12 | Tidak Ingin Jatuh Cinta

62 1 0
                                    

Jam istirahat berdering nyaring, disusul suara bergemuruh yang segera mengisi koridor-koridor kosong. Seolah tidak ingin menghabisikan satu detik berharga, mereka berbondong-bondong menuju kantin. Surga dunia bagi para siswa-siswi yang sudah lelah dihadang tugas.

Natasha merengangkan badannya, melemaskan otot-otot lehernya saat sudah menyelesaikan kalimat terakhir ditugas menulis bahasanya. Mata coklat madu itu mengerjap lelah, seolah menyuruh tuannya untuk segera terlelap.

"Sha, lo udah selesai? Mau ke kantin bareng?" Celsa yang juga baru saja menyelesaikan tugasnya menawarkan untuk pergi bersama.

Namun, Natasha menggeleng. "Gue nanti aja, nunggu Icha. Lo boleh duluan," tolaknya.

Celsa mengangguk, "Gue duluan ya! Kayanya Icha udah didepan itu. Bye, Sha!"

Celsa melemparkan senyum dan sapaan saat ia melewati Icha didepan pintu kelasnya. Menyempatkan basa-basi singkat Icha menanyakan keberadaan Natasha, yang juga di jawab singkat oleh Celsa.

"Dikelas, masuk aja!"

Tanpa disuruh dua kali Icha masuk ke kelas Natasha menemukan cewek itu dengan mudah karena hanya tersisa beberapa murid yang masih bertahan dikelas sekedar makan bekal siang atau melanjutkan tugas.

"Sha, ayo buruan gue laper ini." Ternyata Icha juga memintanya untuk menemani ke kantin.

Natasha berdiri, membenarkan roknya sesaat. Kemudian melepaskan ikatan rambutnya untuk ia ikat kembali sehingga lebih rapi. Baru bersama-sama ia dan Icha keluar kelas. Menuju kantin, mengisi perut keduanya yang sudah mulai berbunyi meminta makan.

"Pusing banget kepala gue, gila! Hari pertama di suruh bikin cerpen biografi," Natasha mulai bersuara tentang keluhannya.

Icha terkekeh, sudah kelihatan dari air muka Natasha seperti orang lapar tidak dikasih makan, kusut.

"Mending gue sih, tadi cuma di suruh nulis rangkuman doang, sisanya di tinggal itu guru entah kemana," jawab Icha membuat Natasha iri.

Saat sampai di kantin mata Natasha menelusi seisi kantin. Berharap menemukan cowok itu disana. Nihil, bahkan bau badannya saja tidak tercium. Biasanya harum cowok itu yang paling Natasha kenali— eh sudahlah lupakan.

"Gue mau jus mangga sama nasi goreng. Lo pesenein ya biar gua yang cari tempat duduk,"  cengegesan Icha karena dia malas mengantri, Natasha tidak bisa menolak karena Icha lebih dulu pergi mencari tempat duduk.

Sialan memang, harus mengantri panjang. Untung kantin disini tempatnya indoor jadi tidak panas.

Sekitar 8 menit Natasha mengantri, di tangannya sudah ada nampan yang berisi pesananya dan tentunya pesanan Icha. Ia berjalan pelan dengan nampan di tangan mencari keberadaan Icha entah dimana. Namun, benar orang cantik selalu aja ada rintangannya.

"Eh, ada eneng cantik. Mau dibantuin bawa gak, geulis?"

Natasha membuang nafas kesal, kenapa harus sekarang?

"Gak, minggir!" tekannya menatap tajam lelaki didepannya.

"Waduh, galak banget. Takut abang, neng," ejeknya yang mengundang tawa teman-teman dibelakangnya.

"Gue bilang minggir!" sentak Natasha yang kesabarannya sudah dihabiskan untuk mengantri.

Icha, lo dimana, anjing. Batinnya mengumpat.

"Sini abang bantuin bawa." Tangan kekar itu hendak mengambil alih nampan dari tangan Natasha, namun dengan modus sembari menyentuh tangan mulusnya.

Natasha yang tak terima, menyentakkan tangannya al hasil nampan itu jatuh ke lantai bersama seluruh isinya. Wajahnya merah padam menahan emosi. Seragamnya basah karena percikan air kopi. Bunyi nampan besi yang beradu dengan lantai mengundang tatapan seisi kantin.

SWEET SEVENTEEN; Devano DanendraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang