🍃 REQUEST 🍃

36 4 0
                                    

Cerita ini tidak ada korelasi dengan Dreamcatcher sama sekali, ini cerita yang aku tulis secara spontan untuk seseorang.

•••

Nampaknya hari ini langit tidak mau berkompromi dengan gadis yang mengenakan kaos tipis serta rok yang panjang tepat dilututnya. Semilir angin kencang serta ribuan tetesan air hujan menjadi teman bagi wanita bersurai hitam legam, tangannya sesekali menjulur membiarkan tetes demi tetes menyentuh kulit halusnya.

"Ayo aku anter pulang" Suara yang begitu familiar mengejutkan sang wanita, membuatnya segera menoleh dan mendapati sosok pria yang sedang melipat kedua tangannya didada. "Tumben lama" Keluh sang wanita, tawa renyah itu terdengar keluar dari bibir Fenly, sial sial sial! kalau setiap hari kau disuguhkan dengan pria tampan dengan suara yang manis, semua orang juga akan jatuh cinta!

-

Mobil sedan hitam itu terlihat membelah sunyi malam kota Jakarta yang biasanya dipadati banyak manusia, tapi Jakarta yang saat ini Nel dan Fenly pijaki berbeda. Jakarta pada pukul 2 pagi, dimana tidak banyak yang berlalu-lalang untuk pergi, bahkan terhitung jari kendaraan yang melewati mobil Fenly.

"Hari ini kita makan di monas!" Ucap Nel senang, Fenly ikut tersenyum. Mobil hitam itu akhirnya berhenti didepan salah satu pagar besar yang didalamnya terdapat sebuah monumen besar dan menjulang tinggi sekali.

Kedua sepasang kekasih itu kemudian turun dan duduk dibagasi, memandangi Jakarta yang sangat sunyi, beberapa kali memang terdengar suara beberapa bapak tua yang sedang tertawa terlihat mereka tak jauh dari Fenly dan Nel yang juga sedang bercengkrama.

Mereka berdua menyantap cemilan yang telah Nel siapkan, sembari berbincang tentang hal yang disebut masa depan. Sesekali Fenly dan Nel melempar lelucon agar tidak membuat suasana hanya monoton, karna tentunya sebuah kerugian besar jika malam terakhir ini hanya dilakukan seperti biasa.

"Aku mau punya 2 anak Nel" Tutur Fenly, Nel mengangguk kemudian menatap lurus ke arah manik coklat milik Fenly "Aku juga mau asal itu denganmu" Saut Nel, "Aku mau punya rumah kecil sederhana tetapi luas tamannya" Lanjut Fenly "Iya Fenly! Supaya Wolfie bisa berlari kesana kemari!" Nel terdengar antusias, "Aku ingin rumah yang dapurnya luas sekali agar kamu nyaman, aku juga ingin sofa yang banyak agar kamu bisa duduk dimana saja" Tak lama Fenly tertawa memikirkan bodohnya ia yang menginginkan sofa yang banyak, untuk apa? "Kita akan punya semua warna yang kamu dan aku suka!" Tangan Nel meraih milik kekasihnya, menggenggamnya erat luar biasa.

-

Perjalanan ini tak berhenti hingga Monas saja, kali ini mereka melipir kedaerah Kota Tua yang biasanya ramai sekali oleh siswa yang datang untuk Pariwisata, dipadati juga oleh pedagang yang menjual minuman, makanan ringan, cindramata, atau lukisan-lukisan yang hanya membutuhkan 30 menit lalu bisa dibawa pulang. "Aku pernah kesini waktu masih SD, terus dikelas 2 SMA aku kesini lagi" Tutur Nel "Aku belum pernah kesini sebelumnya" Ucap Fenly yang kagum dengan landscape yang ditawarkan oleh Kota Tua sendiri, berdiri beberapa bangunan khas Belanda, Fenly sendiri bisa merasa bahwa ia berada di era yang berbeda, mungkin karna tidak ada siapa-siapa selain mereka.

"Kamu tau, ada kejadian lucu didalam sana, disana ada parkiran motor dan toilet umum, waktu itu aku dan teman-temanku bersembunyi disana karna kita terlalu malas mendengar penjelasan guru Sejarah, disaat itu kita membakar sebatang Rokok haha, tak lama guru Bahasa Inggris keluar dari toilet umum dan memergoki kita semua" Nel kemudian tertawa mengingat betapa konyolnya masa SMA yang penuh cerita.

"Ga heran Nel kamu memang pemberani!" Fenly mengelus rambut kekasihnya, lalu menyelipkannya ditelinga sang wanita. Tak ada kata-kata yang bisa menjelaskan bagaimana wajah Nel terlihat begitu cantik ketika tersorot lampu jalan, bahkan dalam kesederhanaan Nel begitu sempurna dimata sang pria. "Kelak nanti kamu juga akan memiliki permata cantik yang tak kalah hebat darimu Nel, disaat itu bagiku kamu tetap masih nomor satu" Perlahan wajah Fenly mendekat ke arah kening Nel, kecupan singkat mendarat dengan cepat.

"Lalu Fenly, ceritakan lagi padaku tentang rumah yang kau rancang untukku" Celetuk Nel, Fenly kemudian mengedarkan pandangan "Aku ingin membuat kolam berenang" Saut Fenly "Lalu? Apalagi?" Ucap Nel "Aku ingin rumah itu memiliki 4 kamar tidur, setiap kamarnya memiliki pendingin agar nanti kamu tidak mengeluh mengenai panas yang mengganggumu" Kini Fenly tersenyum kembali "Boleh aku memelihara kucing? Aku ingin menaruh tower dipojokan ruang tamu!" Saut Nel antusias "Tentu! Kamu boleh memelihara apapun yang membuatmu senang Nel" Tak lama Fenly menggenggam tangan kekasihnya, membawanya kembali ke mobil mereka yang terparkir rapih disebrang jalan.

-

Pantai Ancol yang berada di Jakarta Utara adalah destinasi terakhir mereka, kali ini Fenly dan Nel tidak bergeming sama sekali, mereka berdua duduk nyaman dibangku masing-masing. Sebentar sunyi menyelimuti sepasang kekasih, hingga Nel membuka topik. "Fenly, masa depan yang selalu kita bicarakan terdengar seru ya!" Ucap Nel, "Tidak Nel, jangan sekarang" Potong Fenly.

Mereka kemudian kembali diam, menatap hamparan gelombang air yang bergerak berkali-kali menyentuh pasir dan menariknya masuk bersama gelungan itu. Suara alunan lagu milik Nadin Amizah yang berjudul Sebuah Tarian Yang Tak Kunjung Selesai menemani Nel dan Fenly yang sedang berargumentasi dengan kepala mereka sendiri.

"Fenly, aku ingin dipeluk" Pinta Nel, tanpa banyak basa-basi Fenly pindah ke bangku dibelakang, ia menunggu wanitanya untuk menyusul, tak lama Nel mengikutnya. Kedua tangan Fenly mendominasi, lalu perasaan hangat menjalar hingga hati.

"Nel" Panggilan lembut itu terdengar menyeruak kedalam indra pendengaran Nel, "Ya?" Saut wanita itu, Fenly terdiam sebentar kemudian melepas pelukan, tetapi tangannya masing menggenggam tangan Nel erat.

"Aku tidak ingin rumah sederhana yang memiliki taman luas, aku tidak ingin dapur besar, aku juga tidak perlu kolam, aku tak butuh sofa yang banyak dan berwarna-warni" Ucapan Fenly terhenti sebentar, air mata turun membasahi pipi mereka "Fenly.." Panggil Nel lirih "Aku tak butuh apapun itu, tak butuh seluruh dunia, atau satu hal, apapun itu! Itu tidak berguna untukku" Tangisan Nel terdengar lebih kencang saat ini "Aku tak mau jika tak ada kamu, aku tidak ingin itu!" Tetes demi tetes air mata Fenly membasahi kedua tangan yang saling mengunci "Hey, Fen denger aku" Potong Nel.

"Kamu harus punya rumah sederhana yang memiliki taman luas ya! Agar nanti aku bisa menjenguk wolfie. Kamu harus memiliki dapur luas agar nanti aku bisa memasak bersama pasanganmu kelak! Kamu harus buat kolam agar nanti Anakku dan Anakmu bisa bersenang-senang bersama. Kamu harus punya banyak sofa, agar aku bisa tetap duduk dimana saja bersama kamu disana, buatlah 4 kamar agar nanti tiap akhir pekan aku bermalam ditempatmu. Masa depan yang sudah kita rancang, buatlah semua jadi kenyataan. Aku akan selalu bersamamu, tanpa sedikitpun ragu, aku ada disampingmu selalu"

"Aku juga selalu bersamamu, tanpa sedikitpun ragu, aku ada disampingmu selalu walau nanti bukan wajahmu yang ku tatap setiap pagi, walaupun bukan kamu yang tidur disisiku"

-

Terkadang merancang rencana memang mudah jika diusung bersama, tetapi pada akhirnya manusia harus bisa belajar menerima, jika kelak masa depan itu tak hanya ada aku dan kamu yang menjadi satu.

- Selesai -

Dreamcatcher - Fajri Un1ty FFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang