"Arya!!!"
Suara Rain menggema di setiap koridor. Suaranya terdengar begitu nyaring. Walau begitu, laki-laki yang dipanggil nya tetap menulikan pendengaran. Seolah-olah tak ada sama sekali orang yang memanggilnya.
"Arya!! Berhenti dulu! Lo kenapa sih?!" Teriak Rain untuk yang kesekian kali.
Laki-laki di depannya tetap berjalan menyusuri koridor sekolah. Entah kenapa, koridor sekolah terasa sangat panjang dan tak berujung.
Walau tertinggal jauh di belakang Arya karena langkah lebar yang di hasilkan kaki-kaki panjang itu, Rain tak putus asa. Gadis itu kemudian berlari untuk menyusul laki-laki menggunakan tas merah berpadu hitam.
Rain menghalangi jalan Arya, sehingga pemuda itu berhenti agar tidak menubruk manusia mungil di depannya. Takut jika Arya akan kabur, Rain segera memegang lengan almamater Arya.
"Rya, lo kenapa?" Tanya Rain dengan penuh kekhawatiran, dan yang di dapatkan hanya sebuah gelengan dari kepala Arya.
"Arya, lo nggak usah berlagak kayak perempuan pms deh. Kalo ditanya kenapa, cuman geleng-geleng kepala doang."
"Gue tanya sekali lagi, lo kenapa, Rya?"
Arya menatap lekat netra hitam milik gadis didepannya. Untuk sejenak, dia terdiam sembari memandangi pahatan wajah gadis itu.
"Arya, gue nanya sama lo."
Arya buyar seketika. "Gue, nggak pa-pa, kok."
"Jangan bohong. Terus kenapa lo ngejauh dari gue? Setiap kali gue liat lo, setiap kali pandangan kita nggak sengaja bertemu, kenapa lo keliatan nggak mau ngeliat gue?"
"Gue ada salah sama lo?"
Arya menggeleng pelan. Entah kenapa, hatinya tiba-tiba terasa sakit saat melihat gadis mungil di depannya.
"Terus kenapa?"
"Gue bilang, nggak pa-pa, Rain. Nggak pa-pa, nggak usah khawatir. Lo nggak ada salah sama gue."
Rain menghela napas. Arya sama sekali tak memberi alasan yang pasti. Kalaupun dia sakit hati terhadap kelakuan Rain, lebih baik dia menyampaikannya langsung. Daripada harus bilang 'nggak pa-pa' mulu, Rain kan jadi tidak tahu dimana letak kesalahannya.
"Pulang bareng gue." Titahnya pada laki-laki berbadan bongsor itu.
"Rain,"
"Apa susahnya sih? Gue cuman minta lo pulang bareng gue. Bukan minta lo jadi babu gue, Arya."
Arya jadi mau tak mau menuruti Rain. Tapi memang kan, apa susahnya untuk pulang bersama gadis itu? Bahkan yang membawa motor pun tetap Rain, tapi kenapa Arya yang merasa susah?
Arya pun mengikuti Rain hingga ke area parkir sekolah. Saat ingin mengeluarkan motor, Rain menatap Arya agar laki-laki itu tidak pergi dari hadapannya. Arya pun duduk di atas jok penumpang saat Rain menyuruhnya.
Saat akan meninggalkan area sekolah, Arya melihat seseorang menatapnya dengan tajam. Mendadak Arya merasa gelisah, rasa sakit di bagian perutnya kembali terasa saat melihat orang itu. Sampai kemudian, suara gadis di depannya kembali terdengar.
"Arya, kalo gue ada salah sama lo, lo langsung bilang aja, jangan di pendem. Gue nggak mau kita berdua jadi asing cuma gara-gara masalah sepele."
Dalam hati Arya berkata. "Gue juga sama, Rain. Tapi apa boleh buat."
Setelah kemarin berhasil mencegah Arya agar tak pulang duluan, rasa khawatir dari hati mungil Rain hilang, walau hanya sedikit. Satu hal yang membuat kekhawatiran Rain tak hilang sepenuhnya, yaitu Arya sama sekali tidak nyerocos sewaktu di bonceng. Biasanya laki-laki itu akan selalu berbicara dan pada akhirnya mengeluarkan lawakan garing yang membuat Rain tertawa sampai lemas. Tak jarang pula mereka hampir terjatuh dari motor karena Rain tak kuasa menahan tawa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lengkara [completed]✓
Ficção Adolescentesegores luka kecil yang tak kunjung sembuh. ini tentang Rainey Azalea, gadis penuh luka yang ia sembunyikan dari semua orang. Rain yang tak di harapkan oleh orang tuanya. namun, mengharapkan kasih sayang orang tuanya. Rain selalu mengharapkan kasih...