MOMEN 18 - KEN ANTARIKSA MANAGEMENT (KAM)

149 21 5
                                    

Ken memutar-mutar kunci motor sembari melihat ke arah floor designator. Lantai dua, lantai tiga, lantai empat, lantai lima, dan ... lantai enam. Pintu lift terbuka, Ken keluar dengan langkah santai. Oh, langkahnya saja yang santai, dadanya, tidak.

Cowok itu berdiri di depan pintu ruangan paling pojok. Ruangan yang dari segi warna terlihat gelap. Warna merah hati. Ken menduga-duga, ruangan itu sengaja dicat warna berbeda dengan ruangan lain supaya menghasilkan sensasi tegang. Terutama bagi calon talent baru yang akan mulai menjadi bagian dari management itu.

Klek!

Suara itu membuat Ken menegakkan badan.

Dalam hitungan detik, terbukalah pintu dari dalam. Muncul Kelana sambil memeluk map berwarna biru. Sesuai dugaan Ken, Kelana melotot. Bahkan disusul kening yang mengerut. "Ken?"

"Udah beres?" tanya Ken.

"Udah." Kelana mengacungkan map biru itu. "Udah ngobrol banyak sih sama Pak Yuda. Tapi ya, gue harus diskusi lagi sama nyokap. Gue nggak bisa langsung menyetujui buat gabung di sini."

Ken mengangguk-angguk paham. "Setelah ini, berarti lo langsung pulang?"

"Ya." Kelana tersenyum tipis. "Kenapa?"

"Gue anter ya." Ken mengacungkan kunci motor ke arah Kelana.

"Nggak usah." Kelana menggeleng. "Gue mau mesen ojek di bawah. Jadi ya ...."

"Udah." Ken menarik tangan Kelana. "Gue lagi santai kok. Jadi, lo nggak usah khawatir."

Bersandiwara di hadapan manusia lain sudah menjadi pekerjaan Ken selama beberapa tahun belakangan. Bayangkan saja, filmya saja ada lebih dari lima. Meski masih berusia 18 tahun, cowok itu sudah banyak berkarya. Dan ya, untuk sekadar berusaha care terhadap Kelana, tentu bukan masalah besar.

"Ngomong-ngomong, elo sendiri tertarik buat gabung di sini?"

Pertanyaan itu mengiringi langkah Ken dan Kelana menuju lift.

"Gue sih tertarik." Kelana mengangguk yakin. "Gue nggak tahu apa-apa soal dunia beginian, Ken. Jadi, gue ngerasa ini kesempatan buat belajar banyak. Gue masuk dunia ini tuh awalnya terpaksa. Nyokap gue sakit. Dia perlu check up setiap bulan, bahkan sudah harus operasi. Belum lagi masalah toko. Masa sewanya udah mau abis. Jadi ya ...."

"Lana." Ken mengeratkan genggamannya. "Lo berada di management yang tepat kalo lo terima tawaran bokap gue. Sudah banyak artis yang pada akhirnya sukses. Elo juga bakal kayak gitu."

Ucapan itu membuat Kelana menunduk, sedikit tersipu. Sampai akhirnya, cewek itu mengangguk. "Semoga, Ken."

"Ngomong-ngomong soal toko, terus nanti siapa yang bakal jalanin semuanya?" Ken dan Kelana yang sekarang ada di dalam lift, terasa lebih leluasa untuk mengobrol. "Maksud gue, nyokap lo kan sakit, elo juga sibuk dengan kegiatan sekolah dan syuting."

"Gue optimis nyokap bakal sembuh. Gue juga yakin, dia nggak bakalan mau kalau disuruh ngelepas toko. Buat bisa jualan di toko itu perjuangan banget, Ken. Mama udah berusaha ngebangun semuanya dari gue kecil. Meskipun dua tahun terakhir penjualan memang menurun karena pandemi." Kelana menjelaskan panjang lebar. "Untuk sementara, memang gue yang jaga toko. Mama kan harus bed rest. Gue juga sedang diskors di sekolah."

Ken mengangguk-angguk, mulai paham tentang kehidupan Kelana. "Emang elo senakal apa sampe bisa diskors?"

Pertanyaan itu seperti menggelitik Kelana, hingga membuat dia terkekeh. "Mungkin bukan senakal apa pertanyaannya, tapi seberani apa. Gue emang gencar ngelawan anak-anak dari pejabat sekolah yang seenaknya sama siswa kayak gue."

Glow Up Moment (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang