Treizième

287 16 0
                                    

"Kau adalah pembunuh orang tuaku." Irene menatap Jihyo dengan penuh kebencian.



"Dan bagiku itu adalah dosa tak termaafkan, aku akan selalu menyalahkanmu atas hal itu."


Tertegun sejenak, lalu Jihyo mundur selangkah dengan begitu dingin.





"Oke"



Dan ketika Irene mengangkat kepalanya, Jihyo sudah keluar dari ruangan itu. Irene menghembuskan nafas panjang.




Apakah dia salah? Tetapi bukankah semua yang dilakukan Jihyo atas dasar nafsu?



Wanita itu jelas-jelas bergairah kepadanya dan menginginkannya. Tetapi setelah itu apa? Irene tidak mau jatuh dalam jerat rayuan Jihyo seperti perempuan murahan.



Seperti para kekasih Jihyo yang dicampakkan begitu saja setelah wanita itu puas.




Setidaknya meskipun dia gagal membalaskan dendamnya, dia bisa pergi dari kehidupan Jihyo dengan penuh harga diri.
















Jihyo berdiri malam itu di tengah taman di depan rumahnya, berharap udara dingin bisa meredakan gairahnya yang membuat tubuhnya begitu panas. Ditatapnya jendela kamar Irene di lantai dua.



Jendela itu terbuka, dan cahaya temaram memantul dari sana, tampak begitu jelas.



Jihyo menatap jendela itu dengan frustrasi. Perempuan itu ada di sana dan Jihyo seharusnya bisa dengan mudah memilikinya.



Tetapi sikap perempuan itu seolah-olah membuatnya merasa menjadi bajingan menjijikkan kalau dia sampai memaksakan kehendaknya kepada Irene.



Jihyo tertegun ketika melihat bayangan Irene terpantul dari kamar. Sepertinya Irene berdiri dekat lampu tidur di samping ranjangnya, karena bayangannya muncul dari gorden jendela bagaikan siluet gelap yang erotis.



Irene tampak sedang berjalan mondar-mandir di kamarnya, dan Jihyo menatapnya dengan penuh minat.



Lalu perempuan itu membuat gerakan membuka gaunnya. Jihyo menelan ludah, melirik ke sekelilingnya yang sepi, mulai merasa tidak nyaman karena membuat dirinya seperti seorang pengintip mesum yang mengintip siluet perempuan berganti baju dengan penuh gairah.



Siluet Irene melepas kemejanya, dan tubuh bagian atasnya yang polos terpantul dalam bayangan gelap dengan bentuk tubuh yang menggoda.
Sialan!



Jihyo mulai mengumpat ketika bayangan Irene di jendela membuat gerakan mengangkat salah satu kakinya ke ranjang dan tampaknya melepas celana panjangnya.



Gerakan itu tampak sangat seksi di bawah sini, dan Jihyo menggertakkan giginya dengan marah.



Ia benar-benar siap meledak, dan Irene malahan memperburuk keadaan dengan pantulan bayangannya di jendela - meskipun dia tidak sengaja—dan Jihyo sungguh-sungguh siap meledak dalam arti yang sebenarnya saat ini mengingat juniornya yang sudah begitu keras hingga terasa menyakitkan.



Dengan geraman marah, Jihyo melangkah terburu-buru menaiki tangga, membanting kakinya di setiap langkahnya, dibukanya pintu kamar itu dengan kasar.




Matanya membara dan dia siap untuk bertengkar, dan menemukan Irene sedang duduk di sofa, sudah berganti dengan gaun tidurnya dan sedang membaca sebuah buku. Irene mengangkat alis melihatnya, tampak begitu tenang,




TRAPPED OF DEVIL PARKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang