Merasa Kasihan

156 28 10
                                    

Arkana menarik napas lalu menghembuskannya. Ia duduk sebentar di sofa ruang tamu yang ada di dalam kamar sambil matanya melirik ke ruangan sebelah yang terdapat ranjang. 

Kerongkongan terasa kering lalu mengambil air mineral di lemari pendingin. Teras begitu melegakan saat air dingin yang mengalir di kerongkongannya. Entah kenapa rasanya malam ini terasa begitu panjang. 

Arkana melangkahkan kakinya berjalan perlahan menuju kamar. Di atas ranjang ada tubuh kecil perempuan yang telah dinikahinya beberapa jam yang lalu di dalam selimut. Memang Arisha tampak berbeda dengan Laura, tapi paras mereka sama-sama cantik walau Laura lebih tinggi. 

Selamat deh aku ternyata Arisha sudah tidur kalau ga bisa aneh. Arkana berkata dalam hatinya. 

Arkana membuka kopernya dan mengganti pakaian di kamar mandi. Ia tak rela untuk sekarang kalau Arisha melihat tubuhnya yang atletis dengan otot perut six pack hasil kerja kerasnya nge-gym. 

Gadis cantik yang dikira Arkana sudah tidur ternyata hanya berpura-pura memejamkan matanya. Ia sama sekali tidak bisa tidur malah ketakutan di balik selimut sambil memegang sepatunya. Ia berencana akan memukul pria itu kalau sampai  menyentuhnya. 

Tak akan aku biarkan kamu sentuh-sentuh aku Om-om cabul. Udah umur segitu kok ga nikah-nikah pasti dia ada kelainan nih orang. Arisha berkata dalam hatinya masih dengan mata terpejam. 

Jantungnya semakin berdebar kencang saat ia merasakan ranjang bergerak. Ia mengintip dan melihat Arkana mengambil bantal dan pergi ke ruang tamu.  

Yes, aku aman. Si Om cuman ngambil bantal doang. Dia kayaknya tidur di sofa ruang tamu sana. Arisha kembali berkata dalam hatinya. 

Arkana memutuskan untuk tidur di sofa. Tak mungkin ia pesan kamar berbeda karena akan membuat kegaduhan. Lebih baik tidur di sofa, tapi masih di dalam kamar president suit demi keamanan bersama. 

Arkana tersenyum saat teringat waktu ia mengambil mengambil bantal ia tak sengaja melihat Arisha membuka matanya sedikit. Ia mengerti gadis itu juga belum siap untuk digaulinya, walau mereka sudah sah menjadi suami istri. 

Arisha tetap pada pertahannya memegang sepatu hak tinggi milik Laura. Ia akan melakukan apapun demi mempertahankan keperawanannya. Ia hanya akan menyerahkan kesuciannya pada laki-laki yang tepat dan dicintainya. 

Malam semakin larut Arisha sudah tak sanggup lagi untuk tidak terlelap. Akhirnya, matanya terpejam terbuai dalam buaian mimpi yang indah. 

Arkana tak dapat tidur. Ia menghisap sebatang rokok di ruang tamu yang memang untuk smoking room. Satu batang, dua batang habis dihisapnya sampai ia memutuskan untuk melihat keadaan Arisha. 

Arkana melihat Arisha tertidur masih menggunakan gaun pengantin. Ia heran kenapa gadis itu tak mengganti pakaiannya dan mencari koper Arisha, tapi tak ada di kamar. 

Apa dia ga bawa baju ya. Eeh, kalau mengingat dia hanya jadi pengantin pengganti sih wajar kalau dia ga bawa pakaiannya. Tapi dress putih bunga-bunga tadi pas dia di taman kok ga pakai itu aja ya. Arkana berkata dalam hatinya menatap Arisha heran. 

Arkana menyentuh wajah Arisha yang terlihat kelelahan. Kulit wajahnya yang putih dan hidungnya yang mancung dengan bibir tipis membuat ia gemas sendiri ingin mencium bibir Arisha. 

Cup… satu kecupan sekilas mendarat ke bibir Arisha. Arkana jadi tertawa geli sendiri. Kenapa ia malah seperti pria cabul mencuri kecupan di bibir istrinya. 

"Selamat tidur gadis tiramisu mimpi yang indah. Aku menantikanmu membuat bermacam-macam cake yang membuat perut kenyang. Tunjukan kehebatanmu nanti aku akan buat kan toko roti untukmu." Arkana mengecup dahi Arisha. 

Arkana akan kembali ke ruang tamu, tapi ia mendengar Arisha mengigau. 

"Maafkan aku, Mama." Air mata keluar dari mata Arisha. "Terima aku, Mama." 

Arkana jadi tak tega sendiri melihat Arisha. "Sshh… sshhh… tidurlah Arisha," ucapnya perlahan sambil membelai lembut rambut Arisha.

Setelah dirasanya Arisha sudah cukup tenang, ia akan kembali, tapi jadi kelingkingnya dipegang Arisha. 

"Jangan pergi…" Arisha bergumam dalam tidurnya. 

Hati Arkana terenyuh mendengar ucapan Arisha yang sepertinya sangat sedih. Ia memutuskan untuk membiarkan Arisha terus memegang jari kelingkingnya dan duduk di lantai bersandar di sisi ranjang. Untuk beberapa saat dalam diam ia mulai mengantuk. 

Aku lepasin gak yaa nih tangan. Tanganku pegal posisi menggantung begini, mana nih AC dingin banget lagi. Arkana menderita sendiri berkata dalam hatinya. 

Sebelum Arkana melepaskan genggaman tangan Arisha di jarinya, gadis itu melepaskan tangannya. Ia merasa sangat lega, akhirnya terlepas juga. 

"Saatnya aku kembali ke sofa," ucapnya bersemangat bangkit dari lantai dan di saat bersamaan sepatu yang ada di balik selimut Arisha terjatuh di lantai. 

Arkana mengernyitkan dahinya. Ia heran kenapa Arisha membawa sepatu di atas ranjang. Ia mengambil sepatu putih tersebut dan melihat ada ganjalan tisu di bagian tumitnya. 

"Ooh iya ini pasti bukan sepatu tiramisu." Arkana menatap Arisha tak tega lagi. "Kasihan kamu, tiramisu. Nanti kamu belanja saja sama Mommy dan Serin biar kamu bisa membeli semua barang yang kamu inginkan tanpa memikirkan harga." 

Arkana sudah kembali di sofa ruang tamu. Ia merasa begitu bahagia saat meletakan pinggangnya di sofa yang empuk. Hampir 30 menit ia duduk di kerasnya lantai dan kena dinginnya penyejuk ruangan. 

"I love you sofa dan bantal." Arkana menutup matanya tidur lelap dibuai mimpi yang indah. 

*** 

Sementara itu, Laura bersama Bayu sedang menikmati musik disk jockey di salah 1 club malam di Jakarta Barat. Ia dan Bayu berpesta bersama teman-teman di dunia modeling dalam ruang VIP. 

Laura menggoyang kepalanya yang sudah fly akibat mengkonsumsi obat-obatan terlarang yang membuat hidupnya terasa begitu indah dan tenang. Inilah cara Laura menghabiskan uang dari hasil menjual 1 set berlian yang diberikan Femmy. 

"Kita party sampai besok Baby," ucap Bayu sambil memegang tubuh seksi Laura. 

"Iya Baby. Aku mencintaimu, Bayu," ujar Laura. 

"Aku juga mencintaimu, Laura." 

Bayu dan Laura saling berciuman mesra. Saling mencecapi bibir masing-masing beradu lidah sampai terpuaskan. Laura merasa sangat bahagia dan bebas dalam hidupnya. Tanpa ada tekanan, tanpa ada paksaan, dan tanpa ada teriakan marah yang selalu menekan hidupnya. 

Laura bukannya tidak stress menghadapi berbagai macam tekanan Alya demi obsesi ibunya. Sedari kecil Alya sudah membuatnya ikut dalam lomba modeling dan memasukannya di agency model. Ia juga harus menjaga makanan, minuman agar bentuk tubuhnya tetap terjaga baik. 

Setiap hari latihan modeling, mengikuti lomba, berlenggak-lenggok di atas catwalk membuatnya sangat lelah. Ia sering iri dengan kakaknya, Arisha yang tidak pernah mengikuti lomba apapun, tapi juga kadang kasihan ke Arisha yang selalu dimarahi oleh ibu mereka. 

Seiringnya waktu, Laura mendapatkan hasilnya. Di saat usianya 17 tahun ia menang lomba modeling dan membuatnya masuk dalam agency bergengsi di Jakarta. Pundi-pundi kekayaan masuk ke dalam rekening Alya, tapi masih tidak membuat Alya puas dan membiarkannya memilih jalan hidupnya sendiri. 

Laura sekarang sudah tidak memperdulikan apapun lagi. Mau Alya marah karena ia kabur dari pernikahan, ia sama sekali tidak peduli. Yang penting baginya sekarang bisa bahagia bersama Bayu, pria yang dicintainya. 

The WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang