15. Pertaruhan Harga Diri

529 85 5
                                    

Gelap! Sunyi sejenak kemudian suara petir kembali menggelegar.

Jantung Sasuke berdetak sangat keras hingga terasa seperti hendak mendobrak minta keluar, mungkin Hinata mendengar debaran jantung yang kelewat keras itu. "Sa-Sasuke ...."

Samar-samar Sasuke mendapati wajah Hinata yang masih ketakutan itu. Di kegelapan malam dan bisingnya suara hujan di luar membuat pemuda berambut raven tersebut tanpa sadar tersenyum menatap wajah tunangannya. "Hinata ... kau tidak takut padaku?" Suara Sasuke terdengar aneh.

"Aku takut petir. Juga gelap," lirihnya masih mencengkram tubuh si bungsu Uchiha kuat-kuat. Gadis itu rupanya masih tidak paham jika keadaannya saat ini bisa mengundang Sasuke untuk menggerakkan hasratnya sebagai lelaki.

'Tapi saat ini aku bisa lebih berbahaya dari petir.' Serigai aneh terpampang di wajah Sasuke. Matanya tak lepas menatap wajah polos yang ketakutan itu. Mata indah bulan itu sudah menyihir Sasuke seutuhnya, juga mulut kecil yang kemerahan itu ... rasanya dia ingin melumatnya kembali. "Aku bisa menerkammu?" ujarnya mengingatkan.

"Kau bukan predator, mana mungkin kau tega memakanku."

Oh astaga! Jawaban Hinata benar-benar sepolos anak kecil dan hampir membuat Sasuke frustrasi. Dengan tubuh tunangannya yang ada di bawahnya itu sungguh pertahanan pemuda itu mulai goyah. Hasratnya menginginkan Hinata namun otaknya masih sanggup berpikir jernih. "Tutup matamu," bisiknya pelan.

Hinata menurut, dia menutup matanya perlahan. Setidaknya dia mulai tenang. Namun hanya sebentar karena dia merasakan sesuatu yang kenyal dan basah bergerak menyapu bibirnya lembut. Apa ini? Tangan si manik rembulan itu semakin erat mencengkram lengan pemuda raven tersebut. Da takut memastikan apa yang sebenarnya terjadi. 'Apa mungkin Sasuke menciumku? Mana mungkin! Dia kan tidak suka padaku.' Hinata tak berani membuka matanya, tapi sepolos-polosnya gadis Hyuuga itu, dia tahu kalau Sasuke sedang menciumnya.

Pemuda tampan itu mengusap bibirnya pelan. Meski suasana masih gelap namun mata mereka mulai terbiasa dengan kegelapan. Namun Sasuke tak bisa melihat rona kemerahan di wajah tunangannya itu.

Taks!

Lampu kembali menyala.

"Syukurkah sudah menyala!" pekik Hinata kesenangan tak sadar jika saat ini Sasuke menatapnya aneh. " ... bisa kau menyingkir dari atas tubuhku?" pinta gadis itu.

Sasuke hanya tersenyum kemudian dia menyingkir dari atas tubuh Hinata. "Sudah tidak takut?"

"Petirnya sudah tidak ada, juga lampunya sudah menyala."

"Kalau begitu tidurlah." Si bungsu Uchiha keluar dari kamarnya kemudian tidur di ruang tamu.

_________

Esok harinya di ruang makan.

"Kenapa hanya kau lihat?" tanya Sasuke seperti mau berperang tatkala melihat Hinata hanya duduk lesu menatap spagety di depannya. Padahal semalam anak itu sangat lahap menyantapnya seperti orang yang tidak makan dua hari. Tapi kali ini gadis itu seperti tak punya selera untuk makan, bahkan menatap spagety itu saja terlihat malas tak berselera. Sasuke menghentikan makannya. "Hinata!"

Gadis Hyuuga itu memegang perutnya yang sakit. Melilit-lilit tak karuan. Sejenak gadis itu mengingat sesuatu. Sekarang tanggal berapa, ya? Gadis itu menoleh ke arah kalender. Mata bulan itu membelalak. 'Ya Tuhan ... ini sudah waktunya'. Hinata terlihat menahan nyeri di bagian perutnya. Sakit sekali, ini lebih sakit dari biasanya.

"Hei, kau sakit?" Sasuke menyentuh keningnya tapi segera gadis itu tepis.

"Tidak!"

"Kau berkeringat, wajahmu agak pucat," kata Sasuke agak cemas. "apa perlu kutelpon dokter Sai?"

[END] ✅ Oh, My PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang