Chapter 13

69.8K 4.6K 438
                                    

"Kita tunggu temanku. Sudah lama kami tidak bertemu. Sengaja kuajak dia makan siang bersama agar kami dapat berjumpa."

"Teman? Kau punya kenalan di sini?"

Jovel Dellisola, pria jangkung dengan bulu-bulu halus di sekitar rahangnya itu menambah kesan maskulin dan jantannya dia.

Ia menarik satu kursi untuk Ruby duduki lantas ia pun ikut duduk di sebelah calon istrinya. Mereka memang belum lama saling mengenal, tetapi dua bulan sudah cukup membuat Jovel yakin untuk menikahi putri semata wayang Abrashoff Volkov ini.

"Um. Temanku semasa di pendidikan akademis. Dia putra— hey!"

"What the hell?" Ruby mengumpat. Matanya agak melebar tatkala Kenneth muncul dan tentu pasti ditemani oleh kedua sekretarisnya.

Tak kalah gagah dan jantannya Kenneth dari Jovel. Dua lelaki dewasa itu saling menghampiri, berjabat tangan lalu saling memeluk ala pria sembari tersenyum.

"Kau semakin sukses dan luar biasa, Ken. Seantero Canada rasanya mustahil tak ada yang mengenalmu. Namamu bahkan terkenal sampai di Dubai."

"Jangan berlebihan. Aku hanya meneruskan apa yang trah kami miliki," balas Kenneth merendah. Padahal ia berjuang mati-matian atas kesuksesannya sendiri.

Jovel lalu mengajak Kenneth beserta kedua sekretaris pria itu duduk. Tepat sekali posisi Kenneth dan Ruby saling berhadapan.

"Kau mengenalnya?" Dengan bangga Jovel menggenggam tangan Ruby mesra.

Kenneth terkekeh. Ia mengangguk sekali disertai pejaman singkat. "Camorra Ruby Volkov. Siapa yang tak mengenalnya? Dua kali sudah dia mengalahkanku dalam memperebutkan tender."

"Dan dia calon istriku." Di depan Kenneth, Tobias dan Balthazar, Jovel membawa punggung tangan Ruby ke bibirnya dan ia kecup kini.

Dapat Kenneth tangkap bila Ruby merasa tidak nyaman. Mimik wanita itu tampak tegang dan juga gelisah. Ia risih atas perlakuan manis Jovel yang masih sangat asing baginya.

Saat Kenneth menatapnya, segera mungkin Ruby membuang muka dan mencoba untuk tetap tenang. Jujur saja ia kian gelisah setelah kedatangan Kenneth. Rasanya benar-benar tak nyaman, terlebih tatkala Kenneth menilik tepat ke matanya.

Tilikan yang mengintimidasi juga seperti ada amarah di dalamnya.

Bahkan, ketika Jovel mengecup punggung tangan Ruby barusan, mata Kenneth tak lepas dari wajah Ruby. Sorotnya setenang air di dalam mok yang tersentuh.

"She's fukcing beautiful. Kau sangat beruntung, Mr. Dellisola," lontar Balthazar. Sengaja memuji agar Jovel kian menggebu-gebu.

"Dia wanita hebat dengan pola pikirnya yang luar biasa di era modern ini. Kau beruntung dapat menikahinya," tambah Tobias juga.

"Of course," sahut Jovel merasa bangga. Ia memberi satu kecupan di punggung Ruby.

Tiba-tiba Kenneth menengok ke samping. Ia lihat wajah kedua sekretarisnya dan kembali lagi menatap Jovel dan Ruby di depan. Dua pria keparat itu seolah-olah tengah meledeknya.

"Kapan pernikahan kalian akan berlangsung?" tanya Kenneth

"Bulan depan. Lebih cepat lebih baik, right?" Jovel tersenyum pada Ruby.

Ruby mengangguk saja. Saking gelisahnya ia sampai-sampai merasa ingin kencing. Ia khawatir Kenneth akan bercerita atau membuka suara mengenai mereka berdua yang sempat bertunangan dan akan menikah.

Ting!

Satu pesan masuk pada ponsel Kenneth.

"Tutup mulutmu, Ken. Kuharap kau mengerti bahwa pernikahan ini sangat penting bagiku. Aku tak ingin Jovel tahu mengenai kita."

SLUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang