"Menurut Ayah, Gia itu bagaimana?"
Sore itu Shaka sedang duduk di halaman belakang rumah sambil ngopi dan menikmati cemilan. Hari ini keduanya sama-sama libur, momen seperti ini adalah sesuatu yang cukup langka karena keduanya sama-sama sibuk.
Ayah Shaka menyesap kopinya sebelum menjawab pertanyaan anak bungsunya. "Gia anak yang sopan, yang Ayah lihat dia pandai mengakrabkan diri sama keponakan kamu. Dia pun pandai mengambil hati Bunda mu sampai Bunda jadi lebih sayang sama Gia daripada kamu." Jawab Ayah Shaka.
Shaka mengangguk, "Gia itu udah nggak punya Papa, nanti kalau Shaka menikah sama Gia tolong sayangi Gia kayak anak Ayah sendiri ya Yah," Ayah Shaka berdecak pelan merespon ucapan anaknya.
"Yang kayak gitu nggak usah kamu bilangin, Gibran aja bisa lebih kelihatan anak Ayah dibanding kamu," Shaka tertawa pelan, benar juga. Hal seperti ini pun sepertinya tidak perlu diberi tahu. Orang tuanya sendiri sudah sangat tahu bagaimana harus mengasihi menantunya. Shaka tidak perlu khawatir akan hal itu, Giananya akan sangat dicintai oleh keluarganya.
"Kamu mau lamar Gia?" Shaka mengangguk membenarkan.
"Menikah di bulan Desember kayaknya bagus deh, nanti honeymoonnya pas tahun baru."
Shaka tertawa pelan, "dimaki sama rekan kerjaku aku Yah." Akhir tahun biasanya rumah sakit akan sangat sibuk.
"Yaudah jadi rencananya mau kapan?"
"Kalau nggak Oktober, mau November Yah. Tapi diskusi sama Gia dan keluarganya juga lah nanti."
"Kamu yakin banget ya lamarannya akan diterima."
"Yakin itu harus Yah, ganteng gini nggak mungkin ditolak." Ayah Shaka tertawa pelan, jarang-jarang ia mendengar anak laki-lakinya itu kepedean gini.
Ayah Shaka menepuk pelan pundak anaknya, "yaudah yang penting dilamar dulu aja baru bisa ngomongin pernikahan."
"Shaka udah cerita rencana ini ke Bunda sama Kakak, mereka bilang mereka yang siapin semuanya. Kalau Gia approve lamaran Shaka, kita bisa langsung lamaran resmi ke rumahnya."
"Ngebut banget ya."
"Ya kemarin Ayah ngedesak suruh nikah cepet, nah ini kan disegerakan."
"Iya-iya, lebih cepat memang lebih bagus."
*****
"Kamu beli rumah di komplek sebelah itu Sha? Sumpah?"
"Iya Gia, tepatnya Ayah yang beliin terus aku renovasi."
Giana masih nampak begitu kaget, "pantesan aku suruh kamu ngontrak kayak aku juga kamunya nggak mau. Ternyata udah beli rumah sendiri, keren banget!"
Alshaka hanya tersenyum, ia menghentikan mobilnya di depan gerbang sebuah rumah berdesain modern. Ukurannya tidak terlalu besar namun juga tidak kecil. Shaka dan Gia turun dari mobil, pria itu membuka gerbangnya dan mengajak Gia masuk kedalam rumah.
Giana terkagum-kagum dengan rumah Shaka, mulai dari halaman depan hingga bagian dalam rumah semuanya terlihat keren di matanya. Rumah ini terdiri dari dua lantai, lantai dua diisi oleh empat kamar. Di lantai satu ada ruang laundry, ruang keluarga, ruang tamu, dan dapur dengan kitchen set cantik seperti yang Giana impikan. Lantai dua diisi oleh kamar-kamar yang tentu saja masih kosong. Menurut Gia halaman belakang adalah bagian paling nyaman dari rumah ini. Shaka membuat taman kecil dengan kolam ikan yang cantik.
"Nanti Biu mau aku pindahin kesini terus aku beliin temen-temen baru." Gia tersenyum lebar, ia setuju.
"Kasih rating dong rumah ku yang masih kosong ini," Pinta Shaka ketika mereka berdua duduk di teras belakang rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Dating Real Feeling
RomanceMalam itu Shaka baru kembali dari rumah sakit, hari ini jadwalnya padat. Ia begitu lelah, ia butuh istirahat sekarang. Saat melewati jembatan yang berada tak jauh dari rumah sakit Shaka tak sengaja melihat seorang perempuan berdiri di teralis besi p...