Bayangan Arisha

141 27 2
                                    

Femmy tak kehilangan akal. Ia berpura-pura menangis sedih karena Arkana tidak menghargainya, di usianya yang sudah tua dan sakit-sakitan putranya selalu saja menolak permintaannya padahal masih kecil apapun keinginan Arkana selalu diturutinya dan selalu merawat juga menjaga anaknya. 

Mau tak mau Arkana tak ada pilihan lagi. Mengingat kesehatan Femmy yang jauh lebih penting dari apapun. Ia pun terpaksa setuju dengan permintaan mamanya, begitu juga Arisha ikut setuju apapun yang dikatakan Arkana dan Femmy. 

Arisha tidak mempermasalahkan hal tersebut, ia belum pernah ke luar negeri dan inilah kesempatannya. Arkana pasti juga tidak akan melakukan hal-hal berlebihan. Ia yakin suaminya bisa menjaga komitmen mereka berdua untuk menikah hanya setahun. 

Hari ini Arkana dan Arisha akan pergi berbulan madu. Femmy, Cicil, Serin, dan Aris sudah siap untuk melepaskan kepergian bulan madu sepasang pengantin baru tersebut.  

Tidak membutuhkan waktu yang lama mereka sudah tiba di bandara. Femmy memeluk Arisha, ia sangat bahagia rencana bulan madu untuk anak dan menantunya berjalan sesuai rencananya. 

“Jangan lupa nanti pulang harus ada kabar baik,” ucap Femmy.

Arkana yang mengerti dengan maksud Femmy menjadi kesal. Mamanya terlalu berharap lebih dan hal tersebut tidak akan mungkin terjadi.  

“Kabar baik apa Ma?” tanya Arisha yang kebingungan.

“Itu loh… cucu maksud Mama, hihihi,” ucap Femmy dengan sumringah.

Wajah Arisha memerah. Belah duren saja belum bagaimana bisa menghasil cucu, tapi ada perasaan bersalah di dalam hatinya yang akan mengecewakan mertuanya yang sangat baik hati tersebut. 

Setelah beberapa jam mereka tiba di Bandar Udara Internasional New Bangkok. Mobil jemputan yang mengantarkan mereka ke hotel juga sudah tersedia. Arkana tahu pasti mamanya telah merancang bulan madu ini dengan sebaik mungkin. 

Di saat Mereka sudah berada di kamar hotel.

"Waah kamarnya bagus bangeeet." Arisha berteriak melihat kamar hotel dengan pemandangan pantai. "Om apa kita tidur sekamar?" 

"Sepertinya begitu gak mungkin aku pesan kamar lain atau extra bed nanti ketahuan Mommy." 

"Tempat tidur ini milikku yaa Om dan sofa itu milik Om." 

"Gak lah. Kamu gak lihat tinggiku ini, aku gak muat di sofa. Aku bisa encok nanti." 

"Enaknya gimana yaa Om. Apa buat kayak di rumah tidurnya pakai pembatas." 

"Ok lah, aku setuju." 

Arisha sibuk mengatur batal sebagai pembatas mereka di ranjang. Ia tidak ingin tubuhnya yang suci ini tersentuh oleh tangan Arkana. 

“Besok pagi aku ga mau ke restoran untuk breakfast, kita pesan dari kamar saja ya." 

"Boleh juga Om. Yaa sudah, pesankan aku breakfast yang sama sepertimu. Aku lagi ga pilih-pilih makanan.”

Arkana mengambil telepon di meja samping ranjang dan menelpon resepsionis untuk pesan breakfast. 

“Eh, Om. Kita kan sudah berada di sini nih,  daripada kedok bulan madu ini mending anggap aja liburan. Kayaknya lebih enak kalau kita jalan-jalan sambil menikmati wisata kuliner deh dari pada terkurung di dalam kamar. Gimana Om ?”

“Boleh juga usulmu. Sekalian aja kita liburan.”

"Ok Om." 

Arkana dan Arisha sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing dengan bermain ponsel. Arisha menonton drama Korea sedangkan Arkana membaca artikel tentang bisnis sambil duduk berdampingan di ranjang. 

Hari semakin sore, Arisha ingin mandi, tapi ada Arkana di dalam kamar sedang sibuk melihat layar ponselnya.

"Aku mau mandi, Om" ujar Arisha.

"Hmm," jawab Arkana sambil terus melihat ponsel tak memperdulikan Arisha.   

"Om, aku mau mandi!" Arisha bersuara keras.

"Ya udah mandi sana, apa kamu minta aku mandiin." 

"Kamar mandinya cuman pembatas kaca tebal itu, aku ga bisa mandi kalau Om ada di sini." 

"Kenapa? Malu? Sudahlah tak usah malu-malu aku ngapain lihat body mu yang kurus begitu," ujar Arkana sambil memandangi bagian atas Arisha. 

Arisha mengikuti arah pandang mata Arkana yang menatap dirinya dari atas sampai bawah. “Ooomm." Arisha berteriak semakin kencang.

"Aku tak akan masuk kamar mandi," sahut Arkana dengan senyuman yang sulit diartikan.

"Ingat yaa ga boleh masuk! Larangan keras! Ga boleh mengintip!" Arisha dengan kesal dan langsung berlari masuk kamar mandi.

Gelak tawa Arkana begitu jelas di telinga Arisha, tapi memilih tidak memperdulikannya, ia sekarang hanya ingin mandi. Badannya terasa lengket dan harus segera membersihkan dirinya. 

Arkana masih terus tertawa lalu dia terdiam. Ingatannya kembali waktu kemarin ia tak sengaja melihat Arisha telanjang keluar kamar mandi dan untung saja gadis itu tidak mengetahuinya. Lekukan tubuh Arisha begitu indah, putih, dan sangat menggoda imannya. Tiba-tiba kejantanan Arkana berdiri lalu menggelengkan kepalanya sendiri. Ia harus menyingkirkan pikiran-pikiran negatif yang ada di dalam otaknya. 

Tapi itu hanya sementara, Arkana mencoba untuk mengintip Arisha dibalik kaca pembatas kamar mandi yang tidak tertutupi di balik kamar. Bayangan tubuh Arisaha membuatnya ingin melihat lagi dan lagi. Entah mengapa Arisha begitu memikatnya dan segera kembali ke posisi awalnya. Duduk dengan diam di sofa sambil berpura-pura konsentrasi menatap layar ponselnya padahal ia kegerahan sendiri. 

Setelah Arisha selesai mandi dan sudah berpakaian. Ia merasa lega saat dilihatnya Arkana masih di posisi  yang sama, fokus menatap layar ponsel dengan raut wajah serius. Tanpa Arisha ketahui sebenarnya Arkana sudah mengintip saat dirinya mandi dan membuat lelaki tersebut resah sendiri.

"Mau kemana?" tanya Arisha saat Arkana akan keluar kamar.

"Aku gerah," sahut Arkana berpura-pura kepanasan sedangkan pikirannya sudah traveling ke mana-mana membayangkan tubuh indah Arisha. 

"Gerah? Memang ac nya mati Om? Atau mandi aja dulu Om biar segeran gitu." 

"Nanti aja, aku mau keluar sebentar. Aku mau menenangkan pikiranku dulu.” Arkana pun keluar kamar untuk menenangkan pikirannya.

Saat berada Arkana berada di taman hotel, dia berusaha menyingkirkan pikirannya yang terus saja terbayang-bayang akan kemolekan tubuh istrinya. Dia harus bisa menahan gairah lelakinya yang bergelora.

Sementara itu, Ruben dan Cicil yang menyusul pasangan berbulan madu itu terus mengawasi pergerakan Arkana dan Arisha. Kamar mereka tepat di sebelah kamar Arisha dan Arkana. 

"Itu kenapa gak ada pergerakan sama sekali sih. Apa mereka cuman di kamar aja seharian?" tanya Cicil penasaran. 

"Biarin ajalah Cil. Biarkan Kakak sepupumu menikmati bulan madunya dan saatnya kita bulan madu," ucap Ruben. 

Cicil menatap Ruben kesal. Apa maksud kekasihnya itu? 

"Jangan berpikir aneh-aneh yaa Ben. Aku memang setuju pacaran sama kamu, tapi kalau Kak Kana sampai tau bisa-bisa kita berdua kena amukan banteng marah loh." 

"Tapi kalau terjadi hal yang diinginkan dan kamu hamil anakku pasti Kak Kana mu itu setuju." 

"Hamil… hamil… hamil anak kuda Nil maksudmu! Aku haramkan kamu bercinta denganku sebelum ada persetujuan Kak Kana ku itu." 

"Tapi Cil." 

"Ga ada tapi-tapian atau kita putus!" 

"Iya siap deh Tuan Putri Cicil." 

Cicil tertawa meledeki Ruben. Ia tahu Ruben sangat serius berpacaran dengannya bahkan awalnya Ruben mengajaknya menikah, tapi ia harus minta persetujuan Arkana sebelum semuanya terjadi. 

Ponsel Cicil berdering. Nama Tante Femmy tertera di layar ponselnya. Ia mengangkat telepon Femmy dan memberitahukan semua tentang Arkana dan Arisha. Femmy menyemangatinya dan Ruben agar selalu mengawasi mereka kalau bisa ikut campur dalam hubungan percintaan anak dan menantunya. 

The WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang