Laura yang tidak menginginkan menikah dengan pria yang tidak memujanya berusaha membujuk Alya agar mau mengatakan acara perjodohannya.
"Ma, aku ga mau dijodohkan sama Arkana. Dia sudah berusia hampir 40 tahun dengan wajah tampan dan kaya raya begitu, tapi ga nikah-nikah kayaknya dia gay deh Ma," ujar Laura mempengaruhi Alya.
"Masa sih Arkana gay, tapi gay ga masalah juga kali Lau," ucap Alya sambil mengoleskan selai di roti.
"Iih, Mama apa ga malu punya menantu gay? Apa kata teman-teman Mama nanti kalau tau punya menantu lekong."
"Yang penting uang dan status sosialnya, Lau. Kamu cukup bertahan beberapa tahun menikah sama dia, porotin uangnya, dan kalau cerai, kamu minta uang tunjangan. Status kamu juga masih terhormat mantan istri CEO XaWill Energi Group."
Laura tak percaya mendengar perkataan ibunya. Bisa-bisanya seorang ibu menyuruh anaknya menikah demi uang lalu bercerai juga demi uang.
"Mama kenapa seperti itu! Aku ini manusia juga Ma bukan alat buat mama cari uang dan status sosial. Aku tetap ga mau menikah sama Arkana!"
"Sudahlah Lau, kita perlu jaminan masa depan dengan menikahi orang kaya dan kamu harus tetap menikah sama Arkana!"
"Mama… pria itu sombong sekali, angkuh banget. Memang sih dia keren, cakep, l pintar, tapi tetap aja aku ga mau menikah sama laki-laki model begitu."
"Itu hal biasa Lau kalau Arkana sombong. Dia emang kaya, tampan, pintar jadi wajar kalau sombong. Yang ga wajar itu kalau udah jelek, item, ga kaya, bodoh malah sombong bikin orang pengen buang ke Antartika."
"Tapi dia ini benar-benar memuakan Ma. Masa dia ga tau siapa aku loh."
"Mungkin dia sibuk Lau jadi memang ga terlalu mengenal model-model."
"Tapi Ma, aku ini masih mudah banget. Usiaku baru 20 tahun loh, karirku sebagai model masih panjang Ma."
Alya menjelaskan pada Laura tentang karir menjadi model tidak dapat dijadikan sebagai mata pencaharian saja dan tidak memiliki masa depan. Usia semakin bertambah dan banyak bermunculan model-model baru yang melebihi para pendahulunya.
Para disainer juga lebih menyukai model-model muda untuk memperagakan rancangannya. Daripada Laura mempertahurkan semuanya hanya demi dunia modeling lebih baik memiliki suami yang bisa jadi jaminan masa depan, seperti Arkana.
Laura sangat kesal dengan perkataan Alya. "Jadi maksud Mama nih, mau jual aku ke pria sombong itu gitu maksudnya Ma."
"Mama ga menjual kamu, Laura. Ini semua Mama lakukan demi kebaikanmu."
"Mending Mama jual aja Kak Risha biar dia jadi lebih berguna bukan cuman jadi beban keluarga aja."
"Risha itu bukan seperti kamu dan ga secantik kamu. Lihat saja tuh Kakakmu, dia pendek, mukanya kusem, rambutnya kaku kayak sapu ijuk beda banget sama kamu yang tinggi, wajahnya glowing, kulitnya putih, dan rambutmu itu lembut berkilau."
Laura sangat kesal sepertinya percuma berbicara dengan ibunya. Ia pun pergi meninggal rumah mengendari mobilnya kencang. Ia benar-benar kecewa ke Alya yang demi obsesinya mendapatkan banyak uang mengorbankan anaknya sendiri.
Apapun yang dilakukan Laura tak mengubah keputusan Alya, bahkan Adrian, papanya tidak bisa mengubah apa yang dikatakan Alya. Ia Bingung harus melakukan apa lagi.
***
1 bulan kemudian
Arisha kembali dari kampusnya. Ia heran kenapa begitu banyak orang mondar mandiri, keluar masuk di rumahnya. Ia masuk ke dalam dan bertanya ke Bi Wati.
"Bi, ada acara apa sih kok banyak orang dekor dan orang katring begitu." Arisha bingung dengan apa yang terjadi.
