Lengkara #21

164 27 0
                                    

Selama pelajaran berlangsung, Rain sibuk memandangi plester bergambar ultramen yang menempel di bagian lututnya. Selain sibuk memandangi plester, otaknya juga sibuk memutar ulang kejadian semalam. Dan lagi satu yang membuatnya terus menerus kepikiran, laki-laki si pemilik kucing berbulu putih yang wajahnya pak ketiplak Arya.

Tapi walaupun wajahnya mirip Arya, Rain tetap kesal karena kucingnya itu mendatangkan kesialan padanya. Harusnya semalam Rain memenangkan balapan dan membawa pulang hadiah berupa uang tunai yang nominalnya nggak main-main. Tapi Rain bersyukur, walaupun nggak memenangkan balapan, ada bang Vigo yang dengan baik hatinya memberi separuh hadiah berupa uang tunai yang didapatkannya saat menang balapan.

Hingga akhirnya, Rain terlonjak kaget saat Helen menyikut pinggangnya.

"Woe, ngapain tuh kaki di pandang mulu dari tadi? Kaki lo pincang?" Helen bertanya tanpa memfilter bahasanya terlebih dahulu.

Rain menggeplak lengan Helen. "Sembarangan, gue tabok ntar mulut lo pake sempak ultramen."

Iya sih, Helen tidak tahu sama sekali kalau Rain menjadi salah satu peserta balap liar. Bahkan, Helen tidak tahu jika semalam Rain mengalami kecelakaan. Helen tidak tahu jika siku dan lengan sahabatnya terluka, karena sedari tadi, Rain tidak melepas almamaternya sama sekali. Rain menyembunyikan semuanya dari Helen.

"Idih, apaan itu ultramen? Nggak elit banget. Dahlah, ke kantin aja hayuk."

Rain kemudian menatap Helen dengan bingung, "lah, emang udah istirahat?"

"Udah dari tadi markonah. Makanya jangan mandangin kaki mulu." Helen yang tidak sabar, langsung menarik lengan almamater Rain. Menarik paksa agar Rain berdiri dan ikut dengannya ke kantin.

"Eh, nanti nanti," Rain menepis tangan Helen. Kemudian pandangannya tertuju pada Arya yang menaruh kepalanya di atas meja, terlihat lesu. "Gue mau samperin Arya, lo kalo mau duluan boleh boleh aja."

Ya, jangan tanya Arya pergi kemana saja selama dua hari ini sampai-sampai tidak bisa dihubungi. Bahkan, Rain pun tidak menanyakan masalah itu lagi saat dirinya bertemu Arya di sekolah. Rain terlalu senang saat bertemu Arya, sehingga dia lupa pertanyaan yang selalu memenuhi benaknya.

Helen merespon dengan menyatukan jari telunjuk dan ibu jarinya, membentuk huruf O. Kemudian dia pergi dari sana, sungkan sekali menimbrung dengan dua orang yang dipandang-pandang sedang mengalami penyakit kasmaran.

"Ja, ikut ke kantin?" Tanya Rain sambil menyisir rambut lurus Arya menggunakan jari-jari tangannya.

Arya pun mendongakkan kepalanya, menatap gadis yang memperlakukannya sangat lembut layaknya sedang mengasuh seorang bayi.

"Iya," jawaban singkat keluar dari mulut nya. Kemudian berdiri dari duduknya, berjalan beriringan dengan Rain menuju kantin sekolah.









































Helen mendengus kesal saat melihat dua orang bucin datang di kantin dan duduk di hadapannya dengan bergandengan tangan. Apa apaan itu, jijik sekali Helen melihatnya. Lantas, dia memotong bakso yang baru saja di belinya dengan perasaan kesal dan langsung melahapnya. Duh, itu kan masih panas, kok langsung di makan sih, Helen.

Rain menyadari Helen yang terlihat kesal, tapi tidak tahu karena apa sahabatnya itu jadi kesal. "Dih, kenapa dah, baru juga sampai kantin dah sensi. Lagi datang matahari ya?"

"Diem lo, hasrat gue untuk menampar orang pakai black card sedang menggebu-gebu." sahut Helen sedikit tidak bersahabat.

Nggak usah heran, Helen emang gitu. Orangnya moodyan.

Lengkara [completed]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang