Giana POV
"Dek..."
"Hmm?"
Gue menatap Asa yang sedang sibuk dengan hpnya. Di hari minggu yang cerah ini gue dan Asa cuma bermalas-malasan dirumah. Mama, Kak Sonya, Mas Gala dan si kembar lagi pergi olahraga pagi. Gue sama Alsha malas ikut, jadilah kami duduk berdua di depan tv sehabis sarapan. Ada pertanyaan yang baru-baru ini kembali terpikirkan dan pengen gue tanyakan ke Asa.
"Kenapa dulu lo nggak pernah mengomentari hubungan gue sama Haris?"
Asa mengalihkan atensinya ke gue, dia menatap gue dengan wajah bingung. "Setelah empat bulan berusaha move on, lo yakin ngajakin gue ngomongin orang itu kak?" Gue mengangguk. Gue baik-baik aja, memang gue males ngebahas dia tapi kali ini gue pengen tahu beberapa hal.
"Lo selalu kelihatan bahagia sama dia. Lo nggak pernah ngeluh, lo selalu cerita yang baik-baik soal dia."
Gue kayak gitu ya? Gue nggak sadar...
"Sewaktu lo sama dia masih pdkt dulu, gue pernah ngobrol berdua sama dia. Cara dia cerita soal lo dan ekspresi dia setiap bicarain lo, bikin gue berpikir kalau lo begitu dicintai sama dia, dia benar-benar terlihat tulus ke lo saat itu. Waktu itu gue merasa gue bisa restui lo sama dia. Apalagi setelah mendengar lo selalu cerita kebaikan dia, nyaris nggak pernah cerita soal keburukannya."
Sejak pacaran sama Haris gue memang nggak pernah cerita keburukan dia sama siapapun, bahkan ke sahabat ataupun keluarga gue. Gue merasa kalau gue kayaknya lebih pantas untuk nggak mengumbar kejelekan dia, menjaga image dia dan berpikir kalau mungkin aja keburukan itu bisa diubah. Itu juga bukan hal fatal yang harus gue permasalahankan. Selama pacaran sama Haris gue banyak memaklumi dia.
"Walaupun Effort dia buat deket sama keluarga kita lumayan, gue tau dia kurang suka sama Riri dan Win, dan sampai sekarang gue nggak tau apa alasannya." Dia nggak suka anak kecil Sa, dan gue tolol karena tetap memaklumi itu, padahal anak kecil yang kurang dia sukai itu keponakan gue yang manis dan baik hati.
"Tapi jujur ya Kak, selama ini gue suka ngerasa kurang sreg sama sifat Haris. Tapi karena lo nggak terlihat mempermasalahkan jadi gue diem aja, gue pikir emang dia kayak gitu dan gue aja yang memang nggak begitu kenal juga terbiasa sama dia. Dan gong nya ketika dia selingkuh dari lo, tabiat aslinya baru keluar. Gue selama ini berusaha memperlakukan lo dengan baik, walau gue suka jail tapi gue nggak mau bikin lo nangis atau dakit hati, tapi dia yang bukan siapa-siapa seenaknya nyakitin lo. Gue marah banget Kak, dia ngingkarin janjinya ke gue. Kalo nggak ditahan cewek gue sama Mama, udah gue pukuli si Haris!"
Gue selalu pengen nangis ketika melihat atau mendengar bagaimana Asa ingin, dan sedang melindungi gue. Sayang banget sama Asa, apa jadinya gue kalo nggak ada dia.
"Sini deketan."
"Mau ngapain?"
"Peluk."
Asa berdecak pelan, nampak malas-malasan tapi tetap mendekat dan memeluk gue. Kapan ya terakhir gue meluk Asa? Rasanya udah lama banget. Gue kangen, pelukan dia selalu terasa nyaman dan menenangkan. Sebenarnya dulu Asa nggak suka dipeluk-peluk. Tapi semenjak Papa meninggal Asa selalu bersedia untuk dipeluk oleh gue, Kak Sonya dan Mama. Gue sayang banget sama Asa, semoga Tuhan selalu memberi dia kesehatan, rezeki yang lancar dan kebahagiaan. Gue bisa hancur untuk kedua kalinya kalo gue kehilangan dia.
"Sa gue bersyukur banget putus sama dia. Setelah putus gue sadar kalau selama pacaran sama dia gue jadi bucin tolol," Lirih gue sebelum melepaskan pelukan kami.
"Gue juga nggak kalah bersyukur Kak. Lo pantas mendapatkan cowok yang jauh lebih baik dari dia."
Yang lebih baik ya... Kayaknya gue udah nemu deh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Dating Real Feeling
RomanceMalam itu Shaka baru kembali dari rumah sakit, hari ini jadwalnya padat. Ia begitu lelah, ia butuh istirahat sekarang. Saat melewati jembatan yang berada tak jauh dari rumah sakit Shaka tak sengaja melihat seorang perempuan berdiri di teralis besi p...