"Loh, Non Arisha ga tau kalau hari ini ada acara temu keluarga mempelai pria dan wanita."
"Jadi, Laura akan segera menikah. Astaga usianya baru juga 20 tahun, aku yang usianya 23 tahun aja belum berpikiran untuk menikah."
Arisha menggelengkan kepalanya heran. Apalagi sekarang ulah yang dibuat ibunya. Ia yakin pasti ini semua ulah Alya yang selalu memaksakan kehendaknya tanpa memperdulikan perasaan orang lain.
"Risha." Nama Arisha dipanggil Alya membuat gadis itu menolah ke arah suara.
"Iya Ma," jawab Arisha.
Alya menatap Arisha. Ia menyadari makin lama putrinya terlihat semakin cantik meskipun rambutnya pendek. Ada rasa bangga di hatiinya memiliki 2 orang anak perempuan yang cantik-cantik terlebih lagi Arisha mewarisi bakatnya bernyanyi, walau tak pernah anak sulungnya tersebut ikut les vocal untuk mengasah suaranya.
"Nanti malam keluarga Arkana mau datang ke rumah untuk membicara tanggal pernikahan adekmu." Alya berbicara sambil mengawasi orang interior.
"Iya Ma. Apa yang bisa aku bantu agar acaranya berjalan lancar," ucap Arisha ingin ikut membantu acara adiiknya.
Alya menatap Arisha. "Dengar Arisha. Kamu tidak usah ikut membantu acara adikmu."
"Loh, kenapa Ma?"
"Kamu itu cuman aib keluarga yang bikin aku malu setengah mati telah melahirkanmu. Aku minta tolong sama kamu, Arisha. Kamu cukup berada di dalam kamar dan tidur saja ga usah kegatelan muncul di hadapan keluarga Arkana. Ngerti kamu!"
Hati Arisha sangat hancur mendengar perkataan Ibunya. Kenapa ada seorang Ibu yang begitu tega menghina anaknya sendiri dan berkata begitu kejam padanya.
"Ma, aku ga pernah minta dilahirkan sama Mama. Kalau saja aku bisa memilih, aku akan minta sama Tuhan agar tidak lahir dari rahim seorang ibu yang selalu menganggap aku aib keluarga." Napas Arisha terengah-engah menahan amarah yang sudah tak dapat ditahannya lagi.
"Heh! Dasar kamu, anak kurang ajar. Siapa juga yang mau melahirkan anak seperti kamu! Anak yang ga pernah aku inginkan. Karena kamu lahir masa depan hancur dan harus menikah dengan pria yang tak pernah aku cintai!"
Kali ini Arisha sudah tak dapat lagi menahan semua amarahnya dan berteriak, "lebih baik aku pergi saja dari rumah ini, di sini ga ada yang pernah menganggap aku ada. Aku benci sama Mama! Mama selalu membeda-bedakan aku sama Laura. Aku sangat menyesal mempunya ibu kandung seperti Mama!" Ia berlari pergi meninggalkan rumahnya.
Alya sangat terkejut anak yang selama ini selalu menurut apapun perkataanya berani melawannya. Ada perasaan menyesal di dalam hatinya, tapi ia berusaha mengenyahkan perasaan tersebut dan berpura-pura tetap tak pernah ada masalah apapun.
Bi Wati sama terkejutnya seperti Alya. Ia memang mengetahui kalau Alya memang tidak pernah menginginkan Arisha, tapi anak itu tidak bersalah. Masa lalu Alya lah yang membuatnya begitu membenci putri kandungnya sendiri.
"Bu, kasihan Non Risha baru pulang kuliah belum makan apa-apa, Bu," ucap Bi Wati mencoba menyentuh hati nurani Alya.
Alya hanya diam. Ia sebenarnya juga khawatir pada Arisha, apalagi uang jajan yang ia berikan pada anaknya hanya sedikit tidak seperti uang jajan yang diberikannya ke Laura.
"Bu… saya susul Non Risha ya."
"Ga usah! Biarkan saja anak itu harus dikasih pelajaran. Palinga nanti malam selesai acara udah pulang dia." Alya kembali sibuk mengurusi orang katering tak memperdulikan kepergian putrinya yang malang Arisha.