Lengkara #01

1K 81 4
                                    

Gadis dengan rambut yang di gulung dan di jepit menggunakan jedai berwarna keemasan, menjepit sempurna seluruh rambutnya. Walaupun gelungan rambutnya tak tertata rapi, tak menghilangkan aksen aestetik pada diri gadis itu.

"Rain! Sini sini!"

Yang di panggil pun menoleh, mendapati dua temannya sedang duduk dengan masing-masing mangkuk yang terisi makanan. Rain menghampiri untuk ikut duduk bersama, lalu tersenyum kepada mereka berdua.

"Nggak ngajakin gue ke kantin. Jahat betul kalian berdua ini." Komentar Rain saat duduk di satu bangku yang sama dengan kedua temannya.

Jennifer angkat tangan, "gue nggak ikut-ikutan Rain. Helen yang maksa gue buat nemenin dia ke kantin."

"Yeuh! Tapi lo juga nggak keliatan keberatan tuh. Malah pas nyampe kantin, lo duluan yang nyerobot langsung pesen makan." Helen menatap Jennifer julid, lalu melempar sebiji pilus ke arah Jennifer.

Rain diam saja, tak berminat ikut campur dalam adu bacot dua temannya itu. Rain mengambil sebungkus keripik singkong pedas  di atas meja kantin, lalu membuka bungkus dan memakannya.

Hmm, rasa keripiknya enak, hanya saja dua curut di sampingnya ini sangat ribut. Membuat cita rasa keripik singkong pedas tersebut berkurang.

Bisa gitu ya..

"Woi, katanya ada murid baru di sekolah kita, seangkatan kita pula." Helen menyudahi adu bacotnya dengan Jennifer.

"Iya? Masa sih?" Rain menyahut.

"Iya cuk, ini rill no pek pek. Gue sudah lihat sendiri." Helen menjawab sambil menepuk-nepuk dada nya lantaran merasa bangga karena sudah mengetahui info tersebut daripada kedua temannya.

"Cewek apa cowok, Len?" Tercium aroma ke-kepoan yang muncul dari diri Jennifer.

"Cowok bruh."

Jennifer sudah ingin berjingkrak-jingkrak, namun segera di tahan Helen. "Eitss, tapi lo jangan seneng dulu, Jen. Dia ini tidak sesuai dengan ekspektasi lo."

"Emang kenapa njing?" Tanya Jennifer.

"Dia itu agak-agak, gue liat si murid baru ini ternyata cu--"

"Hm! Mamam tuh keripik singkong!" Rain menjejali Helen dengan keripik singkong pedas miliknya. "Ghibah mulu lambe lo, gedeg gue dengernya. Nambah nggak keripik singkongnya?"

















































"Ini kita jadi nggak sih ke perpustakaan umum?" Tanya Jennifer sambil menggunakan helm miliknya yang bermotif Hello Kitty.

"Jadilah, kenapa enggak." Sama halnya dengan Jennifer. Rain pun sedang memakai helm miliknya, tapi tidak dengan motif helm. Rain memakai helm sport berwarna hitam.

Apa kabar Helen? Tentunya cewek itu tertawa akibat helm yang di gunakan Jennifer. Gambar Hello Kitty, mana warna pink mencolok pula, ckckck.

"Hahahanjing! Lo nemu di mana dah helm modelan begini!"

"Bukan punya gue, punya abang gue ini." Jennifer menjawab dengan raut datar.

Tapi serius, helm itu memang milik abang nya.

Mendengar jawaban Jennifer, Helen makin ngakak dibuatnya. Helen lalu memukul helm Jennifer yang sudah bertengger apik di kepala cewek itu.

"Anjing, nggak usah mukul segala tai!"

"Nggak bisa, nggak bisa. Nggak kuat gue, awokwokwok!"

Jennifer muak. Ingin rasanya ia menceburkan Helen ke got depan sekolah. Lalu setelahnya, menyuruh Asep--angsa jantan kesayangannya--untuk menyosor Helen. Jennifer kemudian menatap Rain yang sedang mengeluarkan motor dari parkiran dan menyalakan motor sportnya.

"Rain,"

"Apa?"

"Lo nggak ngakakin gue kayak Helen?" Tanya nya sambil melirik Helen yang duduk di jok belakang melalui spion motor.

"Nggak." Jawab Rain singkat, padat, dan jelas. Baiklah, sepertinya memang hanya Helen yang akan Jennifer tumbal kan untuk Asep.

"Tapi Jen, lo mirip bocil prik yang gue temuin di jalan waktu berangkat sekolah tadi. Mana duduknya nemplok banget sama emaknya, ingus nya meler-meler. Dan yang lebih parah, dia nge pucekin gue." Imbuh Rain.

Jennifer yang tersenyum kini mengubah raut wajahnya menjadi masam. Lalu mengacungkan jari tengah. Rain kaget bukan main, pasalnya Jennifer seperti duplikat bocil prik yang ia lihat pagi tadi.



































Pukul tujuh malam, Rain tiba di rumahnya. Rumah yang menjadi saksi bisu bahwa selama ini dirinya selalu di siksa terus menerus.

Setelah memasukkan motor ninja miliknya ke dalam garasi, ia segera melangkahkan kakinya menuju pintu utama rumah dan masuk ke dalam rumah.

Netra milik Rain menatap pemandangan yang sudah biasa menjadi santapan sehari-hari nya. Dulu, hanya ada tiga orang yang bersenda gurau di ruangan itu. Tapi kini, bertambah satu anggotanya.

Karena tujuh tahun yang lalu, Zalfa melahirkan seorang putra yang bernama Rendra Sebastian.

Rain sudah biasa menatap pemandangan tersebut. Tak mau ambil pusing, gadis itu segera berjalan menaiki tangga menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Namun tiba-tiba, suara salah seorang di ruang keluarga itu membuat langkahnya terhenti.

"Sering banget pulang malem. Kemana aja, jam segini baru pulang? Kamu itu anak gadis lho. Pulang abis magrib, mana masih pake seragam SMA juga. Malu-maluin keluarga aja," celetuk Zalfa.

"Sering? Sering Mama bilang? Rain baru dua hari ini Ma pulang selepas magrib. Itu pun ada perlu. Coba Mama liat deh kelakuan anak perempuan kesayangan Mama itu. Lebih sering dia pulang selepas magrib, itu juga dia nggak ada perlu. Cuma ngumpul-ngumpul bareng temen doang." Ucap Rain sambil menatap orang-orang yang berkumpul di ruangan favorit mereka itu.

Rachel tentunya hanya diam mendengar ucapan adiknya--Rain. Riko sedikit terkejut, karena tidak biasanya anak itu membantah.

"Rain! Kamu itu--"

"Papa udah deh, Pa. Mama sama Papa nggak usah kebanyakan kasih komentar. Mending kalo Mama sama Papa kasih komentar yang bikin Rain semangat buat hidup. Tapi ini nggak, komentar kalian cuma bikin Rain sakit hati."

Selesai mengucapkan semuanya, Rain melanjutkan langkahnya lagi menuju ke kamar.


































Rain duduk di meja belajarnya, dengan beberapa buku yang terbuka karena ia sedang mengerjakan tugas sekolah. Beberapa saat kemudian, Rain mendengar pintu kamarnya terbuka. Rain tak menoleh, karena dia tahu siapa yang masuk ke dalam kamarnya.

"Rain, maafin ucapan Mama tadi, ya?" Ujar Rachel sembari meletakkan nampan berisi sepiring roti dan segelas susu di atas nakas. "Gue bawain roti sama susu. Lo pasti belum makan dari pulang sekolah tadi."

Rain melirik nampan berisi makanan itu. Dan benar yang di katakan Rachel, dia belum makan apapun sedari tadi. Lalu pandangannya ia alihkan pada Rachel yang masih berdiri di sebelah nakas.

"Peduli apa lo?" Tanya nya dengan nada tak bersahabat.

"Gue..."

"Lo di suruh Mama buat anter itu, kan?" Rain kembali membuka suara sembari menunjuk nampan diatas nakas.

Rachel hanya bisa mengangguk. Mau berbohong pun tak ada gunanya, Rain sudah hafal betul dengan kelakuan makhluk di dalam rumah itu.

Rachel tak mau beradu argumen dengan Rain. Dia pun memutuskan keluar dari ruangan yang paling sering Rain tempati. Sebelum menutup pintu, Rachel menatap nampan yang ia bawa sebelumnya, kemudian berganti menatap sang adik yang kembali sibuk dengan bukunya.

"Gue harap lo bisa jaga diri dengan baik, Rain." Ucapnya kemudian menutup pintu dan pergi dari sana.

Lengkara [completed]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang