segores luka kecil yang tak kunjung sembuh.
ini tentang Rainey Azalea, gadis penuh luka yang ia sembunyikan dari semua orang. Rain yang tak di harapkan oleh orang tuanya. namun, mengharapkan kasih sayang orang tuanya.
Rain selalu mengharapkan kasih...
Wanita paruh baya sedang mengemasi beberapa tumpuk baju. Dia kembali memasukkan baju-baju tersebut kedalam koper. Sejenak dia berhenti dari kegiatannya. Memandang laki-laki dengan hoodie sebagai atasannya sedang berdiri di dekat jendela. Senyuman tercetak dan mulai mengembang di bibir nya.
"Bundaaaaa, Ayah tunggu Bunda di loby," ujar gadis yang baru saja masuk ruangan tersebut. Dia berjalan mendekati wanita paruh baya yang sedang mengemasi baju.
"Bunda sama Ayah aja. Aku biar pulang sama dia," ucapnya lagi sembari menunjuk kecil laki-laki di dekat jendela.
Wanita paruh baya itu tersenyum dan menutup koper. "Tapi Bunda masih takut kamu bawa mobil sendiri."
Gadis tersebut memerosotkan bahu saat mendengar ucapan sang Ibu. "Bunda, aku kan udah gede. Aku juga udah punya SIM, ngapain Bunda masih meragukan?"
"Ya sudah, Bunda duluan sama Ayah. Kamu hati-hati ya," wanita paruh baya pun mengusap rambut anaknya, dan kemudian pergi dari ruangan tersebut, persis seperti yang di inginkan sang anak.
Gadis itu tersenyum saat memandangi kepergian sang Ibu dari hadapannya. Dengan sigap, tangannya meraih gagang koper dan berdiri. Pandangannya kemudian berfokus dengan laki-laki yang berdiri tak jauh dari hadapannya.
Suasananya canggung sekali. Sedari tadi hanya dia sendiri yang mengoceh. Merasa sudah kehabisan topik pembicaraan, dia hanya melirik-lirik laki-laki di sebelahnya. Tapi laki-laki itu tak bergeming sama sekali. Dia tidak mengeluarkan suara dan hanya menatap lurus ke jalanan.
"Kenapa ke sini?" laki-laki itu akhirnya berbicara saat si pengemudi menghentikan mobilnya di depan salon.
"Gue rasa lo harus di upgrade, Kak."
"Di pikir gue proteksi hp kali ya, harus di upgrade," gerutunya namun masih bisa di dengar yang lebih muda.
Gadis yang semula duduk di kursi kemudi, tiba-tiba sudah berdiri dan membuka pintu mobil di sebelah laki-laki tersebut. "Kak, lo masih bisa jalan sendiri kan?"
Laki-laki berhoodie itu mendengus kesal. "Ya', gue selama ini cuma dapat gangguan psikis, bukan berarti gue lumpuh. Tolol banget sih lo," ujarnya dan keluar dari dalam mobil. Meninggalkan sang adik yang terkejut dengan ucapannya.
"Buset, baru juga sembuh sebulan, udah bisa ngatain orang. Bukan maen anaknya Pak Jefran sama Ibu Azura."
"Kak, gue rasa Bunda bakalan syukuran karena lo udah waras," ucap Alya dengan tangan yang memegang sebuah paper bag.
"Bahasa lo kasar banget. Coba di perhalus, biar enak dengernya," komentar Arya.
"Oh, Kak lo tunggu di sini bentar. Gue mau ke sana dulu," sahut Alya yang nampak tak menghiraukan sang Kakak. Tangannya pun menunjuk salah satu kedai.
Pandangan Arya mengikuti arah yang ditunjuk Alya. Kedai yang menyediakan berbagai jenis bakso, termasuk bakso bakar. Arya mengepalkan tangannya, sekelibat memori menyelinap masuk ke dalam otaknya. Kembali memutar memori lama yang hampir terlupakan.
Arya terkekeh kecil saat melihat adiknya berlari kecil menuju kedai tersebut. Ia pun melangkahkan kaki menuju salah satu kursi umum di pinggir jalan. Pandangannya menuju ke bawah, dadanya tiba-tiba terasa sakit. Padahal dia selama ini tidak memiliki riwayat penyakit jantung.
Kring! Kring!
"Permisi! Awas!"
BRUK
Arya terjatuh, sama halnya dengan orang yang baru saja menabraknya. Orang itu dengan segera bangkit dan mengulurkan tangannya pada Arya.
"Maaf, aku nggak sengaja. Kakak nggak pa-pa?"
Arya mendapati suara yang begitu familiar menyapa gendang telinganya. Dia menatap tangan yang terulur untuk membantunya, dan berganti menatap wajah orang tersebut. Menatapnya seolah membuat waktu berhenti.
"Rain?" lirihnya.
"Permisi? Kakak nggak mungkin gegar otak cuma karena Kakak ke tabrak sepeda, kan?" ujar gadis itu lagi.
"Oh? Iya, nggak pa-pa kok, nggak pa-pa," jawab Arya dengan terbata dan segera berdiri.
Gadis itu kembali menarik tangannya yang terulur. Rasanya memalukan karena memberi bantuan tapi tak diterima. Dia tersenyum canggung pada Arya dan membenarkan topi hitam yang di kenakannya.
"Sekali lagi aku minta maaf, aku bener-bener nggak sengaja nabrak Kakak tadi."
"Nggak, tadi aku nggak denger-"
Arya belum selesai berbicara, namun gadis yang menabraknya tadi sudah pergi dari hadapannya sembari menuntun sepeda.
"Gue belom se-"
Sesuatu yang diinjaknya sedikit menarik perhatian. Arya berjongkok untuk mengambil. Id card milik gadis barusan terjatuh. Arya berniat ingin mengembalikannya, namun gadis tersebut sudah hilang dari pandangannya. Entah kemana perginya gadis itu.
"Haish, ternyata cinta-cintaan ada efek sampingnya juga. Kasian banget Kak Arya selama ini tersiksa sampe jadi gila gara-gara di tinggal Kak Rain."
Arya mendengar suara sang adik yang mulai berjalan mendekat ke arahnya. Dengan segera dia memasukkan id card tersebut ke dalam kantong hoodie yang di kenakannya.
"Kak, lama nggak sih nunggu gue?"
Arya tersenyum, dia merangkul sang adik dan mengajaknya untuk segera pulang. "Ayo cepetan pulang, gue nggak sabar mau balik ke rumah."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
id card yang di ambil Arya
final ya, Lengkara sudah end. nggak ada lagi bonchap. makasih sudah baca Lengkara dari awal sampe akhir. jangan lupa cek cerita Jinii di sebelah yaa 😍😍