dua

315 34 3
                                    

"Wonwoo! Berhenti!" Jun, rekan kerja Wonwoo mencoba menarik tubuh sahabatnya itu agar tak lagi menindih pria yang mungkin sebentar lagi kehilangan nyawanya.

Namun seperti kejadian lainnya, Wonwoo menulikan telinganya. Ia tetap duduk diatas perut pria berusia di awal tiga puluhan itu. Memukuli wajahnya kiri dan kanan secara bergantian. Terkadang cipratan darah mengotori lengan bajunya.

Tidak, Wonwoo tidak memiliki masalah dengan pria ini. Pria itu hanyalah satu dari sekian banyak orang yang tidak beruntung bertemu Jeon Wonwoo hari ini. Karenanya ia harus merelakan hidungnya patah dan juga mata yang hampir pecah. Jangan tanya kondisi tulang pipi atau rahang pria tersebut. 

Wonwoo hanya menjalankan tugas. Namun karena sifatnya yang selalu melebih-lebihkan meskipun tak memiliki alasan kuat, Wonwoo terkadang menyusahkan Jun. Seperti sekarang. Tugas mereka hanyalah menagih hutang dan jika tak mau membayar kau bisa sedikit memukulinya. Tapi Wonwoo mengsalah artikan kata sedikit yang diucapkan atasannya tadi. 

"Wonwoo sudah cukup! Dia bisa mati!" Jun kembali berusaha menarik tubuh Wonwoo. Tapi tak berhasil. Jadi dia harus melakukan langkah terakhir. "Sudah kubilang berhenti, dasar sialan bodoh tak tahu diri," Jun menarik kerah baju Wonwoo. Melemparnya setelah mengatakan kalimat terpedasnya hari itu.

Memiliki Wonwoo sebagai rekan kerja serupa seperti memiliki pedang dengan dua mata tajam. Di satu sisi semua pekerjaannya pasti akan cepat selesai, tetapi di sisi lain jika tak pandai mengurus Wonwoo maka kesulitan akan menghampiri.

Jun ingat saat pertama kali ia dipasangkan dengan Wonwoo. Saat itu tugas yang diberikan berupa pengintaian. Tetapi karena es krim yang sedang dimakan Wonwoo terjatuh karena tersenggol seseorang, Jun sampai menangis karena melihat wajah orang yang menyenggol Wonwoo hampir tak berbentuk. 

Dan setelahnya, ia diajarkan oleh atasannya bagaimana cara untuk mengatasi Wonwoo. Kau harus berujar kasar pada pria Jeon itu. Bertindak kasar juga tak apa. Asalkan jangan sampai terluka serius. Maka sekarang bisa dikatakan sekarang hanya Jun yang memiliki cukup nyali untuk berpasangan dengan Wonwoo.

Saat Jun membersihkan sisa tindakan Wonwoo, pria Jeon itu terlihat berjongkok dengan tatapan kosongnya. Wajahnya kotor karena diusap oleh lengan baju yang kotor oleh cipratan darah. Diantara jari-jemarinya terdapat sebatang rokok yang ia nyalakan namun tak ia hisap. 

"Kalian bereskan, uangnya sudah ku kumpulkan. Agak kotor tapi masih bisa dicuci," ujar Jun pada beberapa bawahan dari orang yang menyuruh mereka memukuli pria tadi. 

Inilah alasan lain mengapa Jun malas bekerja bersama Wonwoo. Pria itu terkadang memiliki mental yang kurang stabil. Atau bisa dikatakan seolah Wonwoo tengah berjalan diantara batas waras dan gila.

"Pekerjaan kita sudah selesai, kau boleh pulang," ujar Jun sembari mengambil rokok Wonwoo. Mengisapnya dan terbatuk karenanya. "Ugh, aku tak pernah mengerti kenapa kau bisa tahan merokok."

Wonwoo melirik pada Jun dari balik lipatan tangannya. Tersenyum hingga matanya menyipit. Tak jelas mengapa Wonwoo tersenyum, hanya saja ia ingin. 

Orang sepertinya yang dilandasi oleh tindakan impulsif tidak pernah mengerti kenapa ia harus tertawa atau menangis di saat yang salah. Atau kenapa ia harus mencium seseorang yang tak ia kenal, dan berakhir dengan dia yang tak bisa melupakan orang asing itu.

Banyak yang sudah ia cium bahkan sampai ia tiduri, tapi tak ada seorang yang membekas seperti si asing itu. Siapa sih namanya, Minkyung? Minwoo? Siapa ya, Wonwoo tidak ingat. Itulah yang membuat moodnya hancur hari ini. Ketika bangun pagi ini ia tidak bisa mengingat nama si asing itu. Jadilah ia melampiaskan amaranya pada orang yang harusnya ia tagih hutangnya. 

a man with spring in his smile || meanie || SeventeenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang