua anak kelas IPA 3 menoleh ke arahnya.

SWEET SEVENTEEN; Devano DanendraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang