5. Sakura - Sai

688 118 8
                                    

Usai pelajaran sekolah Hinata langsung bergegas pergi dari ruangan kelasnya.

"Hinata, tunggu aku!" Kejar Tenten. "Mau ke mana?"

"Hari ini aku harus cek up. Tadi dokter Sai telpon kalau dia akan keluar kota, makanya jadwal cek up-nya dimajukan."

"Oh begitu, lain kali ajak aku bertemu doktermu itu, ya? Aku penasaran."

Hinata mengangguk kemudian berlalu. Sesampainya di klinik pribadi milik Sai, gadis itu langsung diperiksa.

"Seperti biasa, kau selalu bersemangat dan itu bagus untuk kesehatanmu," ujar Sai tersenyum.

"Dokter ..." Hinata menatapnya pelan, "Apa aku bisa bertahan sampai usia tujuh belas tahun? Semua dokter rumah sakit sudah menetapkan kalau aku tidak akan bisa melewatinya." Mata itu sedikit berair.

Sai tersenyum. Dia berlutut di depan Hinata sambil menggenggam tangannya. "Kau pasti bisa melewatinya. Dulu saat kau berusia empat tahun dokter-dokter itu mengatakan kalau bisa bertahan sampai usia tujuh tahun selain menjalani operasi. Tapi kau bisa melewatinya dan sehat-sehat saja. Kemudian saat penyakit itu kambuh semua dokter berkata tak akan bisa melewati usia lima belas tahun, tapi kenyataannya gadis manis ini tetap hidup hingga sekarang," Sai menyentuh pipi gadis itu. "Ingat, takdir hanya Tuhan yang tahu, manusia hanya bisa menerka-nerka. Apa kau tidak punya cita-cita? Ya ... Seperti menyukai seseorang lalu menikah kemudian membangun rumah tangga yang bahagia."

Semu merah langsung mewarnai pipi gadis itu.

"Wah, ada ya? Siapa dia?" Goda Sai.

Hinata tersipu. 'Orang itu kau dokter.'

"Ayo katakan padaku siapa orangnya?!" Desak Sai tersenyum penasaran, namun gadis itu bungkam. Setelah itu Hinata pamit dan memilih naik taxi tanpa mau diantar Sai ke rumahnya. Akhirnya Sai menyiapkan keperluannya saat ini menuju Osaka selama 2 hari.

_________

Pria bermarga Shimura itu menepikan mobilnya sejenak, lalu dia keluar dan mendapati seorang gadis berambut merah muda panjang sepinggang sedang menahan sakit di kakinya. Sepertinya keseleo akibat high heel yang menurut Sai sangat tinggi itu. Sekitar 15 centi tebaknya.

"Apa kakimu keseleo?" Sai menyapanya lembut sembari menatap kaki gadis tersebut.

Gadis itu menoleh, wajah cantiknya sudah berkeringat akibat sakit yang menimpa pergelangan kakinya itu. "Iya," ucapnya pelan.

Sai tersenyum. "Ayo masuk ke mobilku, kebetulan klinikku di dekat daerah ini. Aku akan mengobatimu." Pria itu membantu membantunya berdiri, tapi karena kakinya sakit sekali sang gadis tak bisa menapakkan kakinya lagi ke tanah. "Akh!" ringisnya hampir meneteskan air mata.

Sai berpikir sejenak. "Mau bagaimana lagi, aku harus menggendongmu." Tanpa menunggu persetujuannya, sang dokter muda langsung membopong tubuh gadis itu membawanya masuk ke dalam mobilnya dan selang beberapa menit kemudian mereka sudah tiba di klinik minimalis yang sederhana.

"Lain kali, jangan terlalu sering memakai high heel karena itu tidak baik untuk pertumbuhan kakimu."

Gadis itu tersenyum tipis. "Jika seorang gadis tidak memakai high heel dia tidak terlihat anggun, dokter," jawab gadis itu bandel.

Sai hanya menggeleng pelan, ada senyum tipis terukir di wajah tampannya. "Ya, wanita memang selalu seperti itu. Rela sakit demi penampilan, tidakkah itu menyiksa diri namanya?"

"Karena untuk mendapatkan sesuatu yang diimpikan bukankah harus rela sakit dulu? Itulah hukum alam."

Sai tertawa pelan membuat gadis itu terperangah karena senyumnya. Hatinya berdesir aneh. Ada sesuatu yang hangat masuk ke dalam cela hatinya.

[END] ✅ Oh, My PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang