Chapter 11

72.3K 4.4K 348
                                    

Langkah Ruby terburu-buru. Pukul dua malam wanita itu mendapatkan informasi bahwa dua orang kliennya telah berada di Manila. Disuruhlah Madi dan Ricci untuk lebih dulu menemui dua orang kliennya itu pada hotel di dekat bandara.

Kini Ruby akan menyusul. Langkahnya dipercepat seraya menenteng satu koper hitam di tangannya yang berisikan macbook, semua kartu kreditnya, pun beberapa ikat uang tunai yang siang tadi telah ia tukarkan dengan mata uang Filippine.

Sesampainya Ruby pada loby hotel tempatnya menginap, kembali lagi wanita itu dipertemukan oleh Kenneth Xanth Taylor beserta dua sekretarisnya yang juga keparat.

Bukan hanya Ruby yang terkejut, Kenneth pun sama terkejutnya sampai-sampai ia mendengkus kasar, mengatupkan rahangnya kencang lalu merasakan jengkel yang luar biasa.

Baru saja beberapa jam lalu mereka berjumpa di restaurant, mengapa kini mereka kembali berjumpa di tempat yang sama, batin Kenneth kesal. Sudah ia pastikan kalau Ruby pun menginap pada hotel mewah nomor satu di Manila ini, dan mungkin saja kamar VVIP mereka bersebelahan.

Dan itu benar, kamar VVIP mereka memang bersebelahan persis. Benar-benar persis.

"Kau mengikutiku?" lontar Kenneth tatkala Ruby hampir dekat dengannya lalu akan berpapasan.

Ruby mengulas senyum memicingnya. "For what? Pentingkah?"

"Lalu mengapa kau bisa sampai ada di sini? Pertama kau ke Manila, kemudian ke restaurant yang sama dengan tempatku makan malam, lalu sekarang kau menginap di hotel yang juga sama denganku."

"Aku mengunjungi makam Anya," jawab Ruby pelan. Giginya terkatup saat ia berucap, berhenti tepat di hadapan Kenneth yang langkahnya pun ikut terjeda.

Di belakang Kenneth ada Tobias dan Balthazar yang terkekeh-kekeh rendah. Santai menyaksikan dua manusia itu yang akan ribut kembali.

"Anya tak membutuhkan doa dari satwa langka sepertimu," tekan Kenneth. Ia menyeringai merendahkan.

Ruby coba tahan emosinya. Ia memejam singkat dan kembali menengadah tinggi menatap lelaki gagah di depannya ini.

Mata mereka bertemu, intens.

"Tolong jangan rusak suasana hatiku. Aku harus bertemu dua orang klienku—"

"Klien? Pukul dua malam?" Kenneth memotong. Matanya menyorot tampilan seksi Ruby dari atas ke bawah dan kembali lagi ke wajah wanita itu.

"Bertemu klien atau kau pergi menjual diri? Wanita-wanita pelacur memang akan beroperasi di jam-jam seperti ini," sambung Kenneth. Ia terkekeh.

Tak tertahankan lagi. Sontak Ruby melompat dan langsung ia tumbuk sekuat mungkin mulut Kenneth, maju dan Ruby tambahkan sekali lagi tumbukan penuh tenaganya di rahang pria tersebut.

"Aku bisa tahan kau mengataiku apa saja, tetapi tidak dengan sebutan pelacur. Satu kali lagi kau—"

Suara Ruby menghilang. Tangan kekar dan besar Kenneth bergerak, menghantam rahang Ruby dan wanita itu kontan jatuh terduduk ke lantai.

Kenneth bersmirk, meregangkan otot-otot lehernya lalu ia jambak kuat rambut Ruby membawa perempuan kasar itu berdiri. Ruby meringis, ia memaki Kenneth dengan mata melotot nyalang.

"Aku sudah cukup diam dan terima kau berlaku kasar padaku, bahkan masih kubiarkan kau hidup dengan mata serta hati milik Anya meski dua kali sudah kau meludahi wajahku ini," tekan Kenneth. Rahangnya mengencang dan ia berucap di depan muka merah padam Ruby.

Rahang wanita itu seketika membiru. Jujur saja ia mendadak pening dan rasanya akan pingsan dengan rahang yang seperti bergeser.

"Semua ini karena kau yang lebih dulu mencari masalah denganku. Kau merusak kedamaian—"

SLUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang