duapuluhsatu

281 26 0
                                    

Soonyoung dan Mingyu kini duduk di kursi paling jauh di dalam restoran. Setelah acara makan malam mereka selesai tanpa ada yang merasa terganggu berlebihan, Soonyoung meminta agar Mingyu mengikutinya. 

Wonwoo sedikit mencuri pandang pada dua orang disana. Lalu tersenyum. Ia tidak terlalu tertarik dengan obrolan keduanya. Yang ia pedulikan saat ini adalah bagaimana caranya menghentikan Sunwoo yang terus menerus mengusap perut Jisoo dan menciuminya seperti seorang maniak.

"Wonwoo bilang padaku kalau dia ingin berhenti bekerja," tanpa mau basa-basi, Soonyoung langsung mengatakan inti permasalahan disini. "Tapi aku tidak bisa mengizinkannya."

Mingyu mengangguk kecil sebagai respon. Jujur saja, ia tidak tahu ternyata Wonwoo sampai mengatakan hal seperti ini. Meminta berhenti bekerja kepada Soonyoung sama saja seperti meminta untuk keluar dari akta keluarga, pikir Mingyu.

"Kau sudah tahu ceritanya dari Wonwoo. Jujur, aku tidak bisa melepaskan Wonwoo begitu saja," ujar Soonyoung sembari sesekali melirik pada Wonwoo yang terlihat kegirangan karena diperbolehkan menyentuh perut Jisoo. "Aku adalah kakaknya. Aku mungkin terdengar begitu kolot disini, tapi Wonwoo akan terus bekerja untukku karena itu adalah hal terbaik untuknya."

Mingyu bersusah payah menelan ludahnya, "aku berjanji akan melindunginya, jadi kumohon, biarkan Wonwoo berhenti bekerja. Aku tak bisa melihat dia yang pulang dalam keadaan terluka terus menerus."

"Tetap saja—" Soonyoung memberi jeda, "—dia tidak bisa pergi terlalu jauh dariku."

Mingyu mendengarkan suara tawa Wonwoo bersahutan dengan tawa para saudaranya. Setelah mereka yang terkejut ketika melihat Wonwoo datang bersama dengan seorang pria lain, mereka hampir saja membatalkan acara makan malam ini karena terlalu takut. Namun ketika Soonyoung tersenyum dan membungkuk dalam, meminta maaf atas ketidaknyamanan yang ia bawa dan juga memperkenalkan dirinya, semua berangsur mencair.

Bahkan ia mengobrol bersama Jisoo dan mengatakan bahwa pasangannya pun sama tengah mengandung. Dan darisana lah, Seokmin menjadi orang yang lebih banyak mengobrol dengan Soonyoung. 

Meskipun Wonwoo tahu jika keramah-tamahan Soonyoung adalah bentuk sandiwara saja, tetapi ia bersyukur karena Soonyoung mau bekerja sama dengannya. 

"Aku tidak akan melarang kalian untuk melakukan apapun yang kalian inginkan. Tapi tolong, jangan daftarkan Wonwoo ke pencatatan sipil. Jangan bawa Wonwoo ke kehidupan normal terlalu jauh."

Mingyu menangkap getaran dalam suara Soonyoung. Dan ketika ia menoleh ke samping, bisa ia tangkap—meski samar—betapa berkaca-kacanya mata Soonyoung. Irisnya terpaku pada Wonwoo yang balas menatapnya singkat, sebelum akhirnya mengalihkan pandangannya pada Chan.

"Dia adalah adikku. Kami tidak memiliki orang lain yang pantas kami sebut keluarga selain satu sama lain. Kami tidak tahu siapa nama asli kami. Kami bahkan tidak tahu berapa tepatnya umur kami."

Sejak pertama Mingyu bertemu dengan Soonyoung, ia mengira pria ini adalah pria yang kejam. Namun ketika ia meminta izin pada orang disampingnya untuk sekedar menghajar Mingyu, atau saat ia memalingkan wajahnya saat merasa putus asa pada Wonwoo. Mingyu tahu, pria ini memiliki hati yang terlalu lembut untuk dunia yang kejam.

Soonyoung menoleh pada Mingyu. Matanya tajam namun lembut. Tak ada intimidasi di dalamnya. Hanya ada harap dan pinta. 

"Jika suatu hari nanti kau merasa bosan atau muak dengan Wonwoo, kembali kan dia padaku. Jangan sakiti dia. Dia adalah adikku. Jadi kumohon, jangan pernah menyakitinya. Tidak lagi."

Mingyu balas menatap dengan pancaran keyakinan. Ia tersenyum dan mengangguk sebagai tanggapan.

"Apa yang kalian bicarakan?" Wonwoo datang dan bertanya dengan nada konyol.

a man with spring in his smile || meanie || SeventeenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang