enam

214 31 1
                                    

Ini tentang Jeon Wonwoo dan juga sikap impulsifnya yang terkadang menyulitkan semua orang.

Saat itu, hampir lima tahun yang lalu. Jeon Wonwoo ingat betul hari sedang hujan dan sudah dua hari kabut membuat suhu di kota tersebut menurun drastis. Wonwoo tak terlalu menyukai cuaca aneh tersebut, jadi yang ia lakukan sekarang hanyalah meringkuk diatas sofa panjang di rumahnya.

Rumah. Lucu jika mengatakan bangunan tua itu sebagai rumah. Tak layak huni dan bahkan tidak memiliki satu kasur pun disana. Wonwoo bertahan hanya karena disini gratis. Soonyoung—rekan kerja Wonwoo—sudah menawarkan untuk tinggal bersamanya atau mungkin menolongnya mencari hunian dengan harga murah. Tetapi Wonwoo tolak.

Rasanya tidak sopan jika harus tinggal bersama dengan rekan kerja yang sudah memiliki kekasih. Wonwoo tak tahan dengan kecanggungannya bersama dengan kekasih Soonyoung yang bernama Lee Jihoon itu. Meskipun sudah saling mengenal lama, tetapi Wonwoo bahkan tidak bisa menyebut nama Jihoon selayaknya orang pada umumnya.

Dan dia orang yang cukup pelit sehingga uang yang selama ini ia dapatkan lebih sering ia simpan. Soonyoung sampai harus mencuri beberapa lembar uang tersebut dan membelikannya untuk pakaian baru Wonwoo.

Kembali, ini tentang sikap impulsif Wonwoo yang menyusahkan semua orang.

Hari itu, Soonyoung kembali dengan seorang pria yang mengikutinya. Wajahnya begitu tirus, mendekati kurus. Matanya cekung dan juga lingkaran hitam membuat penampilan pria baru itu tak sedap dilihat. 

"Dia Jun, rekan kerja kita yang baru." Soonyoung memperkenalkan pria tadi dengan nama yang terdiri dari satu silabel. Jun.

Wonwoo menyukainya.

Bukan karena wajahnya, bukan karena sikapnya. Hanya karena nama pria tadi terdiri dari satu silabel. Jun. Wonwoo menyukai itu, karena hal tersebut adalah hal unik. 

Sebulan lebih Jun tinggal bersama Wonwoo di bangunan tua tersebut. Bangunan yang merangkap sebagai markas dari kriminal kecil seperti mereka dirombak menjadi sedikit lebih pantas. Jihoon yang notabenenya adalah anak orang kaya membelikan Jun dan juga Wonwoo kasur. Terima kasih pada kekasih Soonyoung itu, kini dua pria itu tak lagi mengalami sakit pinggang yang parah.

Jun menjadi lebih baik. Tubuhnya terurus meskipun pipinya masih saja tirus. Wonwoo mengatakan itu semua adalah hasil jerih payahnya. Meskipun Soonyoung tahu hal itu adalah omong kosong belaka, ia tetap mengatakan terima kasih pada Wonwoo.

"Kau menyukai pria atau wanita?" tanya Wonwoo pada suatu malam. Ketika keduanya baru saja menyelesaikan sebuah tugas dan kini mereka tengah bersiap tertidur.

"Yang manapun boleh, aku tidak membatasi selama mereka adalah manusia."

Wonwoo terperanjat senang. Ia turun dari ranjangnya dan bergerak menuju ranjang Jun. Merebahkan dirinya di kasur sempit itu dan membuat Jun harus menempelkan tubuhnya pada tembok.

"Kalau begitu aku masih punya kesempatan," ujar Wonwoo senang. Ia memiringkan tubuhnya dan bersamaan dengan itu, Jun pun memiringkan tubuhnya. "Aku menyukaimu."

Saat itu Jeon Wonwoo menyukai Jun hanya karena namanya yang terdiri dari satu silabel saja. Tetapi hati Wonwoo mengartikannya sebagai hal yang salah. Mungkin karena tindakan impulsifnya yang sering muncul dan sulit di tangani, atau mungkin karena kepolosan pria itu.

"Tapi kita bahkan baru saling mengenal," Jun mencoba menjauhkan tubuh Wonwoo ketika pria itu semakin mendekatkan dirinya. Menempel dan menenggelamkan wajahnya pada dada miliknya.

"Tidak peduli," bisik Wonwoo setelah menemukan posisi ternyamannya. "Ketika aku berkata aku menyukaimu, maka aku menyukaimu."

Pengakuan itu membuat Jun merasakan apa yang namanya terganggu. Sebulan selanjutnya ia harus berurusan dengan Wonwoo yang selalu menempel padanya seperti seorang anak yang menyebalkan. Namun bulan selanjutnya, ia mulai terbiasa. Hingga bulan selanjutnya Jun mulai menerima sikap Wonwoo.

a man with spring in his smile || meanie || SeventeenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang